Mohon tunggu...
Nessa Dinata
Nessa Dinata Mohon Tunggu... -

Membaca dan menulis adalah cara saya untuk membebaskan diri dari rutinitas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berburu Surga Alam di Pedalaman Padarincang

29 Juni 2017   12:00 Diperbarui: 29 Juni 2017   17:11 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak menjadi karyawati yang patuh pada rutinitas, liburan menjadi waktu yang sangat berharga.  Dan saya memilih mengisi liburan dengan melakukan perjalanan.  Bersama dua orang teman,  kami memilih berburu surga alam yang tersembunyi di pedalaman hutan Padarincang.

Curug Cigumawang menjadi tujuan pertama kami. Butuh waktu dua jam dari Pandeglang dengan mengendarai roda dua untuk sampai ke Curug Cigumawang. Cuaca yang panas, serta jalan yang mengular macet tidak mengurungkan niat kami untuk melanjutkan perjalanan.  Dengan lincah, motor teman yang saya tumpangi berkelit mencari celah untuk menghindari kemacetan. Berkali-kali saya mengucap Istigfar karena motor kami hampir saja menabrak. 

Akses jalan menuju Curug Cigumawang tidaklah sulit. Jalan raya yang menghubungkan kecamatan Ciomas dengan kota Serang, hingga tembus ke Anyer ini sudah mengalami pembangunan. Namun harus tetap berhati-hati, karena ada banyak "pengkolan" yang ektrem.  Setelah berhasil mengalahkan macet, akhirnya kami sampai ke Padarincang. 

Jika dari arah Pasar Ciomas di sebelah kiri terdapat plang yang merupakan arah penunjuk jalan menuju Curug Cigumawang. Kamipun menyusuri gang, melewati perumahan warga.  Namun ditengah perjalanan kami dicegat oleh calo parkir yang meminta kami untuk memarkirkan motornya. Sayapun menolak, karena saya pernah satu kali  ke Curug Cigumawang dan tahu persis jalurnya.

"Masih Jauh mang, parkir di luhur bae lah (masih jauh Bang, parkir di atas saja)" sengaja saya berbicara menggunakan dialek sunda. Menurut salah satu teman saya Febriyansah dan biasa kami memanggilnya Dodoy, biasakan berbicara bahasa sunda jika memang berada dilingkungan yang masyarakatnya notabene menggunakan bahasa sunda.  Supaya tidak disangka pendatang dari luar Serang. Akhirnya dengan sedikit adu argumen dan menolak rayuan mamang calo kami meneruskan perjalanan. Namun kami tetap diminta untuk membayar tiket masuk Rp.5000,- perorang. Baru saja motor kami melaju dua puluh langkah dari tempat parkir yang pertama, kami dirayu kembal iuntuk memarkirkan motor. Sekali lagi saya menolak dengan tegas, karena dengan memarkirkan motor di bawah hanya akan membuat kami berjalan kaki menanjak jauh sekali. 

Akhirnya kamipun lolos dari rayuan  mamang calo parkir dan sampai di tempat parkir yang sesungguhnya. Perjalanan kamipun berlanjut dengan menuruni jalanan yang curam dan licin. Kami disambut oleh cericit burung, dan suara binatang alam lainnya. Udara sejuk semakin terasa ketika kami melewati sungai. Setelah lima menit berjalan akhirnya kami sampai ke loket yang pertama. Kenapa loket pertama? Karena di depan ada lagi loket kedua. Masing-masing di loket pertama dan kedua kami membayar Rp.5000,- perorang.  Jika dhitung semuanya menjadi Rp.15000,- perorang. 


Rasa lelahpun tergantikan oleh pemandangan yang menakjubkan. Air terjun Cigumawang terjun bebas dari ketinggian 40 M. Menurut beberapa sumber di internet asal muasal penamaan Curug Cigumawang berasal dari bahasa sunda yang artinya bawang. Pada jaman dulu penduduk melihat debit air yang jatuh membentuk bawang. Menurut sumber yang saya baca di internet juga, Curug Cigumawang memiliki mitos yang dipercayai dapat menyatukan sepasang kekasih dalam pernikahan jika berkunjung berdua ke Curug Cigumawang. Benar atau tidak? buktikan saja sendiri hehe . Sementara itu dua teman saya langsung saja bergaya meminta untuk di foto. Namun sayang sekali, kami tidak bisa bebas berfoto karena padatnya pengunjung  memenuhi area air terjun Cigumawang.  Kamipun memilih untuk duduk-duduk di gazebo yang tersedia di sekitar air terjun Cigumawang. Dengan membayar Rp.10.000,- kami bebas bisa seharian duduk di gazebo, ya kali seharian hehehehe. 

 Sebenarnya kami ingin sekali berenang,merasakan sentuhan air terjun yang mengguyur tubuh kami. Tapi niat itu kami urungkan, mengingat betapa padatnya pengunjung yang berenang sehingga genangan air menjadi keruh. Sesekali kami wefie mengabadikan moment. Sementera pengunjung yang lain tak kalah eksis. Mereka rela naik ke tebing-tebing hanya untuk mengambil angle foto yang bagus dan tentu saja instagram-able. Curug Cigumawang juga memiliki fasilitas umum yanglengkap seperti mushola, warung, toilet dan juga ruang ganti.  

sedikit tips :

Jika ingin berkunjung ke Curug Cigumawang sebaiknya mengindari hari libur dan saat cuaca cerah. Jika hujan, trek yang ditempuh licin dan becek. Namun menurut penduduk sekitar, jika berkunjung ke Curug Cigumawang sebaiknya jangan dimusim kemarau karena air terjun tidak sederas ketika musim hujan. Tempat wisata ini mudah dijangkau, hemat di kantong dan sangat recomended bagi pencinta air terjun dan keindahan alam. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun