Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Patrialis Akbar, Anggita, Mall, Hotel, dan Strategi KPK Kuntit Target Operasi

27 Januari 2017   14:08 Diperbarui: 27 Januari 2017   14:12 6211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patrialis Akbar dan Perempuan I Sumber Beritacas.com

Koruptor baru bermana Patrialis Akbar sebenarnya sejak lama disinyalir memiliki kecenderungan korup. Salah satu sikap umum para koruptor adalah kesukaan mereka kepada perempuan, mall, hotel dan tempat parkir. KPK dan Polisi selalu menelisik sepak terjang para calon koruptor lewat keterkaitan dengan perempuan, mall, hotel, dan tempat parkir. Tak terkecuali Patrialis Akbar. Saat ditangkap oleh KPK, Patrialis Akbar tengah bersenang-senang berpesta belanja dengan perempuan Anggita Eka Putri.

Mari kita telaah strategi intelejen ala KPK dan Polri dalam menguntit para koruptor seperti Patrialis Akbar, Damayanti Putranti, Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, Anas Urbaningrum, Aulia Pohan dan lain-lain dengan hati gembira ria riang senang bahagia menari menyanyi berdansa pesta-pora suka-cita menonton penangkapan para koruptor oleh KPK selamanya senantiasa.

Modus para koruptor di Indonesia dalam melakukan korupsi dengan cara cash menjadi trend para pejabat korup. Tujuannya adalah menghindari upaya PPATK dalam mengendus transaksi tak wajar. Modus tradisional penyerahan uang cash alias tunai dilakukan di berbagai tempat yang dirasakan aman. Padahal tempat-tempat favorit kelas atas semuanya ada di bawah  pengawasan ketat intelejen dan bisa menjadi pintu bagi terkuaknya kasus korupsi.

Berbagai kasus korupsi selalu melibatkan pemberian uang cash alias tunai dilakukan di hotel, mall, lapangan golf, rumah makan, restaurant, dan parkiran gedung. Tempat-tempat favorit ini digunakan untuk merencanakan kejahatan para koruptor.

Kawasan Senayan adalah salah satu kawasan paling favorit yang dijadikan tempat menerima suap. Modus yang digunakan adalah menyerahkan uang dengan (1) menukar tas, (2) memberikan uang suap lewat perantara, (3) memberikan amplop di area parkir, (4) menyerahkan dokumen plus uang dengan amplop besar, (5) menyerahkan barang hadiah di dalamnya berupa uang.

Selain kawasan Sudirman-Senayan-Thamrin, kawasan Kuningan dan Pondok Indah serta Kepala Gading dan Taman Anggrek menjadi tempat favorit lainnya para koruptor bergentayangan. Selain kawasan itu daerah Tangerang dan BSD menjadi hub pertemuan favorit pula. Hotel, mall, restaurant dan rumah makan kelas atas menjadi venue terpopuler bagi hang-out dan perencanaan korupsi.

Pihak intelejen pun memiliki mata dan telinga yang tajam dan bahkan tembok pun bisa bernyanyi. Informasi awal pembicaraan dan pertemuan yang tertangkap oleh CCTV di tempat umum seperti hotel, mall, rumah makan, dll menjadi santapan empuk untuk mengusut korupsi.

Kasus Patrialis Akbar dan kasus Akil Mochtar menjadi salah satu contoh betapa cerdasnya Patrialis Akbar dan Akil Mochtar dalam upaya menutupi korupsi mereka. Informasi awal tentang korupsi Patrialis Akbar adalah justru dari Kamaluddin, Basuki Hariman, dan Patrialis Akbar yang bermain golf.

Dari awal bermain golf, KPK merangsek dan menyadap berbagai pembicaraan telepon antara Kamaluddin, Basuki, dan koneksi dengan Patrialis Akbar. Melihat gejala adanya sinyalemen korupsi, hubungan antara Patrialis Akbar dan Kamaluddin, maka KPK pun mengembangkan ke arah lebih dalam lagi yang membuat Patrialis Akbar keluar bakat korupnya: perempuan.

Selepas maghrib hari Rabu, seusai rapat di Mahkamah Konstitusi, semua hakim bubar menuju rumahnya. Namun, komunikasi telepon Patrialis Akbar menunjukkan dirinya di Grand Indonesia – setelah sebelumnya berada di beberapa tempat lainnya seperti kost, dll.

Nah, komunikasi telepon dan signal menunjukkan persis seperti yang dituturkan Basuki dan Kamaluddin yakni Grand Indonesia.

Antara pemindaian lokasi Patrialis Akbar dan Anggita perempuan itu di Grand Indonesia oleh KPK dengan informasi dari Kamaluddin yang lebih dulu ditangkap, maka secara pasti posisi mereka terdeteksi oleh tim IT dan komunikasi KPK. Selesai.

Penangkapan Patrialis Akbar yang berasal dari partai nasionalis PAN dan perempuan bernama Anggita ini sangat mirip dengan pentolan partai agama PKS Luthfi Hasan Ishaaq dan Maharani Sucipto yang ditangkap di hotel Le Meridien. Luthfi Hasan Ishaaq dipantau karena komunikasi segitiga dengan perempuan pelacur Maharani, Ahmad Fathanah, dan Maharani.

Patrialis Akbar pun tertangkap ketika memanfaatkan uang korupsi – dengan struk masih tersertakan untuk penukaran – untuk berbelanja dengan perempuan Anggita sekalian mamanya biar afdhol. Dengan uang korupsi itu pula Patrialis berjanji akan membelikan apartemen mewah seharga lebih dari Rp 2 miliar.

Jadi sesungguhnya para koruptor di Indonesia adalah para manusia yang hidup di alam kemajuan teknologi, namun pada saat yang bersamaan meremehkan kemajuan teknologi. Telepon seluler dianggap sebagai telepon independen di udara yang tak tersentuh.

Padahal, dengan adanya cellular itu maka keberadaan pemegang telepon seluler dengan mudah akan terdeteksi. Sebagai gambaran, kasus tertangkapnya Om Tommy Soeharto di Bintaro pun diawali dengan penggunaan telepon genggam yang digunakan untuk menelepon rekan dekat Om Tommy.

Hakikat telepon adalah alat komunikasi antar individu. Meskipun membuang nomor cellphone setiap menggunakannya, dengan membeli nomor baru sekali pun, tetap saja tujuan yang ditelepon adalah orang-orang yang terkait dengan di penelepon. Hal ini terjadi dalam semua kasus penangkapan penjahat dan juga penangkapan koruptor. Karena koruptor akan menghubungi orang dekat secara berkala. Begitu pun kasus kejahatan lainnya akan dapat dikenali dengan mudah, sepanjang informasi awal valid.

Hal inilah yang menyebabkan DPR dengan dipenuhi rasa ketakutan. DPR pun berencana akan merevisi pasal penyadapan UU KPK agar para koruptor tidak mudah disadap. Padahal penyadapan dan pemindaian adalah alat utama untuk mengawasi dan mencegah korupsi dan menangkap koruptor. Kini revisi UU KPK sedang disingkirkan karena protes rakyat dan media.

Dengan tertangkapnya Patrialis Akbar melalui penyadapan telepon dan komunikasi telepon dengan perempuan Anggita, maka dipastikan DPR akan kembali tahun ini bersemangat mengusik UU KPK. Kenapa? DPR dan DPRD sebagai salah satu lembaga pengirim koruptor terbanyak di Indonesia memiliki kepentingan ketakutan ditangkap KPK.

Pun berbagai penangkapan terhadap pejabat dan anggota DPR/D dan gubernur, bupati, walikota, semuanya melibatkan komunikasi telepon dan penyadapan. Komunikasi silang dan teratur dengan keluarga, rekan, pacar, sahabat, skondan, dan para pencoleng lainnya pun menjadi pintu masuk membongkar korupsi.

Para koruptor cerdas seperti Angelina Sondakh menggunakan kata sandi tertentu seperti apel Washinton untuk mengelabuhi sadapan KPK. Ustadz Ahmad Fathanah dan pentolan partai agama PKS Luthfi Hasan Ishaaq menggunakan istilah pusthun baik untuk perempuan maupun untuk uang. Justru dengan bahasa aneh dan sandi seperti itu kecurigaan makin menebal – dan sekaligus jika menggunakan bahasa biasa juga akan tertangkap juga. Tidak ada cara berkelit dalam komunikasi lewat telepon – baik telepon celluler maupun telepon terpasang di tempat.

Selain itu, titik lemah terlemah dari para koruptor adalah wanita atau pria. Contohnya antara lain Angelina Sondakh yang tergoda lelaki lain selain Adji Massaid. Juga koruptor Ahmad Fathanah, Wawan kakak Andhika calon wagub Banten, Akil Mochtar narkoba dan perempuan, dan Patrialis Akbar yang terseret dan tertangkap KPK juga karena keterkaitan komunikasi dengan perempuan atau laki-laki lain.

Nah, modus menghindari transfer bank dan menggunakan transaksi cash juga dikira aman. Padahal bank juga memberikan tanda tertentu bagi penarikan uang cash dan pemantauan oleh PPATK terkait penarikan tunai menjadi alat untuk mengendus korupsi.

Pun  pemilihan mall, hotel, plaza, restaurant, rumah makan, dan bahkan parkiran gedung menjadi tempat favorit transaksi korupsi penyerahan uang cash adalah jebakan empuk bagi penangkapan mereka. Apalagi semua tempat itu ada CCTV-nya dan ingat sebagian besar kepala keamanan gedung adalah para purnawirawan TNI dan Polri. Dengan demikian gerak-gerik mereka akan terpantau dengan mudah. Mau lari ke mana? Kost-an? Seperti tempat tinggal Anggita? Atau ke hotel kelas Melati yang salah-salah lebih celaka lagi bisa-bisa dirampok dan dibunuh preman kelas teri jika tahu ada uang miliaran rupiah?

Catatan: Tiga peringatan dan saran untuk para calon koruptor, (1) jangan menggunakan handphone sama sekali dan (2) jangan ngajak-ajak perempuan seperti Patrialis Akbar dan Luthfi Hasan Ishaaq dan Akil Mochtar, dan (3) jangan gunakan tempat umum untuk transaksi korupsi. Trus di mana? Di kuburan saja.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun