Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Harus Tahu ke Mana Murid-muridnya Harus Dibawa

31 Juli 2019   14:01 Diperbarui: 31 Juli 2019   14:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan recehan yang mungkin tidak menarik untuk dibaca.

Liburan selesai dan waktunya kembali ke sekolah dan aktivitas lainnya termasuk bimbingan belajar (bimbel) di sore hari. Sesuai dengan kesepakatan bersama dengan rekan-rekan seperjuangan Misi Pendidikan di Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, bimbel menjadi fokus utama saya di Desa Mauleum. Waktu mengajar di sekolah dikurangi agar bimbel menjadi lebih efektif.

Salah satu pertimbangannya adalah keterikatan saya dengan sistem pendidikan di sekolah memaksa saya untuk tidak mengerti kebutuhan siswa. Untuk itu, bimbel menjadi pilihan utama karena tidak ada sistem yang kaku, suasana dan waktu belajar lebih fleksibel dan kebutuhan siswa dapat dimengerti sehingga pelajaran yang diberikan menutupi ruang kekosongan dalam otak mereka.

Tanggal 15 Juli 2019 adalah hari pertama masuk sekolah. Bimbel pun disesuaikan dengan liburan sekolah. Tujuannya agar anak-anak tidak jenuh dengan belajar.

Hari sebelum masuk sekolah, saya harus menempuh perjalanan dari kampung halaman saya menuju tempat pengabdian, Desa Mauleum. Dengan Honda Revo 110 CC saya melewati medan-medan ekstrim yang sudah jadi makanan empuk saya seperti jalan berbatu dan berlubang, tanjakan yang tajam, menurun yang terjal, melewati lembah dan sungai menuju Kota Soe (Ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan yang selalu menjadi tempat perhentian). Karena capek, saya harus beristirahat seharian baru melanjutkan perjalanan menuju Desa Mauleum.

Perjuangan melewati medan yang cukup ekstrim ditambah dengan suhu dingin di Kota Soe yang menusuk memaksa kondisi kesehatan saya menurun. Ah, saya sepertinya demam. Saya sempat menyampaikan ini ke salah satu teman saya pada saat persiapan keberangkatan dari Kota Soe menuju desa bahwa saya tidak bisa melanjutkan perjalanan sekarang karena saya tidak bisa mengemudikan sepeda motor. Pilihannya hanya dua, numpang pickup (kendaraan roda empat yang biasanya digunakan untuk angkutan barang Tetapi di Timor digunakan untuk angkutan penumpang) atau paksa mengemudikan motor. Ya, teman saya tidak bisa mengemudikan motor.

Akan tetapi, biasanya saya mabuk jika numpang mobil sehingga saya secara terpaksa harus mengemudikan kuda hitam saya untuk melanjutkan perjalanan.

Beberapa kilometer menuju desa adalah medan yang tak kalah ekstrim dengan medan dari kampung saya menuju Kota Soe. Setibanya di Mauleum, saya seakan tak berdaya. Tanpa melakukan apapun, saya menuju tempat tidur.

Waktu menunjukkan pukul 23.15 saya terbangun karena lapar tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa selain tidur dan menahan rasa lapar dan sakit. Keesokan harinya, saya memaksa diri saya untuk masak nasi dan sayur untuk makan. Saya lebih takut tidak pulih karena rasa lapar menjadi jembatan untuk berbagai penyakit.

Saya tidak bisa ke sekolah, bimbel pun batal selama satu minggu. Setelah pulih baru saya memulai dengan aktivitas saya di minggu berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun