Mohon tunggu...
Nico Reynaldi
Nico Reynaldi Mohon Tunggu... Konsultan - Nico Reynaldi Hutabarat

Seorang Penulis yang merupakan Pengamat Hukum dan Politik yang berpengalaman dalam pembuatan legal opinion BUMN, Konsultan Politik dan Penelitian Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Proposional Tertutup ; Politik Hukum atau Politisasi Hukum

2 Juni 2023   16:42 Diperbarui: 2 Juni 2023   16:54 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Proposional tertutup merupakan suatu mekanisme pemilihan umum yang mengehendaki partisipasi masyarakat hanya sebatas memilih partai politik. Suara partai politik tersebut akan di konversi menjadi suara keterwakilan di parlemen yang penunjukannya melalui nomor urut calon dari partai politik tersebut. 

Transisi proposional tertutup menuju proposional terbuka di mulai pada pemilihan umum 1999 yang  masih menerapkan proposional tertutup dengan model stabbus accord, yakni para pemimpin partai politik akan membentuk kesepakatan untuk memberikan sisa suara kepada calon legislatif dari partai politik tertentu. Namun pada pemilu 2004 diberlakukan UU Nomor 12 Tahun 2003 yang menerapkan sistem proposional terbuka yang relatif tertutup (relatively closed open list system). Di mana caleg akan menduduki kursi yang diperoleh partai apabila mendapat suara sejumlah kuota harga satu kursi yang disebut bilangan pembagi pemilih (BPP).

Maka dari itu desain pemilihan umum 2024 mendatang merupakan momentum krusial terhadap eksistensi demokrasi di Indonesia. Dari berbagai perubahan instrumen hukum yang mengatur tentang mekanisme politik menandakan bahwa hukum cukup progresif dalam mewadahi perkembangan sosial politik di Indonesia sehingga tahapan krusial yang dimaksud adalah bagaimana desain pemilu 2024 mampu mengkonsolidasikan demokrasi dari aspek stabilitas, legitimasi dan institusionalisasi sehingga mekanisme politik pasca pemilu mampu menjadi jalan keluar terhadap kompleksitas permasalahan bangsa.

Politik Hukum

Politik hukum pemilihan umum pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik dan menciptakan keterwakilan yang memfasilitasi integrasi dan efektifitas kinerja antar lembaga. Indonesia pernah memiliki pengalaman pahit setidaknya hingga tahun 1999 yang masih mengadopsi proposional tertutup sehingga mayoritas pemilih tidak mengetahui siapa yang mereka pilih dan para legislator terpilih senyatanya telah memainkan fungsinya sebagai intrumen yang memfasilitasi kepentingan partai politik pengusungnya. 

Secara konstituional penguatan terhadap sistem proposional terbuka telah dimuat dalam putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 sehingga belum terdapat variabel lain yang melegitimasi Mahkamah Konstitusi untuk kembali pada sistem proposional tertutup. Putusan ini juga yang setidaknya memperkuat penyelenggaraan pemilu 2009 untuk diselenggarakan dengan mekanisme proposional terbuka  dengan menyertakan list nomor calon legislator beserta fotonya dengan indikator kemenangan berdasarkan pada suara terbanyak yang dianggap menjadi sistem yang lebih demokratis dan relevan terhadap perubahan sosial politik yang berkembang di tengah masyarakat.

Dalam kapasitas legislator yang terpilih melalui suara terbanyak maka akan meningkatkan kedekatannya dengan konstituen dan diharapkan mampu meminimalisir kepentingan partai politik meskipun dalam praktiknya belum terdapat jaminan bahwa kualitas legislator terpilih mampu menjamin kualitas lembaga legislatif tersebut. Di sisi lain, politik hukum diharapkan mampu memberikan stimulan yang mampu menyederhanakan jumlah partai. Hal ini merupakan kritik terhadap sistem proposional terbuka dengan perolehan suara terbanyak yang mengakibatkan praktik demokrasi menjadi lebih mahal dan multikompleks sehingga pemilu mendatang menjadi cerminan kedekatan emosional caleg dengan pemilihnya dan partai politik sebagai wadah pencerdasan politik masyarakat.

Politisasi Hukum

Politisasi hukum adalah suatu fenomena dimana hukum dan sistem pengadilan dimanipulasi atas kepentingan sekelompok orang. Potensi politisasi hukum tersebut dapat dimulai sejak tahap perumusan hingga penerapannya sehingga legislator yang merupakan produk politik diharapkan mampu berpikir konstruktif yang lebih holistik yang mampu menjiwai nilai pancasila serta norma yang terkandung dalam konstitusi yang secara emplisit merupakan konretisasi dari kemajemukan masyarakat tanpa intervensi politik praktis atau memberikan perlakuan berbeda terhadap konstituen yang menjadi dapil pemenangannya. 

Transparansi dan akuntabilitas para legislator dalam sistem proposional tertutup akan sangat sulit terdeteksi masyarakat dikarenakan keterpilihan legislator tersebut melalui mekanisme internal partai politik sehingga mayoritas kepentingan yang lebih dahulu diakomodasi adalah kepentingan partai politik pengusungnya sehingga memiliki kesempatan untuk di pilih kembali pada periode selanjutnya atau setidak-tidaknya mempertahankan jabatannya hingga periodenya berakhir. Hal ini menjadi alarm berbhaya terhadap eksistensi hukum di Indonesia karena minimnya representasi  publik dan ketergantungan terhadap arahan partai partai politik sehingga pandangan dan produk hukum merupakan hasil kesepakatan partai politik yang berpotensi bermuatan politis dan pragmatis

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun