Di berbagai sudut kota dan desa Indonesia terutama di Jawa Timur, pesta pernikahan atau hajatan, karnaval, dan acara di jalan sering disemarakkan oleh dentuman musik keras dari sound system berukuran besar. Fenomena ini populer dengan sebutan "sound horeg" istilah yang merujuk pada suara bass kuat dan bergetar yang terasa hingga ke dada. Bagi sebagian orang, sound horeg adalah hiburan yang menggembirakan, bahkan menjadi simbol kemeriahan acara. Namun, bagi warga sekitar, suara ini sering dianggap gangguan lingkungan: jendela bergetar, anak kecil sulit tidur, dan hewan peliharaan menjadi gelisah.
Ketika sebuah speaker bergetar, udara di sekitarnya ikut bergerak bolak-balik. Gerakan itu merambat dalam bentuk gelombang bunyi, menyebar ke segala arah, dan akhirnya sampai ke telinga kita. Jika energi getaran terlalu besar, maka tekanan udara juga meningkat dan di sinilah gangguan mulai terasa.
Secara ilmiah, suara adalah gelombang mekanik longitudinal yang merambat melalui medium (udara, air, atau benda padat). Dalam fisika, hubungan antara kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang dinyatakan oleh rumus dasar berikut:
Keterangan:s
v = kecepatan rambat bunyi (m/s)
f = frekuensi bunyi (Hz)
= panjang gelombang (m)
Jika sound horeg menghasilkan bunyi dengan frekuensi 100 Hz, dan kecepatan bunyi di udara adalah 343 m/s, maka panjang gelombangnya adalah:
Artinya, setiap getaran "bass" memiliki panjang gelombang sekitar 3 meter ,cukup panjang untuk membuat benda di sekitar ikut bergetar.
Selain itu, intensitas bunyi (I) yang menunjukkan besar energi bunyi per satuan luas, dinyatakan dengan rumus:
Keterangan:
I= intensitas bunyi (W/m)
P = daya sumber bunyi (Watt)
A= luas permukaan tempat energi menyebar (m)
Semakin besar daya speaker dan semakin dekat posisi pendengar, maka semakin besar pula intensitas bunyi yang diterima. Bunyi di atas 85 desibel (dB) dapat menimbulkan gangguan pendengaran jika terpapar terus-menerus.
Dampak (Pendekatan Fisika)
1 Dampak pada Pendengaran
Telinga manusia memiliki batas intensitas aman sekitar 80--85 dB. Jika suara melampaui batas itu, gendang telinga menerima tekanan akustik berlebih, menyebabkan sel rambut di koklea (bagian dalam telinga) rusak.
Secara fisika, tekanan bunyi berkaitan dengan intensitas melalui persamaan:
- p = tekanan akustik (Pa)
= massa jenis udara
c = kecepatan bunyi
Semakin tinggi intensitas, semakin besar pula tekanan yang diterima telinga sehingga dapat  menyebabkan rasa nyeri atau penurunan daya dengar.
2 Dampak pada Bangunan dan Benda Sekitar
Gelombang bass kuat dapat menimbulkan resonansi. Resonansi terjadi ketika frekuensi bunyi sama dengan frekuensi alami suatu benda. Akibatnya, benda tersebut bergetar lebih kuat misalnya kaca jendela bisa bergetar hebat atau bahkan retak karena resonansi dengan bunyi rendah dari sound horeg.
3 Dampak pada Tubuh dan Kesehatan
Bunyi dengan frekuensi rendah (<100 Hz) memiliki panjang gelombang besar yang dapat terasa sebagai getaran pada tubuh. Ini bisa menimbulkan efek seperti:
- Detak jantung tidak stabil
- Rasa mual atau pusing
- Gangguan tidur dan stres
Fenomena ini dikenal sebagai vibroacoustic effect, efek fisika dari getaran akustik terhadap tubuh manusia.Â
4 Dampak Lingkungan
Hewan peliharaan seperti anjing, burung, atau kucing memiliki sensitivitas pendengaran yang jauh lebih tinggi dari manusia. Suara keras bisa menyebabkan stres bahkan mengubah pola perilaku mereka. Polusi suara kini diakui sebagai salah satu bentuk pencemaran lingkungan non-fisik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Saran dan Rekomendasi
- Batasi volume suara: Gunakan alat pengukur kebisingan (sound level meter) agar intensitas tidak melebihi 80 dB di area pemukiman.
- Atur waktu penggunaan: Terapkan aturan jam maksimal hingga pukul 22.00 untuk kegiatan dengan pengeras suara besar.
- Gunakan peredam akustik: Pasang peredam suara di panggung atau dinding sekitar agar energi bunyi tidak menyebar luas.
- Tanam vegetasi: Pohon atau semak lebat bisa menjadi peredam alami gelombang suara.
- Edukasi masyarakat: Pahami bahwa suara bukan hanya hiburan, tapi juga energi fisika yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan.
Fenomena sound horeg menunjukkan bahwa suara memiliki dua sisi: menyenangkan sekaligus berpotensi merusak. Dari sudut pandang fisika, bunyi bukan sekadar "suara musik", tetapi gelombang energi yang mampu memengaruhi struktur, kesehatan, dan keseimbangan lingkungan.
Dengan kesadaran dan pengaturan yang bijak, hiburan dan ketenangan masyarakat bisa berjalan beriringan tanpa saling mengganggu.
Referensi:
- Giancoli, D. C. (2014). Physics: Principles with Applications. Pearson.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2023). Pedoman Pengendalian Kebisingan di Lingkungan Pemukiman.
- World Health Organization (2018). Environmental Noise Guidelines for the European Region.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI