Dalam dunia manajemen mutu, ada sejumlah tokoh yang telah memberikan kontribusi berharga dalam mengembangkan teori dan praktik yang kita kenal hari ini. Salah satu sosok yang pantas dikenang adalah Yoji Akao, seorang ahli manajemen asal Jepang yang memiliki peran penting dalam membentuk paradigma manajemen mutu modern. Melalui konsep-konsep revolusionernya, Akao tidak hanya merubah cara pandang terhadap manajemen mutu, tetapi juga membantu perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih tinggi.Â
Dalam artikel ini, kita akan mengenali sosok Yoji Akao dengan lebih mendalam, mengulas latar belakangnya, perjalanan karirnya, serta kontribusinya yang berharga dalam dunia manajemen mutu. Simak, yuk.
Latar Belakang Yoji Akao
Yoji Akao lahir pada tanggal 15 Mei 1928, di Prefektur Hyogo, Jepang. Pendidikan formalnya dimulai di Universitas Teknologi Tokyo, di mana ia mendapatkan gelar sarjana teknik mesin pada tahun 1951. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, Akao terus mengejar pendidikan lanjutan di bidang teknik, memperoleh gelar magister dalam ilmu teknik dari Universitas Nihon pada tahun 1960.Â
Perjalanan karirnya dimulai di Mitsubishi Heavy Industries, salah satu perusahaan terkemuka di Jepang, di mana ia terlibat dalam pengembangan dan perancangan produk. Selama bekerja di Mitsubishi, Akao mulai memperhatikan pentingnya manajemen mutu dalam memastikan keberhasilan produk dan kepuasan pelanggan. Ketertarikannya terhadap manajemen mutu terus berkembang, dan ia memutuskan untuk mengejar pengetahuan lebih lanjut dalam bidang ini.Â
Pada tahun 1960-an, Akao melakukan perjalanan ke Amerika Serikat untuk belajar langsung dari para ahli manajemen mutu terkemuka, termasuk W. Edwards Deming. Pengalaman ini membuka wawasannya terhadap konsep-konsep baru dalam manajemen mutu yang belum banyak dikenal di Jepang pada saat itu.
Kontribusi Dalam Manajemen Mutu
Yoji Akao dikenal atas kontribusinya melalui dua kontribusi utamanya: Quality Function Deployment (QFD) dan Hoshin Kanri. Kontribusinya terhadap praktik manajemen mutu tidak hanya berdampak di Jepang, tetapi juga diakui secara global, memperkuat posisinya sebagai salah satu pionir dalam bidang ini. Meskipun telah tiada, warisannya terus mempengaruhi dan menginspirasi praktisi manajemen mutu di seluruh dunia.
Pengembangan Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) adalah suatu metode yang dikembangkan oleh Yoji Akao pada tahun 1966. Konsep ini bertujuan untuk menghubungkan kebutuhan pelanggan dengan atribut-atribut teknis dalam desain produk atau layanan dengan cara yang sistematis dan terukur. Proses QFD dimulai dengan pengumpulan informasi tentang kebutuhan dan preferensi pelanggan melalui berbagai teknik seperti wawancara, survei, dan analisis pasar. Informasi ini kemudian diubah menjadi "Matriks House of Quality" yang menampilkan hubungan antara kebutuhan pelanggan dan karakteristik produk.
Matriks House of Quality ini menjadi dasar bagi tim pengembangan produk untuk menetapkan prioritas fitur-fitur yang akan diimplementasikan dalam desain produk. Tim kemudian bekerja sama untuk menghasilkan solusi desain yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, dengan memperhitungkan berbagai aspek seperti kinerja produk, biaya, dan keandalan. Selama proses ini, QFD mendorong kolaborasi antara berbagai fungsi dalam organisasi, seperti pemasaran, desain, teknik, dan produksi, untuk memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan dipenuhi dengan tepat.
Salah satu keunggulan utama QFD adalah kemampuannya untuk mengurangi risiko kegagalan produk atau layanan dengan memastikan bahwa setiap langkah dalam proses pengembangan didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang kebutuhan pelanggan. Dengan menggunakan QFD, perusahaan dapat menghasilkan produk atau layanan yang lebih sesuai dengan harapan pelanggan, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan memperoleh keunggulan kompetitif di pasar.
Konsep Hoshin Kanri
Hoshin Kanri adalah metode manajemen yang dikembangkan oleh Professor Yoji Akao di Jepang pada tahun 1950-an. Konsep Hoshin Kanri berasal dari kata-kata Jepang "Hoshin" yang berarti "direction" atau "compass needle," dan "Kanri" yang berarti "control" atau "management." Jadi secara harfiah Honsin Kanrin berarti "perencana kebijakan arah". Konsep ini dirancang untuk membantu organisasi merumuskan dan menerapkan strategi jangka panjang mereka dengan efektif. Pusat dari Hoshin Kanri adalah penetapan sasaran jangka panjang yang ambisius, visi, dan arah yang jelas yang diinginkan oleh organisasi. Sasaran ini kemudian dipetakan ke seluruh organisasi, dari tingkat manajemen puncak hingga tingkat operasional, sehingga setiap bagian dari organisasi memiliki pemahaman yang jelas tentang tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu aspek penting dari Hoshin Kanri adalah penerapan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) atau siklus perbaikan terus-menerus. Ini berarti bahwa setelah inisiatif strategis dilaksanakan, organisasi terus melakukan evaluasi untuk menilai hasilnya, mengidentifikasi peluang perbaikan, dan mengadaptasi strategi mereka sesuai kebutuhan. Dengan demikian, Hoshin Kanri tidak hanya tentang merumuskan strategi, tetapi juga tentang menjalankan siklus pembelajaran yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja organisasi seiring waktu. Konsep ini telah terbukti efektif dalam membantu organisasi mencapai visi mereka dengan cara yang terkoordinasi dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H