Beberapa hari lalu saya merasa terkejut karena sebuah resensi buku termuat dalam sebuah harian tekemuka yang terbit di Jakarta (http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/89046). Hal yang membuat saya terkejut ialah, tulisan tersebut merupakan jiplakan atas tulisan dalam blog saya (http://ulas-buku.blogspot.com/2012/02/kompleksitas-laki-laki-di-mata.html).
Penjiplakan atas tulisan saya untuk dimuat di media cetak bukan hal yang pertama. Beberapa tahun lalu hal yang sama terjadi. Hal tersebut tidak menjadi masalah ketika penulis mencatumkan sumber tulisan serta nama penulis aslinya. Namun yang membuat saya kecewa adalah si penulis justru menggantinya nama saya dengan nama si penulis itu sendiri.
Saya rasa, bukan hanya saya saja yang pernah mengalami kejadian seperti ini. Penulis-penulis lain yang rajin menulis di blog ataupun media lainnya mungkin pernah mengalaminya juga. Hal ini tentu menyedihkan.
Saya katakan menyedihkan karena dunia menulis sebagai bagian dari dunia intelektual, seharusnya dilandasi sikap jujur. Baik jujur dalam arti mau menerima pendapat orang lain yang lebih benar, maupun jujur dalam arti mau mengakui kelemahan dan kekurangan dari gagasan-gagasan yang dikemukakannya.
Dalam dunia tulis-menulis, seorang penulis harus dapat membedakan mana yang menjadi pendapatnya, maupun ide-ide atau gagasan yang menjadi milik orang lain. Jika hal ini tidak dilakukan, seorangpenulis hanya akan menjadi calon plagiat yang aka merugikan orang lain.Jika demikian, lebih baik jangan menjadi penulis.
Belajar dari penulis-penulis terkemuka, baik dari dalam maupun luar negeri, adalah salah satu cara untuk menjadi penulis yang baik. Belajarlah dari berbagai sisi, baik dari konten maupun teknik. Inilah proses yang sebaiknya dilakukan untuk menjadi penulis yang baik. Saya rasa banyak sekali blog ataupun buku yang dapat dijadikan “tempat belajar”.Kompasiana pun adalah salah satu tempat yang pas untuk belajar.
Jadi, marilah kita junjung tinggi kejujuran dalam menulis. Teruslah berkarya, tanpa menjiplak.***
