Selain itu ketentuan yang terbit ini dipercaya akan semakin memudahkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah, memperkuat implementasi keuangan berkelanjutan, dan mempercepat proses layanan kepada stakeholders sehingga lebih efisien dan transparan. Sehingga diharapkan peraturan ini dapat membawa dampak positif.
Adapun aturan mengenai obligasi daerah tersebut tertuang dalam tiga POJK (Peraturan OJK) baru. Pertama, POJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah. Kedua, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah. Ketiga, POJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan bahwa penerbitan POJK terkait obligasi daerah merupakan upaya alternatif untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Menurut Wimboh, obligasi daerah bisa mendorong pelebaran pembiayaan APBD dalam mempercepat pembangunan infrastruktur.Â
Berdasar aturan baru tersebut, dalam penerbitan obligasi daerah, pemerintah daerah perlu menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada OJK dan menerima persetujuan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta DPRD.
Namun, hingga saat ini permasalahan yang dihadapai adalah banyak pemerintah daerah yang masih kurang kreatif dalam mencari sumber pendanaan. Mengenai obligasi daerah ternyata masih belum banyak yang diketahui oleh para lakon pemerintah daerah.Â
Tidak hanya itu, penyebab lain yang menyebabkan pemerintah daerah kurang kreatif dalam mencari pendanaan adalah kurangnya transparansi pemda dalam mengambil kebijakan dan pengelolaan APBD.
Padahal menurut Wimboh, aspek tata kelola APBD oleh pemerintah daerah perlu menjadi perhatian. Karena kepercayaan investor sangat tergantung pada bagaimana pemerintah daerah mengelola APBD dan memanfaatkan dana hasil penerbitan obligasi daerah.
Kurang maksimalnya kesiapan pemerintah daerah dalam hal ini dikarenakan adanya public expose roadshow yang mengharuskan daerah tersebut untuk siap ditanyai seperti posisinya dimana, dampaknya bagaimana dan lain sebagainya.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti mengatakan bahwa baru beberapa daerah yang mengerti tentang persoalan penerbitan obligasi. Daerah-daerah tersebut dalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bhawa kebutuhan utang justru diajukan oleh daerah-daerah yang sudah relatif kaya atau berkecukupan. Padahal seharusnya fasilitas tersebut dimanfaatkan oleh daerah yang kekurangan anggaran.
"Jadi belajar pengelolaan APBD. Menerbitkan surat utang daerah kami masih hati hati. Ironisnya daerah yang kaya yang siap menerbitkan surat utang. Seharusnya yang kekurangan yang menerbitkan," ucap Sri Mulyani dalam paparannya di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.