Mohon tunggu...
Nicho Dewa Brata
Nicho Dewa Brata Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember . Menulis Artikel mengenai Ilmu Hukum, Sosial dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Laut Natuna Utara dalam Klaim Nine Dash Line China

13 Juli 2021   11:38 Diperbarui: 13 Juli 2021   11:56 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Ditulis oleh Nicho Dewa Brata

Wilayah laut dari sejak dahulu selalu menjadi kepentingan wilayah berbagai negara karena pentingnya akses laut untuk kedaulatan,perdagangan dan kepentingan lainnya. Kedaulatan wilayah Indonesia merupakan hal yang mutlak dan telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa dimana negara Indonesia pada saat ini adalah hasil dari konsesus Konfrensi Meja Bundar yang menghasilkan wilayah Indonesia dengan dasar Teritorial Zeen en Marietieme . 

Bahwa wilayah ini terbentang antara darat maupun laut. Dengan miliki garis pantai terbesar didunia memiliki wilayah laut yang luasnya 3,25 juta km/persegi dimana hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki banyak batas-batas negara dengan negara lain dikawasan Asia Tenggara yang tentukan batas alam laut ini sedikit banyak telah minumbulkan sengketa dengan negara lain.

Dalam beberapa waktu Indonesia pernah mengalami tumpang tindih klaim atas wilayah wilayah laut diantaranya laut Natuna Utara yang dahulu bernama Laut China Selatan. Beberapa kali nelayan China juga kedapatan mencari ikan dan berlabuh di laut Natuna Utara pada tahun 2019 bulan Maret lalu dimana hal tersebut melanggar kedaulatan wilayan Zona Ekonomi Eksklusif atau yang disingkat (ZEE) di wilayah Republik Indonesia sekitar Kepulauan Natuna. 

Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dalam hal ini UNCLOS (United Nations Covertion on the Law of the Sea) 1982 kepada Indonesia diberikan wewenang mutlak dalam menggunakan segala ekosistem di Laut Natuna Utara secara utuh tanpa gangguan dari pihak-pihak negara maupun terutama negara negara Asia Tenggara.

Hal ini sudah diatur oleh UNCLOS bahwa ZEE yang ada di Kepulauan Natuna sah secara hukum, China pun membalas klaim dengan mengatakan bahwa nelayan China yang mencari ikan di Laut Natuna Utara adalah wilaya mereka dengan dasar (NDL) yang dikenal dengan  sembilan garis penghubung yang membentang dari Tiongkok Selatan sampai kepulauan Natuna dengan membuat dasar bahwa NDL adalah dasar sejarah pada masa lampau bahwa dahulu China diera Dinasti Ming memiliki wilayah laut hingga ujung selatan China. 

Garis-garis batas ini dibuat oleh China secara sepihak dan memaksa dengan dalih bahwa garis ini telah memiliki kekuatan hukum jauh sebelum perang dunia kedua atau sebelum PBB berdiri, dengan klaim tanpa melalui proses yang sah secara hukum dalam hal ini UNCLOS 1982 padahal pada saat itu China tercatat merupakan salah satu negara yang juga menandatangani konvensi tersebut, hal ini kiranya juga memang disengaja oleh China untuk tidak menjelaskan apa itu NDL secara jelas dan tertulis bahkan pemerintahan China di Beijing juga tidak memberikan penjelasan secara eksplisit. Garis NDL ini juga melibatkan beberapa negara dikawasan ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Filiphina.

Pada saat ini Pemerintah menyikapi dengan Non Claimant State yang dimaksutkan Indonesia menolak memilih untuk berpihak kepada pihak China maupun negara Asia Tenggara lainnya, hal ini diharapkan Indonesia sebagai negara yang memiliki pulau terluar yang dekat dengan klaim NDL dapat menjadi negara yang menjembatani sengketa beberapa negara dikawasan Asia Tenggara ini, walaupun Indonesia juga tidak akan membiarkan kedaulatannya diambil oleh negara lain.

Sengketa perbatasan wilayah laut yang saling tumpang tindih klaim yang ada mengakibatkan berbagai permasalahan muncul seperti pencurian ikan, kejahatan lintas negara yang menghawatirkan ketahanan nasional negara hingga patroli militer laut yang memungkinkan gejolak konflik yang dapat memicu perang. 

Hal hal semacam ini tentunya harus diselesaikan dengan diplomasi mencari jalan keluar yang terbaik, beberapa upaya damai sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa negara yang berkonflik pada NDL China seperti Indonesia yang menjadi mediator dengan konflik dibeberapa negara seperti Kepulauan Spartly dan Paracel pada tahun 2002 Negara yang bergabung dengan ASEAN dengan negara China menandatangani Deklarasi Laut China Selatan yang pada isinya menjelaskan bahwa anggota yang telah mengikuti sekaligus  menandatangani kesepakatan ini  diwajibkan untuk menahan diri sekaligus mengendalikan diri dari aktivitas-aktivitas yang dapat memunculkan sengketa baru di wilayah tersebut. Sekaligus kegiatan mengirim masyarakat agar berpenghuni didaerah tersebut sekaligus mempromosikan daerah yang menjadi sengketa adalah milik negara tersebut.

Meskipun beberapa cara damai sudah dilakukan agar konflik tidak lagi muncul namun konflik sengketa wilayah ini masih saja muncul diantara seperti pencurian ikan oleh Vietnam dan China yang menimbulkan kerugian bagi Indonesia, stabilitas dan keamaan masyarakatpun juga ikut terganggu, di Indonesia sendiri isu ini menjadikan masyarakat saling curiga dengan negara negara yang bersengketa terutama China. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun