Mohon tunggu...
Yunita Handayani
Yunita Handayani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ibu yang bahagia :) www.yunita-handayani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Lebih Bahagia Tanpa Gosip

26 Januari 2012   15:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:25 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gosip adalah wanita dan wanita adalah gosip. Bergosip adalah bagian dari lifestyle wanita. Wanita yang tidak suka bergosip akan terkucilkan, tidak akan masuk dalam jajaran sosialita ter-update.

Mungkin banyak wanita yang akan protes dengan pernyataan di atas. Bersyukur bila Anda memang tidak merasa menjadi bagian komunitas gossipers tersebut. Tapi bila Anda memang menyadari sangat sulit untuk mengendalikan hasrat bergosip, mari belajar bersama saya. Dulu, saya termasuk jajaran gossipers, pernah pula jadi korban gosip, dan sekarang berusaha mengendalikan diri dari hasrat bergosip. Berikut ini ada beberapa hal yang bisa membantu kita mengendalikan diri untuk menjauhi kebiasaan bergosip.

Jangan takut terkucilkan

Saya mengenal beberapa wanita yang sebenarnya pendiam, introvert, tapi selalu merasa rendah diri. Melibatkan diri dalam bergosip bahkan selalu menyediakan gosip terbaru adalah salah satu caranya untuk diterima dalam komunitas. Ini adalah anggapan yang salah. Walaupun sudah melewati masa puber banyak orang dewasa yang terjebak pada peer pressure semacam ini. Padahal, saya yakin ada banyak hal yang membuat orang menerima kita di tengah komunitas. Jangan takut untuk menjaga jarak dari komunitas yang dapat merusak karakter Anda, ingat bahwa pergaulan yang buruk dapat merusak kebiasaan baik.

Gosip melunturkan pesona

Kita tidak akan tampak menjadi orang yang lebih smart dan lebih gaul dengan bergosip. Kebiasaan bergosip sebenarnya memudarkan inner beauty seseorang. Bukankah setiap perkataan yang keluar dari mulut kita sebenarnya juga bisa menunjukkan bagaimana hati kita?

Lihatlah gajah di pelupuk mata

Setelah menginjak usia 30 tahun, saya dapat lebih jelas melihat kesalahan-kesalahan yang telah saya lakukan sepanjang hidup saya. Melihat kesalahan di masa lalu itu penting. Bukan untuk meratapi, jatuh dalam penyesalan tanpa berusaha bangkit. Tapi dapat menjadi cermin kita sebelum kita mulai sibuk mencari-cari, memindai, dan membicarakan kesalahan orang lain. Jangan sampai “Sekam di seberang lautan tampak tapi gajah di pelupuk mata tak tampak.” Ingat bahwa setiap orang bisa membuat kesalahan, sama seperti kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan.

Kita bukanlah Tuhan yang tahu segalanya

“If you don't know, don't judge. You may be wrong. If you know, don't judge. Everybody has their own weakness ( #TLS)” Sebuah kicauan di twitter yang saya temukan beberapa hari lalu cukup menegur saya. Seringkali saat kita menggosipkan orang lain kita berada dalam posisi orang yang seakan tahu segala sesuatu daripada orang lain. Padahal, setiap orang mempunyai setiap sisi kehidupan yang tidak diketahui orang lain. Ada beberapa fakta kehidupan seseorang yang tidak diketahui orang lain. Misal: kita menggosipkan seorang wanita yang tampak judes dan uring-uringan padahal tidak ada yang tahu bahwa dia sebenarnya sedang depresi karena divonis mengidap kanker ganas. Kita hanya melihatnya sebagai wanita yang bengis dan harus dijauhi.

Ada perbedaan antara bergosip dan mengkritisi

Seorang ibu yang asyik ngrumpi menggosipkan orang lain dengan teman-temannya berujar seperti ini, “eh, kami bukan nggosip lo, kami sedang mengkritisi bersama”. Menurut saya, ada perbedaan besar antara menggosip dan mengkritisi. Menggosip adalah membicarakan keburukan orang di belakang orang tersebut. Sedangkan, mengkritisi adalah keberanian menegur seseorang secara langsung di hadapan orang tersebut. Orang yang sekedar menggosip biasanya selalu tampak manis di hadapan orang yang digosipkannya tapi di belakang bisa saja dengan licik dia menggiring public (menghasut) untuk membenci orang tersebut. “Haters like crickets. Crickets make a lot of noise, you hear them, but you can’t see them. When you walk right by them, they’re quiet.”

Lihat dengan kacamata yang bening

Selama kita tidak membersihkan kacamata kita dan membiarkannya buram maka setiap pemandangan yang kita lihat akan selalu tampak buruk dan suram. Begitu pula dengan cara pandang kita. Selama kita selalu berpikiran buruk maka setiap kita bertemu orang maka kita hanya akan mengingat keburukannya. Jadi, mari kita melihat setiap orang secara lebih positif. Menyadari bahwa setiap orang punya kelemahan dan mencoba untuk memfokuskan diri melihat sisi baik setiap orang.

Bagaimana kalau kita yang menjadi korban gosip?

Keeleganan kita menghadapi gosip menandai kedewasaan jiwa kita. Tidak perlu meletup penuh emosi saat kita diterpa gosip, bila memang kita merasa benar. Menyajikan fakta yang ada memang adalah cara yang paling efektif untuk meredam gosip. Tapi, ada beberapa gossipers yang tetap tidak mau kalah walau fakta sudah dihadirkan. Terus saja mencari kesalahan kita. Ini berdasarkan cara pandang mereka yang sudah negatif dan tidak mau mencoba berpikir positif.

Suatu saat saya pernah digosipkan karena profesi yang saya cantumkan di profil FB saya. Setelah resign saya memang menulis profesi “a happy housewife & writer”. Tidak ada maksud pamer saat saya menulis ini. Hanya sekedar menjelaskan pada teman-teman apa kegiatan saya sekarang. Tapi ada yang mencibir ketika saya menulis profesi “writer”/penulis. Penulis? Memang sudah nulis apaan? Sudah nerbitin berapa buku? Saya bisa saja menunjukkan fakta bahwa saya memang menjalani profesi part timer sebagai penulis sekaligus editor untuk sebuah buletin guru. Tapi, saya urungkan niat untuk menunjukkan buletin-buletin hasil kerja saya pada mereka. Saya sudah akan menduga bagaimana komentar mereka, “huh, pamer!” Karena itulah komentar yang pernah saya terima saat menunjukkan salah satu tulisan saya yang diterbitkan sebuah media.

“You can’t change how people treat you or what they say about you. All you can do is change how you react to it.” #TLS Jadi, saya lebih memilih diam menghadapi gosip tersebut sambil terus intropeksi diri supaya menjadi pribadi yang lebih baik. Saya percaya, suatu saat kebenaran akan membungkam sendiri suara-suara jangkrik (crickets) itu, he he he….

Saya pernah bergosip, saya pernah digosipkan orang, dan sekarang saya berusaha menjauhi gaya hidup bergosip dari kehidupan saya. Saya percaya, melalui pengalaman saya bertemu orang-orang tertentu, mereka yang tidak suka bergosip akan menjalani hidup dengan lebih bahagia dan sehat.

sumber gambar: raynoah.com

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun