“Pelipis kamu kenapa, Arun? Dan hidung kamu merah-merah, Yudha? Kalian saling pukul?” tanyaku. Dalam hati aku dongkol bukan main. Mereka terdiam dan menunduk.
“Coba ceritakan sama Ibu, gimana sampai kalian berkelahi? Apa masalah….”
Belum selesai kalimatku, tiba-tiba ada suara di belakangku,
“Selamat Hari Guru!”
Dan seperti dikomando, anak-anak pun riuh bertepuk tangan.
Betapa terkejutnya aku, kulihat Vina dan Fauzan, masing masing memegang kue ulang tahun, berwarna biru dan cokelat, dengan lilin menyala di atasnya.
“Ibu, ini hanya akting!” Arun tertawa melihatku clingak-clinguk bingung.
“Lho, jadi kalian gak berkelahi?”
“Iya, Bu!” anak-anak serempak menjawab.
“Jadi, merah-merah itu…?” kutunjuk wajah Arun dan Yudha.
Mereka tertawa.