Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden Baru dan Tantangan Deindustrialisasi

17 Februari 2024   08:59 Diperbarui: 19 Februari 2024   17:01 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Industrialisasi. (Sumber foto: KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Tindakan pemerintah menarik kembali beberapa perizinan ke pusat mewakili rasa frustrasi Presiden Jokowi menghadapi hambatan birokrasi terhadap investasi baru. 

Belum lagi, sistem politik yang terfragmentasi melahirkan lobi dan tekanan kelompok kepentingan yang sangat beragam. Presiden baru harus 'mendayung' di antara berbagai kelompok kepentingan tersebut.

Penutup

Reindustrialisasi menjadi kebutuhan. Tanpa upaya ini, ekonomi Indonesia akan terkunci kembali ke sektor ekstraktif seperti batubara dan migas. Selain dampak  lingkungan yang ditimbulkan, dua sumber ini perlu dihemat untuk keamanan energi dalam jangka panjang. 

Potensi sketor pertanian besar, tetapi harga komoditas pertanian memiliki nilai tambah rnedah dan harganya di pasar internasional sangat fluktuatif. 

Dengan demikian, reindustrialisasi mesti jadi 'jalan utama', bukan 'jalan setapak' ekonomi Indonesia agar menjadi 'macan Asia', seperti janji Prabowo di pemilu 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun