"Ramadan tahun ini berkahnya milik semua kalangan. Maaf ya, tidak seperti saudara muslim yang kuat puasa sampai petang. Kami yang nggak puasa aja gak kuat menahan godaan takjilnya." - Nonis pemburu takjil.Â
War Takjil! Saat Nonis & Muslim Rebutan Kolak di Kampung Ramadan Jogokariyan.Â
Siapa bilang Ramadan cuma dirayakan umat Islam? Kalau sudah masuk jam empat sore, coba deh mampir ke pasar Ramadan. Pemandangannya? Rame banget! Ada yang masih kuat nahan lapar sambil liatin gorengan, ada yang buru-buru beli kolak karena takut kehabisan, dan ada juga yang nggak puasa tapi ikut berburu takjil.
Yep, war takjil ini serunya nggak ketulungan. Dan menariknya, pemburunya bukan cuma Muslim, tapi juga Nonis alias non-islam. Ada yang penasaran sama jajanan khas Ramadan, ada yang doyan ngabuburit, dan ada juga yang sekadar menikmati vibes Ramadan yang penuh kehangatan.
Tapi war takjil bukan cuma soal perut! Ini juga tentang toleransi, ekonomi, wisata kuliner, nostalgia, dan kebersamaan. Ditambah lagi, di beberapa tempat seperti Kampung Ramadan & Masjid Jogokariyan Yogyakarta, suasana Ramadan makin terasa dengan tradisi berbagi untuk semua.
Jadi, apa aja sih yang bikin war takjil ini selalu ditunggu-tunggu setiap tahun?
Toleransi Nyata di Tengah Keberagaman
Kalau mau lihat toleransi beneran, nggak usah jauh-jauh. Cukup datang ke pasar Ramadan.
Nggak ada yang repot nanya, "Eh, kamu puasa nggak?" Semua orang sibuk menikmati suasana, berburu makanan, dan saling berbagi tawa. Di sini, puasa atau nggak, semua orang diterima.
Banyak juga Nonis yang tumbuh di lingkungan Muslim, dari kecil sudah akrab dengan Ramadan. Jadi, berburu takjil bukan lagi soal agama, tapi sudah jadi tradisi dan gaya hidup.