Mohon tunggu...
Ngudi Tjahjono
Ngudi Tjahjono Mohon Tunggu... Dosen - Menyukai menulis dan menggambar

NGUDI TJAHJONO. Lahir di Lumajang tanggal 22 Maret 1960. Bekerja sebagai dosen di Universitas Widyagama Malang. Menekuni bidang Transportasi, Ergonomi dan Lingkungan Hidup. Menulis dan melukis adalah kegemarannya. Menjadi motivator spiritual dan pengembangan sumberdaya manusia adalah panggilan hatinya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apa yang Akan Terjadi, Terjadilah

23 September 2021   08:00 Diperbarui: 2 Agustus 2022   19:34 2097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Que Sera Sera (Whatever Will Be, Will Be). Apa yang akan terjadi, terjadilah. Begitulah judul pesan ustadz M. Yasin Suhaimi kepada saya, melalui aplikasi WhatsApp, setelah mendengar bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit karena Covid-19. Beliau mengirim pesan itu tanggal 15 Juli 2021, delapan belas hari sebelum beliau wafat.

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al-Hadiid [57]: 22)

Abdullah bin 'Amru bin Al-Ash berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Allah telah menetapkan segala ketetapan-Nya (taqdir) terhadap seluruh makhluk, lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan-Nya langit dan bumi. Dan 'Arsy Allah berada di atas air." (HR. Muslim: 4797)

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah saw. bersabda, "Segala-galanya telah ditetapkan dengan suatu ketetapan (taqdir yang tidak dapat diubah lagi), hingga sampai kepada kelemahan dan kecerdasan." (HR. Muslim: 4799)

Ali berkata: Pada suatu hari kami mengantarkan janazah ke pekuburan Baqi' Al-Gharqad. Rasulullah saw. mendatangi kami, lalu beliau duduk, maka kami pun duduk pula di sekitar beliau. Beliau memegang sepotong ranting, menunduk dan menggaris-garis pasir dengan ranting itu, seraya bersabda, "Tidak seorang jua pun di antara kamu sekalian melainkan tempatnya telah ditentukan oleh Allah di surga atau di neraka. Telah ditetapkan oleh Allah apakah dia celaka atau bahagia."

Maka bertanya salah seorang shahabat: "Wahai Rasulullah, kalau begitu apakah tidak lebih baik kita diam pasrah saja menunggu suratan taqdir nasib kita tanpa beramal?"

Beliau menjawab, "Orang yang telah ditetapkan Allah menjadi orang bahagia, adalah karena dia beramal dengan amalan orang yang berbahagia, dan orang yang ditetapkan Allah menjadi orang yang celaka adalah karena dia beramal dengan amalan orang celaka. Oleh karena itu BERAMALLAH! semua sarana telah disiapkan. Adapun orang-orang yang bahagia, mereka dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan orang-orang bahagia. Dan orang-orang yang celaka, mereka dimudahkan untuk beramal dengan amalan-amalan orang-orang celaka." Kemudian beliau membaca ayat Al Qur'an surat Al-Lail [92] ayat 5-10, "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (Muslim: 4786)

Imran bin Hushain berkata: Bahwasanya ada dua orang lelaki dari desa Muzayyanah menghadap Rasulullah saw. lalu keduanya berkata: Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang apa yang dikerjakan dan diupayakan manusia sekarang ini, apakah hal itu karena taqdir yang sudah ditentukan atas mereka ataukah dikarenakan dari apa yang mereka terima dari ajaran Nabi mereka yang mereka tidak dapat membantahnya? Beliau menjawab, "Tidak, tetapi hal itu adalah dikarenakan taqdir yang telah ditetapkan atas mereka, seperti yang diisyaratkan dalam firman Allah Azza wa Jalla: 'dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan'" (QS. Asy-Syams [91]:7 & 8)" (HR. Muslim: 4790. Ahmad: 19.089)

Jika memang sudah kehendak Allah kita bisa apa? APA YANG AKAN TERJADI TERJADILAH.

Kita tidak bisa menghindar dari berbagai bencana yang sudah direncanakan Allah Swt. Kita tidak bisa lari dari ketentuan-Nya, kita tidak bisa melawan-Nya. Maka satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah menerimanya.

Yang dimaksud menerima bukanlah dalam makna "pasrah tanpa usaha", tetapi kita harus berusaha menghindari dan mengatasinya, disertai memperbanyak ibadah dan berdo'a kemudian pasrah/tawakal kepada-Nya. Kita menyadari dan meyakini bahwa semua itu adalah kehendak Allah. Dia-lah yang Maha Berkuasa menetapkan apapun yang terjadi pada kita. Menerima artinya kita mengembalikan semuanya kepada Allah, sebab semuanya datang dari Allah, maka kita kembalikan kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun