Mohon tunggu...
Nicolas Joseph Tan
Nicolas Joseph Tan Mohon Tunggu... pelajar

seorang pelajar tingkat sma

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Negeri Takut Masalah

30 September 2025   22:04 Diperbarui: 30 September 2025   22:04 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketakutan itu wajar. Tapi kalau ketakutan berubah jadi fobia, masalah kecil bisa jadi terasa seperti bencana besar. Di negeri ini, bukan cuma ulat bulu yang jadi momok, tapi juga masalah hukum, politik, bahkan sumpah jabatan yang dilupakan.

Indonesia sering disebut negeri yang kaya raya. Alamnya indah, tanahnya subur, dan budayanya beragam. Tapi, di balik itu semua, ada satu hal yang selalu menghantui kita: ketakutan. Bukan cuma ketakutan pada sesuatu yang benar-benar berbahaya, tapi juga ketakutan yang sebenarnya bisa kita hadapi dengan tenang. Ketakutan ini sering kali berubah jadi masalah besar hanya karena kita tidak mau jujur melihat kenyataan.

F. Rahardi dalam artikelnya Fobia Ulat Bulu di Republik Hantu menulis tentang bagaimana masyarakat bisa begitu takut dengan ledakan populasi ulat bulu. Padahal, ulat bulu hanyalah bagian dari siklus alam yang nantinya berubah jadi kupu-kupu indah. Tidak semua ulat berbahaya, bahkan ada yang justru bermanfaat bagi tanaman. Tapi karena ketakutan berlebihan, sekolah-sekolah sampai meliburkan siswa hanya karena ulat bulu merayap di dinding. Fobia itu akhirnya membuat kita tidak bisa berpikir jernih.

Hal yang sama terlihat pada kasus pagar laut ilegal di Banten. Editorial Sandiwara Pengusutan Pagar Laut Ilegal menyoroti betapa kacaunya penanganan pemerintah. Pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer itu jelas melibatkan banyak orang, dan seharusnya mudah diusut. Tapi, proses hukum malah simpang siur, para pejabat saling lempar tanggung jawab, dan kasusnya jadi berlarut-larut. Ini seperti sebuah sandiwara besar. Masalah yang jelas terlihat justru dibuat seolah rumit. Lagi-lagi, ketakutan menghadapi kebenaran membuat penyelesaiannya terhambat.

Ketakutan lain juga muncul dalam dunia politik. Budiman Tanuredjo lewat artikelnya Ketika Sumpah dan Etika Menjadi Teks Mati menegaskan bahwa banyak pejabat melupakan sumpah jabatan yang pernah mereka ucapkan. Sumpah yang seharusnya jadi komitmen untuk rakyat kini hanya jadi teks kosong. Mereka tidak segan-segan melanggar konstitusi demi kepentingan sendiri. Padahal, reformasi 1998 pernah menjadi tonggak besar untuk melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sayangnya, setelah lebih dari dua puluh tahun, kita masih melihat masalah yang sama: hukum yang lemah, ketidakadilan ekonomi, dan krisis keteladanan. Kita kehilangan banyak tokoh bangsa yang dulu bisa menjadi teladan.

Masalah tidak akan selesai kalau hanya dihindari. Indonesia butuh keberanian---untuk jujur, untuk menegakkan hukum, dan untuk menepati janji pada rakyat.

Kalau dipikir-pikir, ketiga persoalan itu punya benang merah yang sama: bangsa ini takut menghadapi masalah. Kita fobia pada ulat bulu, padahal ulat hanyalah bagian dari alam. Kita ragu menindak tegas pagar laut ilegal, padahal pelakunya jelas. Kita pura-pura lupa sumpah jabatan, padahal itu adalah janji kepada rakyat. Semua ketakutan itu akhirnya membuat kita seperti negeri yang terus dihantui hantu-hantu ciptaan kita sendiri.

Dari kasus ulat bulu, pagar laut ilegal di Banten, sampai sumpah pejabat yang hanya jadi teks mati, semuanya punya benang merah: bangsa ini terlalu sering takut menghadapi kenyataan. Padahal, keberanian adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah.

Padahal, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang bebas dari masalah, melainkan bangsa yang berani menghadapi masalahnya. Ketakutan hanya akan membuat kita terjebak dalam lingkaran krisis yang tidak pernah selesai. Kita perlu pemimpin yang berani, masyarakat yang kritis, dan keberanian bersama untuk jujur melihat kenyataan.

Ulat bulu pada akhirnya akan berubah menjadi kupu-kupu. Begitu juga dengan masalah bangsa ini. Kalau kita berani menghadapinya, hasilnya bisa indah dan membawa kebaikan. Tapi kalau kita hanya terus diliputi fobia, kita akan terus hidup dalam bayang-bayang masalah yang tidak pernah selesai.

Saatnya berhenti takut, dan mulai berani. Karena masa depan negeri ini tidak akan berubah kalau kita hanya terus bersembunyi di balik ketakutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun