Hampir tidak ada yang menyangka wajah pendidikan nasional saat ini berubah drastis akibat pandemi Covid-19. Dalam waktu lebih kurang 6 bulan pembelajaran tatap muka atau pendidikan formal telah digantikan dengan pembelajaran dari rumah. Hal itu didasarkan pada surat edaran pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus Corona, maka Belajar dari Rumah (BDR) dilaksanakan melalui pembelajaran daring (dalam jaringan). Sebagai warga negara yang baik, kita tentu harus menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah.
Penerapan pola pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh tentu sangat berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Oleh karena itu, semua pihak, baik siswa, guru, maupun orang tua harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru saat pandemi ini. Pola belajar jarak jauh menuntut teknologi yang mumpuni untuk menciptakan suasana belajar yang baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara sempurna. Dalam pelaksanaannya, pola belajar jarak jauh membutuhkan kerja sama antara pihak sekolah dan orangtua di rumah.
Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita sudah memasuki era teknologi digital. Oleh karena itu, kebijakan pembelajaran melalui metode daring (dalam jaringan) bukanlah hal yang mengejutkan. Metode pembelajaran daring sangat bermanfaat bagi siswa, terutama saat menghadapi darurat pandemi seperti saat ini.Â
Dengan metode pembelajaran daring, proses belajar mengajar tetap dapat dilaksanakan. Meskipun bermanfaat, penerapan pembelajaran daring masih menemui banyak kendala. Salah satunya, metode daring belum bisa diterapkan di satuan pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).Â
Terbatasnya pemerataan teknologi membuat daerah 3T kesulitan mengakses jaringaninternet. Karena itulah, siswa-siswa di daerah tersebut tidak dapat melaksanakan pembelajaran daring atau pembelajaran dengan media lainnya.
Selain itu, masih banyak satuan pendidikan yang belum familier dengan perkembangan informasi dan komunikasi. Akibatnya, penerapan pembelajaran secara daring tidak dapat terlaksana dengan baik.
Berikut ini beberapa hambatan yang terjadi dalam pembelajaran dengan metode daring. Pertama adalah terbatasnya penguasaan teknologi informasi oleh guru dan siswa.Â
Tidak semua guru di Indonesia memahami penggunaan teknologi, terutama para guru yang usianya di atas 50 tahun. Hal itu tentu menjadi kendala ketika mereka harus menggunakan media daring. Selain guru, siswa pun, terutama siswa kelas rendah, tentu belum dapat menggunakan teknologi dengan baik.
Kedua, kurang memadainya sarana dan prasarana. Untuk pelaksanaan pembelajaran daring, diperlukan perangkat pendukung teknologi yang harganya tentu tidak murah, misalnya laptop atau telepon pintar. Tidak semua siswa berasal dari keluarga mampu yang bisa menyediakan perangkat yang dibutuhkan.Â
Bahkan, masih banyak juga guru yang memiliki keterbatasan ekonomi. Hal itu dapat menghambat terlaksananya pembelajaran daring saat pandemi Covid-19 ini.Â
Ketiga, terbatasnya akses internet. Saat ini belum semua daerah di Indonesia dapat menikmati jaringan internet. Untuk daerah yang berada di pelosok pedesaan dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), jaringan internet tentu merupakan hal yang sulit ditemukan. Bahkan, di daerah yang sudah ada internet pun, belum semua lembaga pendidikan dapat menikmatinya.Â
Kalaupun ada jaringan internet, akses untuk media daring pun masih terbatas.Keempat, ketidaksiapan anggaran yang mendukung penggunaan media daring, misalnya untuk pembelian kuota internet. Selain gawai, untuk mengoperasikan media daring diperlukan kuota internet yang biayanya lumayan besar. Itu artinya, diperlukan biaya tambahan di luar pengeluaran rutin.