Mohon tunggu...
Ni Luh Putu Denia Melistya D.
Ni Luh Putu Denia Melistya D. Mohon Tunggu... Pelajar

Meet me in the middle

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Anak Kecil Ngamen di Pinggir Jalan: Eksploitasi Anak oleh Orang Tua?

26 Februari 2025   10:05 Diperbarui: 26 Februari 2025   10:05 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Portal Bontang

Eksploitasi anak merupakan salah satu masalah sosial yang tidak ada hentinya menjamur di setiap daerah terutama di perkotaan. Untuk menangani tingkat eksploitasi anak cukup sulit mencari formula yang jitu karena kompleksitas masalah sosial eksploitasi anak yang cukup serius. Krisis ekonomi berkepanjangan yang menjadi penyebab utama terjadinya eksploitasi anak. Anak yang mengalami eksploitasi tidak pandang umur mulai dari anak balita hingga anak di masa remaja yang dimanfaatkan orang dewasa untuk bekerja di jalanan menjadi pengemis, pengamen, bahkan pedagang asongan. Keadaan yang miskin terkadang membuat seseorang menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, termasuk mengikutsertakan anak-anak untuk bekerja, mereka menganggap dengan cara inilah kebutuhan hidup bisa terpenuhi. 

Keadaan itulah yang kemudian "memaksa" anak untuk ikut serta terlibat sehingga dapat keluar dari tingkat kesulitan hidup, yang mana menyebaban seorang anak harus terlibat dan ikut serta melakuan kegiatan yang tidak sepantasnya untuk mereka lakukan. Maka tidak jarang kita dapat jumpai dengan mudah anak yang sedang berkeliaran di persimpangan jalan, pasar, terminal, lampu merah, serta berbagai lokasi keramaian lainnya, bagi mereka tempat-tempat tersebut menjadi sebuah lokasi di mana tampaknya mudah untuk mendapatkan uang hanya dengan bermodalkan mengangkat tangan, atau menggunakan beberapa instrumen dasar dan nada-nada umum yang dikumandangkan, sekedar berharap mendapatkan imbalan berupa uang recehan logam, walaupun seringkali hasil karya nyanyian mereka hanya direspon dengan ucapan terimakasih semata (Merdian, 2018). 

Tanpa disadari, hal tersebut merupakan bentuk dari eksploitasi orang tua terhadap anak. Pengeksploitasian tenaga anak ini tidak memandang jenis kelamin, baik itu perempuan maupun laki-laki. Anak-anak tersebut diperas tenaga, fisik, dan mentalnya demi keuntungan pihak tertentu. Menurut penjelasan Pasal 66 UU Perlindungan anak, eksploitasi secara ekonomi yaitu:
"Tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa
perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil."

Dari segi hukum, Indonesia memiliki sistem hukum dan peraturan yang dirancang untuk melindungi hak-hak anak, termasuk: Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Republik Indonesia No.4 tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak.

Infografis Hak-Hak Dasar Seorang Anak
Infografis Hak-Hak Dasar Seorang Anak

Salah satu contohnya yaitu yang terjadi di Medan. Dinas Sosial Kota Medan, Sumatera
Utara kembali menemukan panti asuhan yang diduga mengeksploitasi anak dengan cara
mengemis gift di siaran langsung media sosial TikTok. Saat ini, total 40 orang anak yang
diamankan dari dua panti asuhan di Medan. Kepala Dinas Sosial Kota Medan Khoiruddin
mengatakan, pihaknya telah mendatangi panti asuhan yang berada di Jalan Rinte Raya Nomor
61 Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan. "Panti asuhan ini diduga
melakukan eksploitasi anak dengan cara meminta bantuan melalui live media sosial TikTok.
Dari panti asuhan ini, ada 15 anak yang kita amankan," kata Khoiruddin, Sabtu (23/9).

Sebelumnya, Dinas Sosial Kota Medan juga mendatangi Panti Asuhan Tunas Kasih Olayama
Raya di Kecamatan Medan Perjuangan. Panti asuhan ini tidak terdaftar dan tidak memiliki Izin
Operasional sebagai Panti Asuhan/LKSA dari Dinas Sosial Kota Medan. Kami langsung
bergerak setelah mendapat pengaduan masyarakat, tentunya berkolaborasi dengan aparat kepolisian, dan dari pemeriksaan sementara, panti asuhan ini tidak terdaftar. Dari panti asuhan ini ada 25 anak yang diamankan," ucapnya. Dengan demikian, total ada 40 anak yang saat ini diamankan dari dua panti asuhan tersebut. Kesemuanya ditempatkan sementara di Sentra Bahagia milik Kementerian Sosial RI di Jalan Williem Iskandar, Medan Tembung.

Fokus suatu negara dalam membina lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam parameter perlindungan hukum harus meningkat seiring dengan tingkat modernitasnya. Negara memberikan perlindungan kepada anak dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam aspek hukum, politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan (Buller, 2020). Secara sederhana, perlindungan hukum dapat digunakan sebagai tindakan untuk menjaga dan melindungi seseorang sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku. Perlindungan hukum terhadap anak mencakup beragam
wilayah yang sangat luas, sebagaimana terbukti melalui berbagai publikasi dan pertemuan
internasional. Perlindungan hukum bagi anak di bawah umur dianggap perlu dalam berbagai
aspek, mencakup:

a. Perlindungan atas kekerasan dan penelantaran anak;
b. Perlindungan kepada anak selama menjalani proses peradilan;
c. Perlindungan anak dari risiko (dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan
sosial);
d. Perlindungan anak terkait penahanan dan kehilangan hak kebebasan;
e. Melindungi anak-anak dari eksploitasi dengan cara apa pun, termasuk prostitusi,
perdagangan anak, perbudakan, pornografi, perdagangan narkoba, dan
menggunakannya sebagai alat untuk melakukan kegiatan ilegal; Menjaga hak-hak
anak-anak tunawisma;
f. Melindungi generasi muda dari dampak perang dan konflik kekerasan lainnya; g.
Menjaga anak dari perilaku kekerasan (Arief, 1998)

Pengertian "eksploitasi" di atas mencakup segala tindakan yang dilakukan baik atas
dasar persetujuan korban atau tanpa persetujuan, tetapi tidak terbatas pada kerja paksa,
pengabaian tugas, atau pelayanan yang dilakukan secara paksa; tindakan membakar atau
kegiatan sejenis; tindakan intimidasi; serta penggunaan organ tubuh, seksual, reproduksi, atau reproduktif untuk tujuan pemerasan atau bentuk pemaksaan lainnya (Greenbaum, 2018;
Panlilio, 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun