Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peran Buku dalam Upaya Pelestarian Budaya

23 April 2020   12:18 Diperbarui: 23 April 2020   12:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu buku terbitan BPK Gunung Mulia yang memperkenalkan model kapal Romawi | Dokumen Pribadi: Neno Anderias Salukh

Hari ini, tanggal 23 April diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Meskipun sejarah peringatan Hari Buku ini berkaitan erat dengan hak cipta, saat ini peringatan Hari Buku dimaknai dalam arti yang lebih luas dari sekedar hak cipta.

Peringatan Hari Buku selalu diwarnai dengan ucapan yang merujuk pada minat baca dan rasa cinta seseorang terhadap buku. Bahkan beberapa diantaranya bertanya, sudahkah anda membaca buku pada hari ini? Dan masih banyak cara mengekspresikan perasaan dalam merayakan Hari Buku dari masing-masing orang.

Hari ini, 23 April 2020, untuk kesekian kalinya perayaan Hari Buku, penulis memaknai Hari Buku dari sisi yang berbeda. Sebagai penulis artikel sosial dan budaya Suku Dawan, penulis berterimakasih kepada buku yang sejatinya menyelamatkan nyawa budaya beberapa suku termasuk Budaya Suku Dawan yang hampir mati termakan zaman.

Terutama budaya yang hanya diwariskan dengan cara dituturkan oleh para penutur adat atau budaya lisan. Misalnya budaya Natoni Suku Dawan (Timor) yang hanya diwariskan dengan cara menuturkan sejarah dan tradisi.

Saat ini budaya-budaya lisan terancam punah akibat perubahan zaman atau pengaruh budaya luar. Lagipula regenerasi penutur adat yang semakin langka dan stigma budaya yang identik dengan orang kampung (Jawa: Ndeso) membuat generasi muda gengsi memelihara budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiran buku ditengah terancamnya budaya lisan sangatlah menolong. Para pegiat budaya bisa mendokumentasikan budaya-budaya tersebut dalam sebuah buku untuk menolong generasi-generasi berikutnya yang mungkin berupaya melestarikan kembali budaya-budaya yang sedang dan mungkin akan mati suri.

Meskipun penulis belum menerbitkan buku, sesuai dengan usulan rekan-rekan penulis di Kompasiana, jika suatu saat Tuhan berkenan untuk penulis menerbitkan buku maka buku pertama yang akan diterbitkan adalah buku yang setidaknya menceritakan tentang budaya-budaya Suku Dawan yang sedang berada di ambang kepunahan.

Selagi masih ada penutur seperti ayah penulis, budaya-budaya tersebut bisa didokumentasikan dalam formulasi cerita kemudian dibukukan dan akan lebih lama bertahan dibanding dengan lisan yang akan dipengaruhi oleh daya ingat.

Sejarah tidak berbohong tentang pengaruh buku dalam upaya pelestarian budaya. Beberapa budaya dari berbagai suku yang sudah hampir punah kembali hidup karena ada dokumen yang menyimpan tentang budaya tersebut.

Di Mesir, buku atau gulungan yang terbuat dari papirus menjadi sumber sejarah dan perkembangan Mesir Kuno dari dinasti yang satu ke dinasti yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun