Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Selamat Tinggal": Buku Bajakan, Obat Palsu dan Sutan Pane

27 Juli 2021   01:56 Diperbarui: 27 Juli 2021   02:10 2741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bukan Keluarga Pane yang Kita Tahu
Puluhan tahun lalu, para penulis digolongkan menjadi: angkatan pujangga Lama, pujangga baru, Angkatan 45 dan Angkatan 66. Nama-nama seperti Armijn Pane, Sanusi Pane ada dalam barisan pujangga Angkatan 66. Armijn dan Sanusi adalah 2 bersaudara dari  5 bersaudara. Ayah mereka adalah Sutan Pangurabaan Pane. Sutan Pane salah satu tokoh pergerakan nasional dari Sipirok. Beliau adalah salah satu tokoh penting yang menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Sisingamangaraja XII pada masa Perang Toba ke-2. Salah satu karya Sutan Pane adalah Roman Toelbok Haleon (Jiwa yang Kemarau).   

Namun, Sutan Pane yang dibahas di bawah ini bukan dari keluarga Pane yang pujangga itu. Di buku Selamat Tinggal ini, Sutan Pane memiliki seorang adik yang memiliki kebiasaan buruk, berjudi yang membuatnya menggelapkan uang koperasi. Kebiasaan adiknya inilah Sutan Pane mengambil tanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan si adik. Menjual rumah dan harta, meninggalkan Jakarta, lalu menetap di Yogyakarta. Dengan menjual 5 buku tulisan terakhir pak sahabatnya, Sutan Pane bisa mengganti semua uang yang diambil adiknya. 

Jadi, Sutan Pane ini bukan bagian dari keluarga Pane yang kita tahu itu.

*** 

Penulis hendak menyampaikan tentang seorang Sutan Pane yang bertahan menulis lugas dan jujur dan netral ditengah serbuan ketidakjujuran. Pada saat yang sama, teguh menjadi pribadi yang melawan arus demi prinsip keadilan dan kesetaraan. 

Penulis juga hendak menggugah nurani para pembacanya untuk memahami dampak dari penjualan buku bajakan dan obat palsu, yang selain merugikan pendapatan Negara juga mengabaikan kesejahteraan ekonomi banyak orang. 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mengalahkan hasil bajakan? Apakah para penulis melakukan edukasi terus menerus tentang dampak penjualan buku bajakan bagi kreatifitas penulis dan pekerja seni lain? Apakah para penulis mendorong para pembaca hasil karya mereka untuk tahu nilai-nilai apa yang sedang dibangun para penulis ketika menulis karya-karya mereka? Bagaimana terus membangun relasi jangka panjang antara penulis dan para pembaca demi mengurangi keinginan para pembaca membeli buku bajakan? Bagaimana mengatasi penjualan obat palsu? Apakah tidak ada efek jera atau sanksi sosial bagi para pelakunya?
***
Oh, iya.. Sekedar untuk diketahui saja, bagi orang Batak, panggilan ibu yang melahirkan adalah inong, bukan inang. Inang adalah sapaan untuk para puan yang artinya secara umum adalah ibu. (RS)
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun