Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ziarah ke Kudus, Demak, Renungi Akulturasi dan Keindahan Islam

28 Juni 2015   13:09 Diperbarui: 28 Juni 2015   13:09 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Demak | Dok. Pribadi

Sisa-sisa kebesaran akulturasi berbagai budaya dan agama dilestarikan dengan sangat baik. Untuk merayu pengikut baru Hindu-Buddha dalam agama baru Islam, maka para Walisongo secara strategis melegendakan tradisi lama ke dalam Islam. Kebiasaan tabur bunga dan pembangunan candi – dalam bentuk kecil pusara – Hindu-Buddha dipertahankan. Maka dapat kita lihat makam para Walisongo dan kerabatnya dibuat tinggi dan besar. (Ajaran Islam Wahabi Arab tak memberikan tempat bagi kuburan dibangun permanen. Bahkan makam-makam Raja Arab Saudi tak dibangun dan hanya ditandai batu tanpa ukiran nama.)

Bahkan kebiasaan Hindu menghias kubur dan menabur bunga di pusara menjadi tradisi sampai sekarang di semua kalangan agama. Terlebih lagi, di semua kuburan Walisongo ajaran menyulut kemenyan, sesaji dan persembahan uang tetap lestari.

Tabur bunga | Dok. Pribadi

Maka bangunan Menara Kudus merupakan simbol keberhasilan akulturasi budaya-politik-agama yang sukses. Bentuk Menara Kudus yang terpengaruh Hindu sangat menarik. Bahkan di dalam masjid Al- Aqso bangunan asli seperti candi bentar tetap dipertahankan. Strategi mengajarkan Islam tanpa kekerasan dan pendekatan garis keras terbukti sukses.

Yang terjadi adalah akulturasi budaya-agama yang sukses. Tradisi wayang berbasis Mahabarata dan Ramayana dihidupkan dalam wayang. Kesenian budaya oral Jawa dipertahankan dengan ajaran Islam dimasukkan di dalamnya. Maka muncullah Dandang Gula, Mocopat yang isinya adalah pengajaran agama Islam yang mengambil akar budaya Hindu sebagai starting point.

Kudus, Rembang, Pati, Demak, Kadilangu adalah kota-kota yang tradisi budaya mereka berhasil dipertahankan. Kota-kota itu merupakan percontohan sejarah penyebaran agama dan akulturasi etnik yang sukses: Majapahit yang Hindu, Tionghoa yang Islam, Tionghoa Konghucu Arab yang Islam, dan Jawa yang animis bersatu mendirikan Kerajaan Demak dengan Raja I Keturunan Tionghoa-Majapahit, Raden Patah.

Hadiah dari Politikus Pakubowono I kepada Walisongo | Dok. Pribadi

Sampai kini kota-kota itu menjadi simbol kehidupan berbagai agama. Konghucu, Islam, Buddha, Kristen, Katolik dan Hindu masih hidup di sana. Islam yang dominan bersanding dengan berbagai agama minoritas tanpa konflik. Semua itu dibangun dengan strategi akulturasi budaya, etnik, dan agama yang sempurna oleh para Walisongo dan pendahulu mereka.

Daftar Nama Walisongo | Dok. Pribadi

Mereka meletakkan dasar Islam Nusantara yang damai, indah dan menghargai kemanusiaan. Berikut foto-foto jejak akulturasi budaya, agama, dan masyarakat di Kudus, Demak, dan Kadilangu masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun