Mohon tunggu...
Nicky Rizkiansyah
Nicky Rizkiansyah Mohon Tunggu... Honest Statistician

Dubito, ergo cogito, ergo sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlukah BPS Diadukan ke PBB?

12 Agustus 2025   10:05 Diperbarui: 12 Agustus 2025   10:05 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlukah BPS 'Diadukan' ke PBB?

Belakangan diskusi di beberapa WAG Saya diramaikan oleh berita yang cukup mengejutkan: Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga negara yang bertugas menghitung data-data resmi kita, dilaporkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) oleh sebuah lembaga think tank. Lebih tepatnya dilaporkan ke United Nations Statistical Commission, Komisi Statistik-nya PBB.

Bayangkan, urusan data pertumbuhan ekonomi kita yang 5,12 persen itu sampai dibawa ke level PBB. Sebagian dari kita mungkin berpikir, "Wah, keren! Ini bukti ada yang serius mengawasi pemerintah." Sebagian lagi mungkin bertanya, "Memangnya perlu sampai sejauh itu?"

Yuk, kita coba obrolin dengan kepala dingin.

Apakah Langkah Ini Perlu? Dan Apa Dampaknya?

Langkah ini bisa dilihat sebagai bentuk check and balance untuk menuntut transparansi, yang pada dasarnya baik. Namun, "mengadu" ke PBB untuk isu data statistik adalah hal yang sangat tidak lazim di dunia. Risikonya, ini bisa mengganggu optimisme kolektif kita dan menciptakan citra negatif di mata investor asing yang mungkin tidak mengikuti detail perdebatan, hanya mendengar judul besarnya: "Data Ekonomi Indonesia Bermasalah." Gak bahaya, tah?

Mari Kita 'Uji Tuntas' Poin-Poin Pelemahan Ini dengan Data BPS

Inti dari laporan lembaga think tank tersebut adalah terdapat banyak indikator yang menunjukkan pelemahan, yang terasa kontras dengan angka pertumbuhan ekonomi 5,12 persen. Mari kita akui dan bedah satu per satu, karena data BPS yang detail justru memberikan penjelasan yang menarik. Ada beberapa klaim yang disampaikan melalui laporan ke PBB tersebut, yaitu:

"Konsumsi Lesu karena Penjualan Mobil Anjlok"

Ya, ini benar. Data penjualan mobil dan motor pada Q2-2025 memang turun drastis. Lalu kenapa total Konsumsi Rumah Tangga masih tumbuh solid 4,97 persen? Karena ternyata, masyarakat "mengganti" belanja mobil dengan belanja lain. Pertumbuhan kuat di sektor seperti Transportasi (+8,52 persen) dan Akomodasi & Makan Minum (+8,04 persen) menunjukkan banyak dari kita yang lebih memilih menggunakan uang untuk liburan dan bepergian (didorong banyak tanggal merah di Q2, ingat kan?). Pelemahan penjualan ini pun tercermin langsung di sisi produksi, di mana sub-sektor Industri Alat Angkutan terkontraksi -0,95 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun