Mohon tunggu...
Deni Purnomo
Deni Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Abal-abal

Seorang pekerja yang berusaha menjadi mahasiswa disalah satu Universitas swasta di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

NKRI, Belum Sesuai dengan Pandangan Ulama?

11 Agustus 2019   12:46 Diperbarui: 12 Agustus 2019   08:42 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Toko Muslim

Ulama, kalau mendengar kata tersebut apa yang terpikir? Seseorang yang mengerti agama, atau kalau di kampung biasanya guru yang mengajar mengaji anak-anak dan para pemimpin tahlil serta syukuran.

Memang tidak salah. Di dalam KBBI pun ulama diartikan sebagai orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama islam. Kemudian definisi ulama sendiri ada pula dalam Al Quran Surat Fathir ayat 28, bisa diperiksa di Al Quran masing-masing, yang kemudian diperjelas kembali oleh ulama tafsir Al-Qasimi yang dikutip penulis dari laman NU Online tentang siapa ulama yang dimaksud pada surat tersebut dalam Tafsirul Qosimi atau Mahasinut Ta'wil juz XIV, halaman 4983. Syekh M Jamaluddin Al-Qosimi kembali melengkapi penjelasannya yang dikutinya dari Al Qasyani, bahwasanya, ulama yang disetujui pada ayat tersebut adalah ulama yang sampai pada derajat makrifatullah. Nah, jika ditinjau dari makna dan artinya, maka ulama adalah orang yang patut kita ikuti tindak-tanduknya. Karena apa yang dilakukan seorang ulama pasti sesuai syariat agama.

Dalam hal tersebut kita perlu meninjau kembali, bukan hanya asal ikut dan ngintil saja. Karena zaman sekarang tidak sesimpel zaman dulu, seperti dipedesaan, siapapun yang paham agama ya itu yang diikuti. Kalau zaman sekarang perlu ada pertanyaan dahulu, ulama yang bagaimana yang benar-benar keilmuannya dan membawa perdamaian? 

Pada zaman Bung Karno, ulama adalah seorang menjadi tempat meminta arahan dan petunjuk tentang suatu keputusan yang belum jelas atau masih samar kedudukannya. Bahkan, sebagian lagi ada yang ikut terjun juga ke dalam dunia politik.

Jika kita berbicara ulama, maka kita juga akan berbicara negara. Kenapa? Kalau kalian membaca sejarah, negara Indonesia ada adalah berkat gotong royong para politikus, ulama, dan masyrarakat lainnya, tidak memandang apa agama mereka? apa suku dan dari daerah mana mereka berasal?

Ada 4 pilar kebangsaan NKRI, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. 4 pilar tersebut telah melalui filterisasi para cendikiawan dan tentunya para ulama. Agar sesuai dan diterima oleh masyrakat pada zaman itu. Di mana asas persatuan ada di dalam keempatnya.

Penulis jadi ingat, baru-baru ini ada sebuah istilah yang tengah viral di jagad dunia maya, yaitu NKRI Bersyariah yang digaungkan oleh sekelompok yang melebeli diri sebagai forum perkumpulan ulama.

Pada Ijtimanya yang ke IV mereka menghasilkan 8 poin yang dibacakan di depan media. Poin tersebut yaitu:

1. Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.

2. Menolak putusan hukum yang tidak sesuai prinsip keadilan.

3. Mengajak umat berjuang dan memperjuangankan:

3.1. Penegakan hukum terhadap penodaan agama, sesuai amanat undang-undang.

3.2. Mencegah bangkitnya ideologi marksisme, komunisme dalam bentuk apapun.

3.3. Menolak segala perwujudan kapitalisme dan liberalism seperti penjualan aset negara kepada asing maupun aseng.

3.4. Pembentukan tim investigasi tragedy pemilu 2019.

3.5.  Menghentikan agenda pembubaran ormas islam dan stop kriminalisasi ulama. Serta memulangkan Habib Rizieq Shihab tanpa syarat apapun.

3.6. Mewujudkan NKRI yang bersyariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi.

4. Perlunya ijtima ulama dilembagakan sebagi wadah musyawarah antara habaib dan ulama serta tokoh untuk terus menjaga kemaslahatan agama, bangsa, dan negara.

5. Perlunya dibangun kerja sama antara ormas islam dan politik.

6. Menyerukan kepada segenap umat islam untuk mengonversi simpanan dalam bentuk logam mulia.

7. Membangun sistem kaderisasi sebagai upaya melahirkan generasi islam yang tangguh dan berkualitas.

8. Memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan msalah subtansial tentang perempuan, anak, dan keluarga melalui berbagai kebijkan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya.

Silakan pembaca simak dan cerna sendiri. Berikan pendapat di kolom komentar jika ada.

Penulis hanya akan menandai poin 3.6, jikalau mereka menetapkan poin tersebut sebagai bentuk kritik dan usulan terhadap NKRI dan 4 pilarnya, maka secara tidak langsung atau tidak terang-terangan mereka mengatakan bahwa tersebut adalah tidak sesuai syariat. Apa yang mereka inginkan adalah sebuah negara dengan konstitusi, konvensi, dan tatanan hukum secara keselurahan yang berpedoman pada kitab suci umat islam?

Ingat, jas merah jangan ditanggalkan untuk memahami hal tersebut. Kita perlu mengetahui kebenaran terlebih dahulu, bagaiaman negara ini dibentuk? Bagaimana pilar negara ini disepakati? Serta siapa saja yang berjasa dan darah umat beragama mana saja yang tumpah dan terserap tanah negara ini?

Seperti yang pernah dikatakan oleh ketua PBNU, Marsudi Syuhud, bahwa Pancasila saja sudah sesuai Syariah dan final. Telah disepakati oleh ulama-ulama terdahulu.  Salah satunya adalah KH. Wahid Hasyim.

Jadi, untuk kalian (para pembaca yang setuju dengan NKRI Bersyariah) ada baiknya kalian kaji kembali 5 poin Pancasila dan serta pilar lain dari negara kita, Indonesia. Pengkajian tersebut juga harus berdasarkan pemahaman dan pengetahuan tentang sejarah terbangun kokohnya negara ini.

Mengutip ceramah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bahwa ulama itu memikirkan bangsa dan negaranya, bukan kepentingan kelompoknya. Jadi kita tidak perlu bingung ketika ditanya orang, kenapa kok tidak mendirikan negara Islam? Jawabannya mudah, yaitu tidak wajib hukumnya. Membuat ya bagus, tidak membuat ya sudah. Lah, Indonesia enaknya tidak buat, lah kenapa? Karena banyak macamnya, ada kristen, ada katolik, ada buddha, ada hindu, dan ada konghucu. Nah, itu alasan mendirikan negara, karena kita mempertahankan keragaman, atau kebhinekaan.

Wallahu A'lam!

Menciptakan pandangan dan menyampaikannya sangat dipersilakan, asal tidak melebihi norma, etika, dan hukum berpendapat saja. Namun, untuk agama, lakum diinukum waliiyadiin,  untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku. Tetapi untuk bernegara, Bhinneka Tunggal Ika sudah final.

Semoga asas persatuan tetap tumbuh dan berkambang dalam NKRI, sehingga buah kebhinekaan bisa manis terasakan.

Salam literasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun