Pagi ini aku berangkat lebih awal ke sekolah. Rencananya aku akan menjemput Hani untuk berangkat ke sekolah bersama- sama. Kemarin aku dan Hani sudah janjian untuk pergi ke sekolah bersama-sama. Aku juga akan mengucapkan terima kasih kepada bu Rena karena sudah memberikan kue yang sangat lezat kemarin.
Aku memang sudah menganggap Hani sebagai adikku. Maklum aku anak bungsu dan ingin mempunyai adik. Jadilah Hani aku anggap adikku. Aku juga dekat dengan bu Rena dan pak Haikal. Pak Haikal memiliki peternakan sapi yang cukup besar dan puluhan hektar sawah. Mereka terkenal sebagai keluarga yang terpandang dan dermawan. Hani adalah anak pertamanya.
Karakter Hani mirip kedua orang tuanya yang baik hati dan ringan tangan, dan dermawan. Kebaikan mereka itulah yang menyebabkan penduduk desa ini sangat hormat dan sayang kepada mereka.
Sebenarnya pak Haikal didaulat untuk menjadi kepala desa Bukit Randu namun pak Haikal selalu menolak. Bagi pak Haikal memiliki kekuasaan bukanlah impian dan tujuan hidupnya. Dia  bahagia bila keberadaannya di sini bisa memberikan manfaat buat orang banyak.
Saat aku tiba di depan gerbang rumah Hani, terlihat banyak orang yang berkumpul di depan rumah Hani dan ada beberapa orang juga sedang mengeluarkan kursi dan meja ke teras.
Aku segera turun dari motor dan segera memarkirkannya. Dengan cepat aku menuju rumah Hani dengan perasaan cemas.
"Hm...maaf bu. Ini ada apa ya?" tanyaku pada seorang ibu yang berpapasan denganku.
"Neng Hani, Bu Aina. Dia sudah pergi," ujar ibu itu singkat.
"Hani...pergi? Maksudnya?" tanyaku mencecar ibu itu.
"Hani meninggal dunia, Bu," jawab si ibu.
"Apa? Hani....tidak mungkin?" ujarku sambil berlari menuju rumah Hani.