Mohon tunggu...
Nita Juanita
Nita Juanita Mohon Tunggu... Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan

Tergabung dalam Tim Kreatif Disdikbud Kabupaten Kuningan. Anggota KPPJB Regional Kuningan. Dari hobi membaca sekarang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kepemimpinan yang Meng-AKAR

12 April 2025   11:02 Diperbarui: 12 April 2025   11:19 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku AKAR (Model Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal) karya Iip Hidajat (Sumber: Koleksi Pribadi) 

KEPEMIMPINAN YANG MENG-AKAR

Oleh: Nita Juanita

Siapa yang tak mengenal Iip Hidajat, seorang Pj. Bupati periode lalu yang banyak meninggalkan jejak humanis yang dapat kita rasakan bersama manfaatnya. Di dunia pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Kuningan, Iip Hidajat menyumbangkan idenya dengan terciptanya Kurikulum Muatan Lokal Gunung Ciremai dan Batik Kamuning. 

Foto peserta menulis Opini tema Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal (AKAR) (Sumber: Koleksi Pribadi) 
Foto peserta menulis Opini tema Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal (AKAR) (Sumber: Koleksi Pribadi) 

Dalam hal yang berkaitan dengan Iip Hidajat, penulis beberapa waktu lalu diberi kesempatan mengikuti kompetisi menulis opini dengan tema Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal (AKAR) dari Kuningan, yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI bekerjasama dengan Disarpusda Kabupaten Kuningan. 

Dan kini baru merampungkan membaca salah satu buku karya mantan Pj. Bupati Kuningan periode lalu, yang memiliki nama lengkap Dr. Drs. H. Raden Iip Hidajat, M.Pd. dengan judul _AKAR: Model Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal._ Kita dibawa menelusuri sejarah kepemimpinan Masa Kerajaan dan Kesultanan di Tatar Sunda pada Abad XV - Abad XVI. 

Dimana pada masa itu tercatat Kesultanan Cirebon dibawah pimpinan Syekh Syarif Hidayatullah/ Sunan Gunung Jati (Sunan Cirebon I), Kerajaan Sunda dibawah pimpinan Sri Baduga Maharaja/ Prabu Jayadewata/ Prabu Siliwangi (Raja Sunda), dan Kesultanan Banten dibawah pimpinan Hasanudin Panembahan Surosowan (Sultan Banten I). 

Konsep AKAR dalam model kepemimpinan Sunda nyatanya menyimpan filosofi tersendiri. Jika kita memperhatikan sebuah pohon, akan tampak oleh mata di antaranya rindang dedaunan, kokoh batang pohon, lebat buah. Sementara yang tersembunyi adakalanya kita abai, yaitu akar, yang bekerja dalam sunyi, diam tanpa suara, dan tak gaduh dalam menyokong dan mengikat tubuh tumbuhan pada tanah. Itulah prinsip hidup AKAR, yang dapat kita ambil banyak pelajaran darinya. 

AKAR di buku ini mendeskripsikan konsep-konsep kepemimpinan tradisional yang tersimpan dalam sejumlah naskah kuno. Dari kajian-kajian terhadap model kepemimpinan lokal, terangkumlah gaya kepemimpinan masyarakat Sunda yang _adil linuhung_ (berbudi halus dan ramah), karismatik (sopan/ dekat dengan rakyat), _atikan_ (berpendidikan, visioner, dan solutif), dan _rancingeus (cakap). 

Pemimpin yang _Adil Linuhung_ meliputi sikap adil, berakhlak mulia (toleran, beriman, beretika, ikhlas bekerja), bijaksana (bertanggung jawab, komitmen, konsisten, konsekuen, proporsional), dan berbudi luhur (ramah, berbudaya) 

Pemimpin yang Karismatik meliputi sikap berwibawa ( _body language_ , pesona), menghargai ( _positif thinking_ , pendengar yang baik), introspeksi (sadar diri, cermat), dan disegani (tegas, sopan). 

Pemimpin yang _Atikan_ (Pembelajar) meliputi sikap komunikatif _(silih asah, silih asih, silih asuh)_ , _calakan_ /cerdas (kreatif, inovatif), dan _rancage_ (visioner, solutif).

Pemimpin yang _Rancingeus_ meliputi sikap gesit (cekatan), tangkas (cakap, semangat, proaktif), dan sigap (disiplin, cepat tanggap). 

Demikian kesimpulan umum dari buku AKAR yang telah penulis baca. Selain itu, pemimpin juga harus memenuhi tiga hal, yakni _nyantri,_ _nyakola,_ dan _nyunda._ _Nyantri_ menyimbolkan pemimpin harus memiliki kecerdasan spiritual. _Nyakola_ adalah simbol untuk orang yang lebih mementingkan nalar dibandingkan tubuh. Dan _Nyunda_ mencerminkan sosok pemimpin yang menyatu dengan rakyat secara tulus _(ngumawula ka wayahna),_ pribadi yang tidak bertingkah _(teu ningkah),_ tidak tinggi hati _(teu adigung kamagungan),_ tidak bermegah-megahan _(teu paya diagrang-agreng),_ arif dan adil _(agun aklum sarta adil),_ serta tidak korupsi _(candu basilat)._

Kuningan, 13 Desember 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun