BBM sangat diperlukan dalam operasional perusahaan, sehingga jika harga nya melejit tinggi juga akan membebani biaya produksi di hampir seluruh sektor dan lini bisnis.
Akibatnya, perusahaan akan memikirkan bagaimana cara untuk meminimalisir biaya produksi, misalnya dengan mengurangi berat, komposisi, serta ukuran produk pada perusahaan yang memproduksi makanan, penghentian perekrutan karyawan baru, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil, kenaikan BBM ini juga berpotensi meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan di Indonesia. Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi per Maret 2022.
Tingkat kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Dibandingkan dengan September 2021, penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang. Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022. Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demo.