Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan dan Antisipasi Bencana Kerumunan

4 Oktober 2022   12:03 Diperbarui: 4 Oktober 2022   12:12 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerumunan rawan menimbulkan korban dan kerusuhan sehingga harus ada langkah-langkah antisipatif dari awal (Ilustrasi: Kompas.com/Suci Rahayu)

Dunia sepakbola Indonesia kembali berduka. Sabtu 1 Oktober 2022, tragedi di stadion Kanjuruhan Jawa Timur menewaskan ratusan orang.

Masyarakat tentunya berharap (semua) pihak yang terlibat bertanggungjawab. Selain itu, keluarga korban juga harus diberikan santunan dan juga pendampingan secara psikologis.

Setelah membaca sejumlah berita sejak tragedi yang terjadi kandang Arema FC tersebut, kita patut bertanya tentang kesiapan kita dalam menghadapi krisis yang menimpa kerumunan orang di tempat umum. Para korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan tersebut panik dan menyerbu pintu keluar stadion yang terkunci setelah disiram gas air mata oleh polisi.

Padahal menurut FIFA, penggunaan gas air mata dilarang untuk menghalau kerumunan dalam lapangan sepakbola. Bukankah masih ada water canon (semprotan air) yang lebih aman dan tidak akan sampai menimbulkan korban jiwa?

Pintu stadion yang masih terkunci pun menjadi pertanyaan. Idealnya beberapa menit menjelang pertandingan berakhir, pintu-pintu stadion sudah mulai dibuka satu persatu untuk menghindari menumpuknya kerumunan massa seusai pertandingan resmi berakhir.

Kapasitas penonton saat tragedi Kanjuruhan itu terjadi juga ternyata melebihi kapasitas. Apakah pihak penyelenggara ingin mengeruk untung besar sehingga mengabaikan faktor keselamatan nyawa yang (jauh) lebih utama?

Jadi kesal sekaligus prihatin kan ya dengan jatuhnya korban dalam kerumunan di Kanjuruhan. Kalau begini, rasanya jadi ingin kembali dengan masa pembatasan jumlah kerumunan saat pandemi lalu agar semuanya dapat lebih terkendali.

Di Inggris, info dari sejumlah teman yang kuliah di sana, bahkan ada beberapa warga yang meminta pemerintah daerahnya agar membatasi kembali jam buka dan jumlah pengunjung tempat hiburan malam untuk mengurangi keributan di malam hari. Saat pandemi, tempat hiburan malam di Inggris memang sangat ketat memberlakukan sejumlah aturan agar kasus COVID-19 menurun.

Saya pribadi merindukan kondisi jalan raya yang tak macet ketika dulu mayoritas kantor menerapkan aturan WFH. Kini, tak sedikit perusahaan yang melakukan hybrid working alias kombinasi WFO dan WFH sehingga jalan macet lagi deh.

Meskipun sekarang jumlah kasus pandemi berkurang secara signifikan, menurut saya masih ada hal-hal baik yang tetap dapat kita terapkan di saat normal. Salah satunya yaitu pembatasan jumlah orang dalam suatu kerumunan, termasuk untuk penonton pertandingan olahraga, terutama sepakbola yang ramai fansnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun