"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif."
   Rupanya Hp Andin tidak dinyalakan. Aku merasa penasaran dan kubuka nomor tante Indah. Jawaban yang sama aku terima. Aku semakin bingung ada apa sebenarnya dengan Andin. Ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Andin dan mamanya.
   Aku berlari ke ruang guru untuk mencari bu Ina. Beliau pasti tahu apa yang terjadi dengan Andin. Aku menghampiri meja bu Ina yang sedang bercakap-cakap dengan pak Ikhsan. Bu Ina menghentikan obrolannya saat melihatku mendekatinya.
   "Ada apa, Arjuna?" tanya bu Ina singkat.
   "Maaf, Bu. Saya ingin bicara pribadi dengan ibu," ujarku ragu-ragu sambal memandang pak Ikhsan yang memperhatikanku.
   "Oke, bapak menyingkir deh,Juna. Kamu mau membicarakan sesuatu yang penting kan? Ayo...tentang......" pak Ikhsan menggodaku sambil senyum-senyum. Kemudian dia keluar ruang guru. Aku cuma senyum menahan malu.
   "Ada apa,Juna? Tanya bu Ina setelah aku duduk di sampingnya,"Tampaknya ada yang penting."
   "Andin izin hari ini, Bu selama dua minggu lagi. Mungkin ibu tahu alasan sebenarnya Andin tidak masuk selama itu," ujarku ragu-ragu. Ku lihat bu Ina tersenyum memandangku,
   "Mama Andin meminta izin untuk membawa Andin ke Singapura. Katanya mau berobat," ujar bu Ina,"Memang Andin tidak mengatakan itu kepadamu? Kan kamu sahabatnya?"
   Aku hanya menggelengkan kepalanya. Benar kata bu Ina, aneh rasanya Andin tak bercerita tentang perjalanannya ke Singapura. Biasanya hal sekecil apa pun dia selalu mengatakan kepadaku, apalagi ini rencana perjalanan ke luar negeri, Dia selalu heboh bila bercerita tentang apa pun kecuali tentang penyakitnya.
   Sehari ini aku tak bergairah untuk mengikuti pelajaran. Pikiranku hanya tertuju pada Andin. Sepulang sekolah aku harus datang ke rumahnya. Aku tidak mau digayuti pertanyaan-pertanyaan tentang sikapnya dan keadaannya. Sebagai sahabat, aku merasa khawatir dengan keadaannya terlebih lagi saat hari terakhir kemarin Andin terlihat lesu dan pucat.