Mohon tunggu...
Nikolas Anova
Nikolas Anova Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa jurusan Statistika asal : Ponorogo, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Data Statistik tidak Mungkin 100% Benar

25 Desember 2011   21:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era demokrasi seperti ini, berbagai data statistik banyak bertebaran dimana-mana. Berbagai lembaga sepertinya berlomba-lomba untuk menghasilkan data statistik. Hampir semua bidang kehidupan sepertinya juga sudah terjangkit. Bidang-bidang seperti ekonomi, pendidikan, kependudukan, biologi, sosial, dll, telah banyak dilengkapi dengan data statistik. Semakin dipertegas dengan munculnya ilmu-ilmu baru hasil penggabungan antara suatu ilmu dengan statistik. Contohnya sosiometric yang merupakan hasil peleburan ilmu sosial dengan statistik, ada lagi econometric hasil penggabungan ekonomi dengan statistik,tidak ketinggalan biometric (biologi dan statistik), dan masih banyak lagi.

Kenapa data statistik benar-benar sudah menjamur pada berbagai bidang? Itu disebabkan karena manfaat data statistik yang luar biasa. Data statistik merupakan dasar pengambilan keputusan yang sangat baik. Misalkan, penggunaan data statistik jumlah penduduk Indonesia untuk mendasari penentuan target berapa ton beras yang harus dihasilkan dalam satu tahun ini. Selain itu, ada data statistik jumlah penduduk miskin yang sangat berguna untuk mendasari pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Selain itu, data statistik juga mampu berperan sebagai alat pengevaluasi yang ampuh. Misal, data statistik mengenai pertumbuhan jumlah penduduk umur 0-4 dan 5-9 tahun, mampu mengevaluasi keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Hanya karena data statistik, program KB dipaksa mereformasi diri untuk menjadi lebih baik. Peran data statistik sebagai dasar dan alat pengevaluasi memang sungguh super sekali.

Melihat bagaimana berguna dan pentingnya data statistik, banyak pihak berharap data statistik memang benar-benar sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Data statistik diharapkan menjadi pemotret keadaan real, bukan pelukis yang cenderung subyektif. Data statistik diharuskan apa adanya tanpa rekayasa. Ekspektasi tinggi masyarakat yang mengharapkan data statistik memang benar apa adanya atau 100% benar. Hal itulah yang menyebabkan data statistik sering dijadikan kambing hitam apabila suatu hal (misal program pemerintah) tidak tepat sasaran. Apabila kasusnya seperti itu, data statistik sering dianggap kurang mampu mencerminkan kondisi real.

Data statistik harus diakui tidak akan mampu memenuhi ekspektasi masyarakat 100% benar atau dengan sempurna menggambarkan kondisi real. Kenapa bisa begitu? Mari kita telaah apa sih pengertian dari data statistik, yaitu data yang diperoleh lewat survey dan hanya sebagian obyek saja yang diteliti. Misal survey untuk mengetahui jumlah penduduk miskin, tidak semua penduduk Indonesia dicacah, tetapi hanya sebagian saja lalu dicari berapa yang tergolong miskin, dan hasil itu digunakan untuk memperkirakan proporsi jumlah penduduk miskin Indonesia. Selalu ada kesalahan bila memakai cara itu dan tidak dapat dielakkan lagi.

Statistik “hanya” selalu berusaha mendekatkan perkiraannya dengan nilai sesungguhnya. Selalu berjuang agar error berada pada posisi minimum. Bagaimana itu dapat dilakukan? Hal itu dilakukan salah satu terutamanya pada cara pemilihan sampel yang mampu mewakili kenyataan. Ilmu peluang juga digunakan sebagai senjata ampuh untuk memperkirakan data keseluruhan. Kesalahan yang masih ditolerir dalam data statistik antara lain sebesar1% atau 5% untuk ilmu eksak dan pengetahuan alam, 10% atau 15% untuk ilmu sosial.

Sebenarnya bisa saja 100% benar, apabila tiap unit obyek dicacah (asumsi tidak ada kesalahan teknis), sehingga kesalahan dalam yang berasal dari pemilihan sampel tidak ada. Tetapi cara mencari data seperti itu memerlukan waktu lama, serta tenaga, dan biaya yang sangat besar. Contohnya sensus penduduk, pertanian, dan ekonomi di Indonesia yang hanya dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Sedangkan kebutuhan data yang up to date selalu ada dalam selang waktu tidak lama.

Solusi dari hal itu adalah data statistik yang untuk memperolehnya hanya membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang amat lebih sedikit daripada data yang diperoleh lewat pencacahan semua unit obyek (sensus). Memang kebenaran data statistik yang pasti memiliki error, tetapi data statistik (perkiraan) itu selalu diusahakan sedekat-dekatnya dengan kondisi real. Itu sudah lumayan baik untuk menjadi dasar dan alat pengevaluasi, ketimbang tidak ada sama sekalikan.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun