Saya pun melewati JPO, ternyata terdapat dua tangga exit di kiri dan kanan. Tangga ini dapat digunakan warga untuk menyeberang dari Stasiun Juanda menuju Masjid Istiqlal atau sebaliknya. Melewati tangga ini, penumpang langsung menemui pintu masuk Halte Transjakarta.
Pikiran saya pun melayang di masa-masa halte ini belum direvitalisasi. Dulu nih, kalau hujan halte becek, kotor, dan harus menerobos hujan jika mau ke jembatan menuju stasiun. Harus siap basah-basahanlah pokoknya.Â
Sekarang Halte Juanda lebih fresh dibanding sebelum direvitalisasi. Lebih cerah juga. Vibesnya positif aja gitu. Jadi bikin semangat menjalani hari.
Di depan mesin tap in-tap out, berdiri vending machine kartu uang elektronik untuk mengisi saldo e-money. Karena sudah terintegrasi, jadi Kartu Multi Trip Commuterline juga bisa dipakai untuk tap-in. No ribet, kan?
Haltenya sendiri berada di lantai bawah. Jadi, penumpang harus turun. Bisa melalui tangga manual, eskalator atau lift. Ya cukup ramah untuk para disabilitas. Cuma lift yang di JPO belum berfungsi, yang berfungsi baru yang di Halte Juanda.
Halte Juanda dulunya bernuansa biru, warna yang sama dengan Stasiun Juanda. Kini lebih dominan dengan warna putih. Ya tidak beda jauh dengan halte-halte TransJakarta lainnya setelah direvitalisasi. Pokoknya interior dan eksteriornya terlihat mewah.
Halte Juanda yang baru ini kalau diperhatikan memiliki fasad yang mirip mirip halte-halte CSW bawah yang memiliki ujung sirkuler tumpul ke arah timur.
Sampai di lantai bawah, tempat naik-turun bus TransJakarta, penumpang melewati taman kecil dan toilet serta musala. Berbeda dengan sebelumnya. Jangankan toilet dan mushala, haltenya saja sempit seperti gang senggol. Apalagi kalau hujan.