Mohon tunggu...
Ni.Hu
Ni.Hu Mohon Tunggu... Freelancer - reflect on each incident before writing

Nothing special

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pesan 2019 yang Tak Tersampaikan

11 Januari 2021   12:33 Diperbarui: 11 Januari 2021   12:50 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kalau kamu belum siap sama semuanya itu, Mending bertahan saja di rumah itu sampai dengan keuangan sudah kuat kokoh buat angkat kaki dari rumah itu. 

Terkadang pikiran bisa berpikir secara BERLEBIHAN yang menyebabkan kamu makin baper dan bikin kamu kaga bahagia.
Padahal bisa kamu jalanin jika kamu lebih perhatian sama anak. Cukup sama anak saja. Anak bisa koq duduk diam di rumah asal kamu ada waktu lebih banyak buat dia daripada waktu sama gadget. 

  • Setelah kamu keluar dari rumah itu. Saya pikir, kamu melupakan semuanya dan membuka lembaran baru, tapi ternyata tidak. Masalah yang sudah kamu perbuat masih tetap nempel dan menyusahkan orang sekitar.

Keras Kepala dan keEgoisan kamu membuat orang lain makin geram. Dengan keluar rumah itu, harga diri kamu semakin tinggi tapi menjadi pengemis dengan meminta bantuan orang lain tapi tidak berterima kasih. 

Semua orang yang kamu anggap menyakiti hati maupun fisik,  mereka orang yang bersalah atas kesalahan yang sudah kamu perbuat, dan mereka punya tanggung jawab atas kesalahan sudah menyakiti kamu.  "gua bisa begini, karena loe orang semua!" seakan-akan mereka pantas bertanggung jawab tuk mengeluarkan bantuan saat kamu terpuruk. Pada kenyataanya ini adalah kesalahan yang kamu ambil tapi kamu menyalahkan orang lain.

  • Saya tidak paham betul bagaimana masa kecil kamu dulu, seberapa banyak kasih sayang yang diberi sama orangtua sampai kamu menjadi begini tertutup dan mengambil kesimpulan dari sudut pandang kamu bahwa "kamu bukan termasuk anak kesayangan orangtua"

kata Tolong, Maaf dan Terima Kasih tidak ada dalam hidup kamu bagi orang yang bersalah.

Tapi tidak ada orangtua yang tidak sayang pada anaknya, seberapa banyak kekecewaan yang diterima sama orangtua, tetap dihati orangtua, kamu anak kesayangannya juga. Bagaimanapun kamu anak orangtua kamu. Sebenci semarah sekecewanya orangtua, hanya di perkataan saja, dalam hatinya tetap ada rasa sayang. 

Orangtua punya hati juga ingin disayang, dikasihi sama anak mereka. Orangtua ada rasa takut dibenci sama anaknya maka dari itu orangtua berusaha keras banting tulang tuk menghidupi kamu secara layak, bagaimanapun pekerjaannya tetap anak nomor satu dihati dipikiran orangtua, mereka juga ada rasa takut jika mereka lalai dalam bekerja, kamu akan merasa kekurangan sama seperti kehidupan orangtua kamu dulu, yang bisa jadi kehidupan orangtua kamu sangat minim untuk makan 3x sehari setiap hari, tidak dapat bersekolah dan sudah bekerja keras sejak kecil untuk menyambung hidup. 

"Pernahkah kamu mendengar isi hati atau curhatan hati orangtua semasa kehidupan mereka dulu, seperti apa kehidupan mereka, dan apakah kamu mampu seperti mereka?" saya sudah mendengar cerita orangtua kamu, jika saya diposisi mereka, saya belum tentu bisa, bisa-bisa tiap hari harus ada airmata yang saya tuangkan. Kerasnya hidup ini.

Saya berpikir pasti kamu berpendapat demikian, "nilai mata uang dulu masih kecil!" padahal sama saja perhitungan nilai mata uang zaman dulu sama sekarang. 

Sekarang saja kamu sudah mengeluh atas hidup kamu.

Apakah ada pesan moral dari cerita diatas? Semoga pembaca mengerti maksud saya. Terima kasih

#salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun