Mohon tunggu...
Bbgnn  bnnhghc
Bbgnn bnnhghc Mohon Tunggu... Bngn bbgn jjh

Hgbgnn hhncbvf bgggdb bngnnbv nnvbgj

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggelikan, Ketika Pejabat Indonesia Gagal Faham Apa itu #Kaburajadulu

20 Februari 2025   13:21 Diperbarui: 21 Februari 2025   06:31 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Pejabat Indonesia Sulit Menerima Masukan Publik? (Sumber : Kompastv) 

Tagar "Kabur Aja Dulu" dan "Indonesia Gelap": Apa yang Sebenarnya Disuarakan Publik?

Tagar "kabur aja dulu" muncul sebagai bentuk sindiran terhadap pejabat yang dianggap lari dari tanggung jawab ketika menghadapi masalah besar. Ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kurangnya akuntabilitas dalam kepemimpinan.

Sementara itu, "Indonesia gelap" sering digunakan untuk menggambarkan kondisi negara yang dianggap semakin tidak transparan, penuh ketidakadilan, atau mengalami kemunduran dalam berbagai aspek alias zaman Kegelapan.

Namun, alih-alih memahami dan merespons kritik ini dengan perbaikan kebijakan, banyak pejabat justru menunjukkan respons yang bertentangan, seperti menyalahkan masyarakat, menekan kebebasan berekspresi, atau bahkan menyangkal adanya masalah.

Mengapa Pejabat Sulit Memahami Kritik Publik?

Ada beberapa alasan utama mengapa pejabat dengan kecenderungan narsistik sulit memahami kritik:

Mereka Hidup dalam Lingkaran "Yes Man" atau ABS (Asal Bapak Senang) 

Pejabat dengan kecenderungan narsistik sering mengelilingi diri mereka dengan orang-orang yang hanya memberikan pujian, bukan kritik. Akibatnya, mereka terbiasa hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar.

Defensif dan Cenderung Menyangkal

Kritik publik, terutama yang datang dari media sosial, dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai umpan balik. Hal ini membuat mereka lebih fokus mencari alasan untuk membenarkan tindakan mereka daripada merefleksi diri.

Minimnya Akuntabilitas dalam Sistem Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun