Mohon tunggu...
Rasikh Fuadi
Rasikh Fuadi Mohon Tunggu... -

"Yang pemalas adalah yang menang melawan arus badai ini" Lelaki penggiat sastra dan seni, khususnya teater walau seperti jalan sunyi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Millennials" Indonesia?

10 April 2018   15:54 Diperbarui: 10 April 2018   16:25 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Goblok, tolol, pemalas, manja. Itu beberapa kata yang disodorkan pada generasi millennial. Walau tak sedikit juga yang membantah itu. Misal Dilla Amran yang menulis buku 'Generasi Langgas: Millennials Indonesia'. Isinya ya soal perspektif lain untuk melihat millennials. Mereka bebas, cepat dan tangkas.

Saya tak mau ikutan membahas baik-buruk millennials, akan tetapi hanya mempertanyakan satu hal sederhana. Apakah jitu memakai pengkategorian generasi millennials untuk orang Indonesia? 

Karl Maenheim, tahun 1923 pertama kali mengungkapkannya pada buku 'The Problem of Generations'. Lalu disusul dengan William Strauss dan Neil Howe tahun 1991 pada buku 'Generations: The History of America's Future 1584 to 2069'. Dari kedua orang inilah mulai tenar kata yang kita sering temui, seperti generasi baby boomer, x, y, z dan sebagainya. Semuanya memiliki landasan ilmu sosiologi. 

Apakah penilaian lmu sosiologi mereka (walau dalam tatanan global ada yang tetap berpengaruh, seperti perang dunia) valid untuk diperuntukkan orang indonesia? Saya kira tidak. 

Pertama-tama, goal dari pengkategorian ini ialah pencirian generasi dari sikap dan perilakunya, yang dipengaruhi beberapa faktor. Seperti ekonomi, politik dan budaya bahkan keluarga. Dalam teori pemilahan generasi, yang perlu dilihat ialah aspek peristiwa bersejarah, yang mempengaruhi sekaligus menjadi ingatan bagi generasi tertentu, yang bisa membentuk sikap dan perilaku. 

Misal, dari teori generasi, ada the tradisionalist, yang lahir tahun 1925-1945. Mereka dinilai disiplin, patuh pada kekuasaan, dan punya daya survive tinggi. Kenapa? Karena  peristiwa sejarahnya mereka lahir di masa perang. Dalam keluarga, kepala keluarga dipaksa ikut perang, ibu harus susah payah mengurus anak dan menopang ekonomi. Maka, mereka yang lahir di masa itu, mau tak mau harus bertahan dengan kondisi seperti itu. Sedangkan di Indonesia? 

Perang bukan paksaan pemerintah, toh Indonesia belum lahir kala itu. 

Soal keterpurukan ekonomi, Indonesia sudah biasa miskin. Jika ada yang kaya pun itu masuk dalam kelas tertentu, saudagar atau darah raja. Petani dan pedagang adalah pekerjaan utama zaman dulu. Ekonomi menjadi sulit disaat ada perintah tanam paksa dari tahun 1800an. Atau jika bicara ekonomi indonesia, tentu inflasi tertinggi pada tahun 1998. Dimana harga barang melonjak tinggi.  Tapi itu pun tidak mempengaruhi parenting karena kepala keluarga tidak dipaksa meninggalkan rumahnya.

Dan banyak lagi. Soal perbedaan masuknya teknologi ke Indonesia. Soal adat-istiadat yang masih terjaga. Soal bahasa. Soal politik Indonesia yang masih muda (Indonesia baru berumur 73 tahun). Dan masih banyak lagi.

Maka, bukan berarti tak menghargai, tapi kategori-kategori generasi dari barat akan bijaksana untuk menilai orang-orang barat. Kita cukup mempelajarinya. Tidak usah serta merta menggunakan kacamata mereka untuk melihat diri sendiri.

Kita punya banyak sosiolog, sejarahwan dan budayawan yang mampu memberikan wacana tandingan dari barat. Sayangnga itu belum terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun