Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rendezvous

27 Agustus 2023   15:23 Diperbarui: 27 Agustus 2023   15:50 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Virna terperangkap dalam masalah yang sama dengan orang yang sama adalah hal yang paling mengesalkan. Betapa tidak, dirinya harus menciptakan kesabaran yang segunung agar tidak mengumbar amarah yang selama ini dipendamnya dalam lubuk hatinya.

Langit masih menggantung jingga ketika Aina menjumpainya sore tadi. Ia datang  sambil berurai air mata, bertelanjang kaki, dan tak berhijab.  Entah apa yang ingin Virna katakan karena dia sudah tahu penyebabnya. Namun seperti senja yang menjadi takdir di penghujung hari, kedatangan Aina juga menjadi takdir bagi Virna. Aina datang ke rumah Virna, berkali-kali, menjumpai takdirnya di antara temaram langit jingga yang entah kapan akan diakhirinya.

"Kali ini apa lagi, Ai?" sambut Virna pelan seraya menutup pintu karena azan maghrib sudah terdengar. Aina tak menjawab. Dia langsung mencurahkan tangisnya sambil memeluk bantal sofa kesayangan Virna.

"Aku tinggal salat dulu, ya. Ayo kita berjamaah." Virna mengajak Aina salat agar sahabatnya itu bisa tenang hatinya. Aina menggelengkan kepala sambil menyilangkan kedua jari telunjuknya.

Virna sengaja berlama- lama di kamar. Dia lelah sebenarnya setiap hari harus mendengarkan curhatan sahabatnya yang selalu itu- itu saja. Curhat tentang kekasihnya yang tak setia dan mendua. Aina tak tahu jika saat ini Virna juga sedang menata hatinya yang terluka sejak satu tahun lalu.


Virna pun ingin membahas perasaannya yang tak pernah bertepi dan kerinduan yang selalu merasuk ke mimpi. Kerinduan kepada seseorang yang sudah dua tahun ini selalu bersemayam di hatinya dan tiba- tiba harus tercabut dengan paksa. Sakit yang tak tertahankan.

Virna masih ingat saat senja yang mulai meredup itu, dia menunggu kehadiran Arya. Udara dingin senja memaksa dia menggunakan sweater coklat hadiah dari kekasihnya.

Sudah satu bulan ini laki- laki yang dicintainya tak menemuinya. Waktu berlalu terasa begitu lambat serasa menyayat. Apalagi yang Virna kerjakan selain memandang mentari yang pelan- pelan terbenam seraya sesekali memandang telepon genggam dan memastikan tak ada pesan dari Arya. Tak lama Arya datang dengan wajah datar dan tak menggambarkan kerinduan. Senyumnya yang selalu membuat hati Virna berdebar keras pun tak tampak.

"Apa kabar?" tanya Virna mendahului percakapan.

 Arya duduk di seberang meja. Laki- laki yang selama ini menjadi mimpi Virna tidak hanya jiwa dan raganya, tetapi juga mimpi tentang masa depan yang indah. Angan yang melambung jika mereka kelak akan menjadi pasangan setia yang menggoda semesta dengan kebersamaan mereka menyambut senja dalam kasih bahagia. Mereka akan membuat iri semesta dengan sikap mesra mereka, saling berpegang tangan, atau jerit manja yang keluar dari bibirnya saat rambut perak itu menghiasi kepala mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun