Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Selamat Tinggal": Buku Bajakan, Obat Palsu dan Sutan Pane

27 Juli 2021   01:56 Diperbarui: 27 Juli 2021   02:10 2741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Buku ini lahir karena keresahan penulis Selamat Tinggal, Tere Liye, atas maraknya toko buku online yang menjual karya-karya Tere Liye dengan harga seperempat bahkan seperlima harga aslinya.  

Sejauh ini ada lebih dari 20 judul karya Tere Liye. Antara lain: Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah; Ayahku (Bukan) Pembohong, Hujan, Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Pergi, Pulang, Seri Anak Emak (Burlian, Pukat, Amelia, Eliana), Bumi, Bulan, Matahari, Bintang,  Komet, Ceros dan Batozar, Negeri di Ujung Tanduk, Negeri Para Bedebah, Rindu dan Tentang Kamu. 

Buku-buku tersebut di atas, sudah rampung aku baca. Koleksi milik Soya, yang dipinjambacakan untukku. Kini, beberapa buku dengan judul yang sama, sampulnya sudah berbeda dibanding dengan beberapa buku ketika pertama kali kubaca dulu. Ada beberapa judul buku yang edisi terbitannya lebih dari 10 kali.  

Jika salah satu buku bajakan karya Tere Liye dibandrol 20rb - 25rb, sedangkan harga aslinya berkisar 80rb -- 100rb, maka bisa dibayangkan betapa banyaknya kerugian yang dialami penulis.
*** 

Selamat Tinggal adalah buku kesekian Tere Liye yang dipinjamkan padaku oleh orang yang sama dengan pemilik banyak judul karya-karya yang kutuliskan sebelumnya. Dan, Selamat Tinggal berkisah tentang langkah berani meninggalkan sesuatu yang diyakini salah. 

Sintong Tinggal, pemuda yang lahir di pedalaman pulau Sumatra, mendapatkan kesempatan melanjutkan sekolah di Jakarta. Meninggalkan keluarga, teman dekat bernama Ucok dan seorang teman SMA bernama Mawar Terang Bintang yang diam-diam disukainya, Sintong naik bus menuju rumah pamannya, adik ibunya. Di Jakarta, Sintong kuliah di Fakultas Sastra sebuah universitas setempat sambil menolong pamannya menjaga sebuah toko buku bekas. Toko buku yang juga menjual karya-karya bajakan banyak penulis dengan harga yang sangat rendah dibandingkan harga sebenarnya. 

Hati nurani Sintong menolak, namun tak berdaya melawan. Pamannya membiayai kuliah dan mengongkosi hidup Sintong dari keuntungan toko buku tersebut. 

Satu-satunya hiburan bagi Sintong adalah berkirim surat dengan Mawar. Setelah 2 tahun berkirim cerita melalui surat, Mawar justru meninggalkan Sintong dan menikah dengan paribannya. Terpukul dengan keputusan Mawar, kuliah Sintong terbengkalai hingga 6 tahun. 

Suatu kali, Sintong menemukan salah satu dari 5 karya Sutan Pane, seorang wartawan besar beberapa decade sebelumnya, yang hilang. Sejak itu, hidup Sintong berubah. Kesadaran bahwa menjual buku-buku bajakan adalah salah dan melanggar hukum menerpa dengan deras sehingga menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dalam diri Sintong. Kemudian, Pak Dekan mendukung perpanjangan waktu kuliah sehingga Sintong memiliki cukup waktu menyelesaikan skripsinya. Sintong bertemu dengan wartawan senior yang hidup sejaman dengan Sutan Pane dan mendapat kembali rasa hormat dari adik-adik tingkat dan teman-teman seangkatan. 

Bunga, seorang mahasiswi Fakultas Ekonomi di kampus yang sama dengan Sintong menjadi salah satu alasan Sintong untuk segera bergegas menyelesaikan skripsi dan menjauh segera dari bisnis pamannya, toko buku bajakan. 

Ketika Sintong mengira segala sesuatu berjalan lancar, Sintong mendapat kabar bahwa Mawar telah bercerai, menjalani hukuman di penjara dan sangat ingin menjumpai Sintong. Berbekal rasa yang pernah ada (yang sejak bab-bab awal, aku mengira hanya Sintong yang punya perasaan lebih pada Mawar), Sintong menemui Mawar dan mendapat cerita sebenarnya. Bahwa suami Mawar adalah salah satu rantai dari penjualan obat palsu dan bagaimana Mawar menanggung hukuman penjara karena semua bukti mengarah padanya.

Bukan Keluarga Pane yang Kita Tahu
Puluhan tahun lalu, para penulis digolongkan menjadi: angkatan pujangga Lama, pujangga baru, Angkatan 45 dan Angkatan 66. Nama-nama seperti Armijn Pane, Sanusi Pane ada dalam barisan pujangga Angkatan 66. Armijn dan Sanusi adalah 2 bersaudara dari  5 bersaudara. Ayah mereka adalah Sutan Pangurabaan Pane. Sutan Pane salah satu tokoh pergerakan nasional dari Sipirok. Beliau adalah salah satu tokoh penting yang menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Sisingamangaraja XII pada masa Perang Toba ke-2. Salah satu karya Sutan Pane adalah Roman Toelbok Haleon (Jiwa yang Kemarau).   

Namun, Sutan Pane yang dibahas di bawah ini bukan dari keluarga Pane yang pujangga itu. Di buku Selamat Tinggal ini, Sutan Pane memiliki seorang adik yang memiliki kebiasaan buruk, berjudi yang membuatnya menggelapkan uang koperasi. Kebiasaan adiknya inilah Sutan Pane mengambil tanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan si adik. Menjual rumah dan harta, meninggalkan Jakarta, lalu menetap di Yogyakarta. Dengan menjual 5 buku tulisan terakhir pak sahabatnya, Sutan Pane bisa mengganti semua uang yang diambil adiknya. 

Jadi, Sutan Pane ini bukan bagian dari keluarga Pane yang kita tahu itu.

*** 

Penulis hendak menyampaikan tentang seorang Sutan Pane yang bertahan menulis lugas dan jujur dan netral ditengah serbuan ketidakjujuran. Pada saat yang sama, teguh menjadi pribadi yang melawan arus demi prinsip keadilan dan kesetaraan. 

Penulis juga hendak menggugah nurani para pembacanya untuk memahami dampak dari penjualan buku bajakan dan obat palsu, yang selain merugikan pendapatan Negara juga mengabaikan kesejahteraan ekonomi banyak orang. 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mengalahkan hasil bajakan? Apakah para penulis melakukan edukasi terus menerus tentang dampak penjualan buku bajakan bagi kreatifitas penulis dan pekerja seni lain? Apakah para penulis mendorong para pembaca hasil karya mereka untuk tahu nilai-nilai apa yang sedang dibangun para penulis ketika menulis karya-karya mereka? Bagaimana terus membangun relasi jangka panjang antara penulis dan para pembaca demi mengurangi keinginan para pembaca membeli buku bajakan? Bagaimana mengatasi penjualan obat palsu? Apakah tidak ada efek jera atau sanksi sosial bagi para pelakunya?
***
Oh, iya.. Sekedar untuk diketahui saja, bagi orang Batak, panggilan ibu yang melahirkan adalah inong, bukan inang. Inang adalah sapaan untuk para puan yang artinya secara umum adalah ibu. (RS)
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun