Keempat, Harsen juga melanggar dalam hal promosi obat untuk masyarakat umum. Izin BPOM, promosi obat Ivermectin hanya bisa dilakukan untuk para tenaga kesehatan karena termasuk obat keras.
Dewan Pakar IAI, Prof. Dr. Siswandono, MS, dalam kesempatan yang sama menegaskan, Ivermectin sebagai obat Covid-19 harus dihindari. Jangan sampai kasus yang terjadi di India terulang di sini.
India akhirnya mencabut izin obat tersebut karena efek sampingnya. Pemerintah India menilai belum ada studi lebih jauh mengenai khasiat dan manfaat dari obat ini.
Tidak beda jauh, Otoritas Pangan dan Obat-obatan AS (FDA) juga menghimbau agar publik menghindari penggunaannya dengan alasan yang sama. Di AS, obat ini dgunakan untuk membasmi parasit pada hewan.
"FDA belum menyetujui ivermectin untuk digunakan dalam mengobati atau mencegah Covid-19 pada manusia. Mengambil dosis besar obat ini berbahaya dan dapat menyebabkan bahaya serius," tulis FDA di situs resminya.
Sementara itu, Guru Besar bidang Analisis Farmasi, Prof. Dr. Apt. Yahdiana Harahap, yang juga Dewan Pakar IAI, mengatakan, riset ivermectin sebagai antivirus Covid-19 diawali dengan uji In Vitro di Australia.
Hasil uji memang terbukti bisa menghambat replikasi virus SARS-CoV-2, namun hal ini tidak bisa dikorelasikan dengan kajian klinis.
"Risetnya masih sangat terbatas. Sejauh ini, penelitian yang dilakukan umumnya masih dalam skala laboratorium," ungkapnya.
Kalau mau sebelum uji klinis harus dilakukan studi adjustment dari dosis sebagai obat cacing ke anti virus Covid-19.
Adanya penelitian penggunaan Ivermectin pada 476 pasien dengan mild condition Covid-19 terbukti tidak memberikan efek sebagai obat Covid-19