Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kalau Mau yang Panas, Bawa Kompor !

30 April 2011   07:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:14 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13041744962104681884

Kata-kata seperti judul tulisan ini di atas yang berbunyi "Kalau Mau Yang Panas, Bawa Kompor !" pasti sudah sering atau pernah pembaca semua dengar dalam pembicaraan. Kata perintah yang kelihatannya ramah karena apalagi kalau ditambahi kata "mas" diakhir kalimatnya tersebut sebenarnya bisa membuat pendengarnya tersinggung khususnya bagi orang yang diperintahnya. Hal tersebut dikarenakan kalimat tersebut bisa dipastikan keluar dari seorang penjual dagangan yang marah kepada pembelinya. Kalimat tersebut penulis angkat sebagai permasalahan dalam tulisan ini karena salah satunya memang penulis sendiri mendengar atau diberi ucapan dengan kata-kata pemancing emosi seperti itu dari seorang pedagang. Waktu kejadiannya tergolong sudah agak lama, yaitu tepatnya pada akhir bulan Desember 2010 yang lalu saat penulis mengadakan perjalanan liburan menuju obyek wisata Puncak Bogor Jawa Barat. Dikarenakan kepadatan lalu lintas saat itu, khususnya jalur yang penulis lalui dari arah Bandung, terjadi kemacetan total yang memaksa penulis berada di dalam mobil sekitar 5 jam lamanya. Di sepanjang jalur menanjak yang hanya bisa membuka tutup jendela mobil sambil menahan rasa lelah dan lapar, penulis beberapa kali membeli makanan-makanan yang dijajakan oleh begitu banyaknya pedagang asongan. Penulis agak heran juga saat itu, karena dari puluhan atau bahkan ratusan pedagang asongan dari segala umur tersebut, mereka menjajakan makanan yang hampir sama, misalnya tahu sumedang dan (ketan goreng) yang manis. Setelah mencoba membeli dan mencicipi makanan tersebut, ternyata semakin ketagihan untuk makan lagi dan lagi. Karena hampir semua dagangan yang dijajakan mirip, maka dalam membeli makanan tersebut dari dalam mobil, penulis memilih untuk membeli kepada pedagang asongan yang penulis pandang kasihan, misalnya pedagang anak-anak yang masih dibawah usia kerja, pedagan yang menderita cacat fisik atau pedagang yang masih membawa banyak dagangannya karena mungkin kurang laku. Banyak diantara mereka atau pedagang asongan itu yang memberi sikap baik dengan sesekali mengeluarkan kata-kata penghibur kepada pengemudi yang terjebak macet sambil tidak lupa mengucapkan kata terimakasih atas dibelinya dagangannya. Tetapi lain halnya sewaktu membeli makanan kepada pedagang yang penulis anggap layak dibeli dagangannya karena dia masih menawarkan banyak dagangan yg dibawanya dan kurang laku menurut penulis. Pada waktu penulis bertanya apakah ada makanan yang hangat ata panas, dia dengan atos-nya menjawab dengan kalimat, "Kalau mau yang panas, bawa kompor mas !" Sepontan seluruh orang yang ada di dalam mobil yang bersama penulis terkejut dan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan kalimat tersebut dari seorang pedagang asongan yang emosi yang langsung pergi meninggalkan penulis tanpa peduli lagi untuk menjual dagangannya, setelah penulis dengan sabarnya menjawabnya dengan sebuah kalimat tak terencana sebelumnya, "Tidak bawa kompor tuh, karena ketinggalan di rumah". Fenomena sikap penjual yang tak ramah seperti itu tidak sempat membuat kaget dan sedih penulis, karena terlalu banyaknya atau seringnya menemui kejadian-kejadian seperti itu. Kata-kata tak ramah penjual-penjual yang ada di Indonesia bisa dicontohkan seperti, "Jadi beli ngak?", "Kalau gak mau ya sudah !", "Baru pertama beli aja nawar terus" dan masih banyak lagi. Kenapa mereka sebagai penjual yang harusnya berlaku ramah kepada pembelinya bisa berkata dan bertindak jahat seperti itu? Jawabannya tidak lain yaitu karena tingkat pendidikan dan budaya cara pandang terhadap konsumen. Tidak selayaknya penjual berkata kasar atau tidak sopan dan menyinggung perasaan pembeli yang justru akan menguntungkan dirinya bila membeli dagangan yang mereka tawarkan. Karena tingkah laku mereka sendirilah yang mengakibatkan dirinya tidak beruntung dan sulit menjual apapun barang yang mereka tawarkan. Tingkatan pendidikan memang berperan banyak membuat penjual sukses dalam melakukan usahanya. Sebagai contoh, sekarang banyak bermunculan mini market yang tersebar di pelosok negeri ini. Hal itu tidak lain yang menyebabkan perkembangan begitu cepatnya adalah cara-cara pengusaha mendidik para karyawannya, khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan para konsumen. Kita bisa rasakan sebegitu nikmat walau tidak sempurna merasakan keramahan dan kepintaran karyawan-karyawan mini market tersebut. Memang para pedagang asongan tersebut diatas dalam melakukan kegiatan bisnisnya banyak yang secara mandiri tanpa ada yang menyuruh atau berhak melarangnya. Tetapi bila diamati dengan baik, sebenarnya ada pihak-pihak tertentu yang langsung atau tak langsung mengkoordinir mereka, contohnya pemasok atau produsen dari dagangan yang mereka asongkan tersebut. Pihak pemerintah pun  khususnya bagian pariwisata sebenarnya berhubungan atau bertanggungjawab terhadap tingkah dan aktifitas mereka. Hal tersebut karena selain mereka mengganggu kelancaran lalu lintas di daerah puncah yang akan semakin menambah semrawut juga karena mereka sebenarnya mencerminkan wajah pariwisata Puncak yang terkenal kesejukannya itu. Jika ada pihak-pihak yang peduli untuk membimbing dan mengarahkan pedagang-pedagan asongan yang tergolong ekonomi lemah dan kurangnya pendidikan tersebut akan menjadikan kedua belah pihak yaitu kehidupan pedagang asongan dan kemajuan pariwisata Puncak semakin baik keadaannya. Misalnya, jika mereka disarankan membawa pamflet pariwisata atau lembaran informasi-informasi mengenai keadaan puncak yang dibagikan kepada para pengemudi yang terjebak kemacetan sambil menawarkan barang dagangannya, kemungkinan besar akan banyak pembeli yang mau membeli karena sikap informatif dan apalagi ditambah dengan kata-kata ramah menghibur konsumen. Bukankah sikap baik dan keramahan kepada pembeli merupakan keharusan yang harus dilakukan untuk bersaing dalam bisnis penjualan barang dan jasa di jaman serba canggih ini? Semboyan "Pembeli Adalah Raja" memang masih ada dan dikenal akan tetapi jika mau tahu, semboyan dari negara barat itu disempurnakan oleh bangsa Jepang sejak dahulu kala menjadi "Pembeli Adalah Dewa". Hal itu berarti pembeli tidak saja dihormati tetapi harus disembah demi terjadinya hubungan baik yang menguntungkan kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli. Dengan adanya kejadian lucu antara penulis dan pedagang asongan di jalan menuju Puncak Bogor tersebut, mulai saat itu pesan anggota keluarga saya bila saya ingin pergi ke Indonesia katanya, "Jangan lupa membawa kompor !". Hehe…gila ! Padahal yang paling penting membawa paspor dari pada kompor ! Salam dari Jepang yang semakin hangat !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun