Penerapan Jnana Marga antara lain:
- Mempelajari kitab-kitab suci seperti Veda, Upanisad, dan Bhagavadgita.
- Berdiskusi dan berdarmawacana untuk memperdalam ajaran agama.
- Melatih diri agar mampu membedakan antara kebenaran sejati (satya) dan kebatilan (asat).
4. Raja Marga
   Raja Marga sering disebut juga sebagai jalan yoga atau meditasi. Kata "Raja" berarti raja atau penguasa, yang dalam hal ini merujuk pada pengendalian diri. Melalui Raja Marga, seseorang berlatih mengendalikan pikiran, indra, dan hawa nafsu agar dapat mencapai ketenangan batin. Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut. Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan Tapa, Brata, Yoga, dan Samadhi.
Praktik Raja Marga meliputi:
- Melakukan meditasi secara rutin di tempat yang tenang, seperti pura atau alam terbuka.
- Melatih pernapasan (pranayama) untuk menenangkan pikiran.
- Menjaga disiplin hidup melalui tapa, brata, yoga, dan semadhi.
Peran Tempat Suci dalam Kehidupan Umat Hindu
   Tempat suci dalam agama Hindu, khususnya pura di Bali, memiliki peran yang sangat penting dan tidak tergantikan dalam kehidupan umat. Pura bukan hanya sekadar bangunan fisik yang indah, melainkan juga pusat spiritual yang menjadi titik temu antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Di tempat suci, umat Hindu melaksanakan persembahyangan, mengungkapkan rasa syukur, memohon keselamatan, dan menyucikan diri dari segala kotoran lahir maupun batin. Selain sebagai pusat pemujaan, tempat suci juga berfungsi sebagai sarana memperdalam ajaran agama melalui berbagai kegiatan. Misalnya, dalam setiap odalan, umat tidak hanya sembahyang tetapi juga belajar tentang makna yadnya, tata cara membuat banten, serta filosofi di balik setiap prosesi upacara. Dengan demikian, pura menjadi sekolah kehidupan, tempat generasi muda belajar langsung dari orang tua dan para sulinggih mengenai tradisi, etika, dan spiritualitas Hindu.
   Tempat suci juga merupakan wadah kebersamaan dan gotong royong. Konsep ngayah yang begitu kental di Bali menunjukkan bahwa pura adalah pusat solidaritas sosial. Umat datang untuk membantu mempersiapkan upacara, ada yang membuat penjor, menabuh gamelan, menari rejang, atau menghias pura. Semua dilakukan tanpa pamrih, murni sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan sebagai perwujudan Karma Yoga. Dari sini tampak bahwa pura tidak hanya mengikat manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengikat umat dalam hubungan sosial yang harmonis. Lebih jauh, pura juga menjadi pusat pengamalan Catur Marga. Bhakti Marga dijalankan melalui sembahyang, kidung, dan pemujaan. Karma Marga diwujudkan dalam ngayah bersama. Jnana Marga dipraktikkan melalui dharma wacana atau dharma tula yang sering diselenggarakan di pura. Raja Marga dijalankan melalui meditasi dan semadhi di ruang suci yang hening. Artinya, semua jalan spiritual yang diajarkan dalam Hindu menemukan ruang praktik yang nyata di tempat suci.
   Di samping itu, pura berperan sebagai penjaga keseimbangan kosmos. Dalam konsep Tri Hita Karana, pura menempati posisi penting dalam menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan). Dengan terpeliharanya tempat suci, umat diingatkan untuk selalu menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, keberadaan pura tidak bisa dilepaskan dari harmoni kehidupan masyarakat Hindu. Dengan kata lain, tempat suci bukan hanya pusat ritual, tetapi juga pusat pendidikan spiritual, pusat kebersamaan sosial, dan pusat pengamalan ajaran agama. Sehingga dapat dikatakan bahwa tempat suci adalah jantung kehidupan umat Hindu, yang menghubungkan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sekaligus memperkuat ikatan sosial dan budaya antarumat.
Hubungan Catur Marga dengan Tempat Suci
   Tempat suci dalam agama Hindu bukan hanya pusat pemujaan, melainkan juga ruang hidup bagi pengamalan Catur Marga secara nyata. Melalui Bhakti Marga, umat mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan sembahyang, melantunkan kidung, dan mempersembahkan banten di pura, sehingga cinta kasih kepada Tuhan terwujud dalam sikap tulus ikhlas. Melalui Karma Marga, umat melaksanakan ngayah secara sukarela, membersihkan lingkungan pura, menabuh gamelan, menghias pelinggih, atau membantu jalannya upacara, yang semuanya menjadi bentuk kerja tanpa pamrih sebagai yadnya. Melalui Jnana Marga, pura berfungsi sebagai tempat pembelajaran dan pendalaman ajaran agama lewat dharma wacana, dharma tula, dan pasraman, sehingga umat dapat menumbuhkan kebijaksanaan rohani. Sedangkan melalui Raja Marga, pura menjadi ruang yang hening untuk bermeditasi, melakukan yoga, dan semadhi, sehingga umat dapat mengendalikan pikiran serta memusatkan diri pada Tuhan. Dengan demikian, seluruh jalan spiritual dalam Catur Marga menemukan wujud nyatanya di tempat suci, sehingga pura dapat disebut sebagai jantung kehidupan umat Hindu yang menghubungkan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sekaligus memperkuat kebersamaan dan harmoni sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI