Mohon tunggu...
Niluh Amelia Firnanda
Niluh Amelia Firnanda Mohon Tunggu... Mahasiswa s2 Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Aku suka menulis suka berwirausaha dan suka menuangkan pikiranku dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mentalitas Generasi Sekarang: Antara Kritis, Berani, dan Kurang Ajar

17 Oktober 2025   07:51 Diperbarui: 17 Oktober 2025   07:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dunia pendidikan hari ini sedang mengalami pergeseran besar. Dulu, siswa dikenal sangat menghormati guru bahkan sekadar menatap langsung pun dianggap tidak sopan. Kini, situasinya berbalik. Banyak siswa berani mengkritik, menegur, bahkan melaporkan gurunya sendiri. Perubahan ini tentu memunculkan pertanyaan: apakah generasi sekarang lebih kritis, lebih berani, atau justru mulai kehilangan rasa hormat?

 Dampak Dunia Digital terhadap Cara Berpikir Siswa
Kehadiran teknologi dan media sosial telah mengubah pola pikir generasi muda. Mereka tumbuh dalam dunia yang menuntut keterbukaan dan kebebasan berpendapat. Dari kecil, mereka terbiasa melihat orang menyampaikan opini di internet, sehingga menganggap berbicara blak-blakan adalah hal biasa.
Namun, di balik keberanian itu, sering kali muncul sikap yang kurang terkontrol. Kritik disampaikan tanpa empati, komentar diucapkan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Inilah yang membedakan antara kritis yang cerdas dan berani yang gegabah. Keberanian memang penting, tetapi jika tidak dibarengi adab dan etika, hasilnya bisa melukai.

 Kritis Itu Perlu, Tapi Harus Punya Batas
Dalam sistem pendidikan modern, siswa memang didorong untuk berpikir kritis. Mereka tidak lagi hanya menerima perintah, tetapi diajak memahami alasan di baliknya. Sayangnya, sebagian siswa salah menafsirkan makna "kritis". Mereka mengira bahwa mempertanyakan guru berarti melawan, padahal seharusnya dilakukan dengan cara yang santun dan membangun.
Melapor guru tanpa upaya dialog, atau mengunggah masalah sekolah ke media sosial, bukanlah bentuk keberanian, melainkan reaksi emosional. Berani menyuarakan pendapat boleh, tapi berani menghormati orang lain jauh lebih berharga.

 Dulu Hormat Karena Takut, Sekarang Tak Hormat Karena Merasa Setara
Pada masa lalu, guru sering dianggap figur yang tak bisa diganggu gugat. Apa pun yang disampaikan, harus diterima tanpa protes. Kini, generasi muda merasa lebih setara. Mereka menganggap hubungan dengan guru seperti teman. Dalam hal tertentu, ini tanda kemajuan: pendidikan semakin terbuka, komunikasi lebih mudah.
Namun, jika rasa hormat hilang sepenuhnya, hubungan itu menjadi datar. Tidak ada lagi batas antara menghargai dan menyepelekan. Padahal, rasa hormat tidak lahir dari ketakutan, melainkan dari kesadaran bahwa ilmu membutuhkan sikap rendah hati.

 Peran Guru dan Orang Tua dalam Menjaga Keseimbangan
Fenomena ini tidak sepenuhnya salah siswa. Orang tua dan guru juga memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter. Pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan nilai.
Guru perlu menjadi teladan dalam bersikap, bukan hanya mengajar. Sementara orang tua harus menanamkan sejak dini bahwa kebebasan berpendapat harus disertai tanggung jawab. Anak boleh berani berbicara, tapi harus tahu kapan dan bagaimana caranya.

 Menjaga Garis Tipis antara Berani dan Kurang Ajar
Setiap generasi memiliki tantangan dan ciri khasnya. Generasi sekarang bukan generasi yang rusak, hanya berbeda cara berpikirnya. Mereka punya potensi luar biasa: cerdas, kritis, dan berani mengemukakan gagasan. Tetapi agar potensi itu bermanfaat, mereka harus belajar membedakan antara menyampaikan pendapat dan menyalahkan orang lain.
Di dunia yang serba cepat ini, kita tidak perlu kembali ke masa ketika guru selalu benar, tetapi juga jangan sampai masuk ke masa ketika guru tidak lagi dihormati. Keseimbangan itulah yang perlu dijaga.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar mencari siapa yang benar, tapi bagaimana menjadi manusia yang beradab.Dan di antara berani dan kurang ajar, selalu ada garis tipis bernama rasa hormat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun