Mohon tunggu...
Ni Made Sri Andani
Ni Made Sri Andani Mohon Tunggu... Marketing Consultant dengan 34 tahun pengalaman lintas Industri

Dokter hewan dengan hobby gardening, menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Seni

"Pojok TIM" Terbit dalam Media Cetak, Kok Bisa Ya?

21 Agustus 2025   22:25 Diperbarui: 21 Agustus 2025   22:25 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edisi perdana majalah Pojok TIM. Foto: NMSAndani

Tadi sore saya menghadiri launching majalah Pojok TIM edisi perdana di Galeri Buku Bengkel Deklamasi, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta.  Jujur, saya sempat kaget juga. Soalnya, sejak awal saya tahu Pojok TIM ini hadir dalam bentuk media digital. Website yang rajin meliput aktivitas seniman, terutama dunia sastra, di TIM. Eh, kok sekarang malah "balik arah" ke media cetak? Padahal, seperti kita tahu, banyak media cetak justru tumbang karena terlambat beralih ke digital.

Rasa penasaran itu bikin saya betah menyimak penjelasan para narasumber di acara ini.

Dari pengantar redaksi, terjawab sudah: tujuan majalah cetak ini adalah supaya berita dan pemikiran yang dimuat di Pojok TIM nggak serta-merta hilang kalau website bermasalah. Nanang Suprihatin, yang jadi moderator, juga menekankan hal yang sama.

Sementara itu, Yon Bayu Wahyono, pemimpin redaksi Pojok TIM, menambahkan fakta menarik: selama ini liputan Pojok TIM tidak pernah memungut bayaran. Padahal, media digital butuh biaya rutin, minimal untuk hosting dan domain. Sementara pemasukan iklan digital sangatlah kecil. Jadi berat juga. Kalau dicetak, meski ada biaya produksi, setidaknya bisa ditutup lewat target penjualan. Bahkan, kalau melebihi target, bisa juga menghasilkan profit. Oke, masuk akal.

Yang lebih seru lagi, Riri Satria menyampaikan soal paradoks zaman sekarang. Contohnya ni,  teknologi memang bikin komunikasi semakin mudah, tapi justru interaksi fisik kita makin renggang. Contoh lain,  masyarakat jadi semakin hi-tech, tapi di sisi lain haus akan hi-touch, sentuhan humanis. Bisa jadi, hadirnya Pojok TIM versi cetak ini adalah jawaban kecil untuk kebutuhan itu.

Selain soal "kenapa cetak?", ada juga diskusi menarik tentang konten, desain font, sampai cara melibatkan generasi muda demi keberlanjutan majalah ini. Saya melihat banyak masukan bagus yang bisa membuat majalah ini bertahan lama.

Secara pribadi, saya senang sekali dengan terbitnya Pojok TIM dalam bentuk majalah cetak. Menurut saya, kuncinya agar majalah ini menarik, terutama untuk generasi muda, adalah relevansi dan manfaat konten. Mau cetak atau digital, kalau isinya relevan dan bermanfaat, orang pasti senang membaca, bahkan rela merogoh kocek untuk mendapatkannya. 

Peluncuran majalah Pojok TIM di Galeri Buku  Bengkel Deklamasi Taman Ismail Marzuki 21 September 2025. Foto NMSAndani.
Peluncuran majalah Pojok TIM di Galeri Buku  Bengkel Deklamasi Taman Ismail Marzuki 21 September 2025. Foto NMSAndani.

Sebagai informasi inilah beberapa nama dibalik majalah Pojok TIM ini. 

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi: Yon Bayu Wahyono

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun