Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Politeknik Zaman Now: Dulu Dipandang Sebelah Mata, Kini Banyak Dipilih

16 Juni 2021   17:41 Diperbarui: 19 Juni 2021   09:43 2311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Sumber: Laman resmi PNJ via hai.grid.id

Dulu nih, orang-orang malas mendaftarkan diri berkuliah di politeknik. Orangtua juga banyak yang tidak mengarahkan anaknya ke sini. 

Jangankan politeknik swasta, yang negeri pun enggan. Ya, dulu politeknik (kerap disingkat poltek) dipandang sebelah mata.

Politeknik dulu memang seolah menjadi kelas dua. Baru dipilih ketika tidak lulus masuk perguruan tinggi negeri. Entah itu berlabel universitas, institut, atau sekolah tinggi.

Zaman dulu memang lebih ke gelar minded. Memang pendidikan di politeknik lebih banyak membuka program D1, D2, D3. Artinya, lulus dari politeknik tidak ada gelar kesarjanaan yang disandangnya.

Tidak sedikit yang kurang percaya diri. Tanpa gelar yang benar-benar "gelar" seolah-olah belum sah dinyatakan lulus dari perguruan tinggi.

Padahal lulusan politeknik lebih siap kerja karena memiliki keahlian khusus. Mahasiswanya lebih banyak mempelajari praktek dibanding mempelajari teori.

Politeknik memang bertujuan untuk menyiapkan mahasiswanya agar siap terjun langsung di industri kerja. Itu sebabnya, porsi praktek lebih banyak daripada teori.

Adanya program magang di industri atau perusahaan menambah bekal keahlian si mahasiswa. Biasanya, setelah magang mahasiswa kerap "dibajak" oleh perusahaan tempatnya magang. Jadi, ketika lulus mahasiswa tersebut sudah langsung diterima kerja.

Bandingkan dengan lulusan nonpoliteknik, yang ternyata lebih banyak nganggurnya. Dan, fakta ini tidak bisa dibantah.

Peserta Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri (SBMPN) di Politeknik Negeri Media Kreatif (Dokumentasi Polimedia)
Peserta Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri (SBMPN) di Politeknik Negeri Media Kreatif (Dokumentasi Polimedia)

Para "penggangguran intelektual" ini harus berkali-kali melamar pekerjaan baru bisa mendapatkan pekerjaan. Terkadang, pekerjaan yang didapatnya pun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

Tapi....itu dulu. Sekarang politeknik naik daun, juga "naik kelas". Setidaknya terlihat dalam 2 tahun terakhir ini. Politeknik banyak dipilih calon mahasiswa menjadi pilihan pertama saat mendaftar masuk ke perguruan tinggi negeri.

Sebut saja anak kawan saya, Inung Kurnia, meski di SMA masuk kelas IPA, ia sudah memantapkan diri meneruskan pendidikan tingginya di politeknik. Anaknya memang sudah punya minat dan ketertarikan dengan animasi.

Jadi, ia pun memilih Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) sebagai pilihan pertamanya dengan memilih jurusan Animasi.

Anak kawan saya ini pun lantas ngebut belajar Sosial Humaniora (Soshum) karena di Polimedia, jurusan Animasi masuknya ke dalam kelompok Soshum. Sementara di kampus lain, masuk ke MIPA.

Alhamdulillah, setelah ikut Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), ia pun dinyatakan lulus, dan itu berarti diterima di politeknik yang dipilihnya.

Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif Dr. Purnomo Ananto, MM mengawasi peserta SBMPN (Dokumentasi Polimedia)
Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif Dr. Purnomo Ananto, MM mengawasi peserta SBMPN (Dokumentasi Polimedia)

Tak hanya jalur SBMPTN saja, Polimedia dipilih calon mahasiswanya. Ada satu jalur lagi, yaitu Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri (SBMPN). Selasa (15/6/2021) kemarin, ada 1.024 calon mahasiswa berjuang "berebut" kursi di Polimedia.

Karena masih pandemi Covid-19, SBMPN dilakukan dua sesi, pagi dan siang. Tentu saja dengan protokol kesehatan Covid-19. Selain memakai masker + face sheild, membawa hand sanitizer, dan menjaga jarak, juga harus disertai dengan surat keterangan rapid antigen negatif.

Jika tidak, jangan harap bisa mengikuti SBMPN. Pihak kampus tidak ingin penularan Covid-19 terjadi melalui klaster baru: SBMPN. Pengumuman ini sudah diinformasikan sebelum seleksi dimulai dan di web resmi Polimedia.

Seleksi sengaja dilakukan secara bersamaan di hari itu juga oleh seluruh politeknik negeri di Indonesia. Dengan alasan untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran soal.

Di Politeknik Negeri Media Kreatif sendiri ada 9 program studi D3 yang dipilih para peserta yakni Teknik Grafika, Teknik Kemasan, Teknik Pemeliharaan Mesin, Desain Grafis, Penerbitan, Periklanan, Penyiaran, Fotografi dan Seni Kuliner.

Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif Dr. Purnomo Ananto, MM, bersyukur banyak calon mahasiswa baru yang mendaftar melalui SBMPN dan menempatkan Polimedia sebagai pilihan pertama.

"Mereka memang memiliki minat bidang tertentu, seperti animasi, 58 persen lebih langsung pilih Polimedia sebagai pilihan pertama," tambahnya sumringah yang ditemui di sela SBMPN.

Purnomo patut merasa bersyukur karena selama ini politeknik kerap dipandang sebelah mata. Tidak heran, dalam seleksi mahasiswa baru, politeknik menjadi alternatif kedua setelah tidak tembus universitas.

Dikatakan, adanya Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan SBMPTN memungkinkan politeknik negeri mendapatkan input calon mahasiswa yang lebih baik.

Karena itu, Polimedia berkomitmen akan terus bergabung dalam model seleksi yang digelar Lembaga Test Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) baik SNMPTN maupun SBMPTN.

Menurutnya, bergabung dengan sistem seleksi nasional melalui SBMPTN maupun SNMPTN justeru membuat politeknik menjadi naik kelas. Ia pastikan, politeknik tidak akan kalah bersaing dengan universitas.

Banyaknya calon mahasiswa yang memilih politeknik negeri karena saat ini telah terjadi perubahan mindset di masyarakat bahwa kuliah tidak lagi semata mengejar ijazah. Ia pun yakin politeknik akan semakin diminati masyarakat.

"Terlebih tren pendidikan masa depan lebih bertumpu pada penguasaan kompetensi kerja, dan bukan lagi angka-angka yang tertera pada selembar ijazah," tandasnya.

Tahun ini menjadi tahun kedua polimedia negeri bergabung dalam sistem seleksi SNMPTN maupun SBMPTN. Untuk sistem di bawah kelola LTMPT ini, Polimedia membuka lima prodi yakni Animasi, Desain Mode, Pengelolaan Perhotelan,  Teknologi Rekayasa Multimedia, Pengelolaan Perhotelan, Teknologi Permainan dan Teknologi Rekayasa Multi Media.

Tidak kalah membanggakan, nyatanya score UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) SBMPTN Polimedia juga terus meningkat. Tahun ini banyak peserta yang mendapatkan score di atas 625 atau hampir setara dengan score rata-rata universitas ternama seperti ITB, UI, UGM dan lainnya untuk kelompok Soshum (Sosial Humaniora).

Dokumentasi Polimedia
Dokumentasi Polimedia

Karena itu, menurutnya, saat ini tidak ada alasan bagi politeknik (negeri) merasa minder. Justeru dibukanya program vokasi di beberapa universitas besar, menjadi bukti bahwa pendidikan vokasi semakin diminati masyarakat.

Beberapa politeknik negeri juga sudah membuka program studi sarjana terapan (D4) yang setara dengan S1 di universitas.
Dikatakan setara lantaran memiliki bobot keilmuan yang setara dengan jenjang S1.

Program sarjana terapan ini dapat menjadi pilihan bagi mereka yang tetap menginginkan mendapatkan pengakuan sebagai sarjana.

Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan program diploma empat (D4) atau sarjana terapan yang merupakan transformasi dari program D3 akan meningkatkan minat siswa masuk pendidikan vokasi.

Lulusan D4 akan mendapatkan gelar dan ijazah, sertifikasi kompetensi, portfolio tangible, kemampuan teknis dan nonteknis kuat, dan integritas.

Purnomo mengakui, untuk membuat Polimedia semakin diminati masyarakat, pihaknya terus melakukan kajian dan pembukaan prodi baru yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Beberapa prodi yang ada, juga masih dikaji untuk diupgrade ke jenjang sarjana terapan (D4) guna memenuhi keinginan masyarakat dan dunia industri.

Polimedia sendiri masih mempertahankan jenjang D3 karena tuntutan dunia kerja. Ia beralasan banyak dunia industri yang masih membutuhkan lulusan siap kerja setara D3. Dan ini memungkinkan karena pemerintah (Kemendikbudristek) memang mengizinkan.

Purnomo mengimbau agar direktur politeknik negeri tetap bergabung dalam sistem seleksi yang digelar LTMPT. Bergabung ke model seleksi LTMPT yang akuntabel, kredibel, transparan dan didukung oleh teknologi canggih, membuat Politeknik semakin naik kelas.

Ia juga meyakini nanti politeknik akan semakin dipilih masyarakat. Kuncinya, politeknik harus terus meningkatkan mutu dan kualitas serta memperluas jaringan kemitraan dengan dunia industri.

"Bermitra dengan dunia industri tidak hanya sekedar sebagai tempat magang mahasiswa, tetapi juga untuk kebutuhan penyusunan kurikulum. Keterlibatan dunia industri memungkinkan jenis ketrampilan kerja yang dimiliki lulusan, dapat sesuai dengan kebutuhan dunia kerja," katanya.

Polimedia sendiri bermitra sudah lebih dari 300 industri. Ke depan, akan membuka kemitraan dengan industri-industri lain.

Tahun ini, Polimedia menerima 277 mahasiswa baru melalui jalur SBMPTN, sebanyak 49 orang di antaranya merupakan peserta KIPK (kartu Indonesia Pintar Kuliah).

Secara keseluruhan kuota masuk Polimedia memang naik menjadi 2176 kursi mahasiswa baru yang sebelumya 1900 kursi. Ini sudah termasuk di Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) Medan dan Makassar.

Penambahan kuota ini karena adanya prodi baru dan meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) mahasiswa. Selain itu, karena adanya kelas "kosong" seiring dengan program kampus merdeka.

Kelas "kosong" ini karena mahasiswanya tengah mengikuti program magang di industri selama 6 bulan. Jadi, daripada "kosong" lebih baik diisi sehingga APK  ditingkatkan.

Saat perkuliahan dimulai, Polimedia akan menerapkannya secara hybrid, sebagian tatap muka, sebagian online, mengikuti peraturan pemerintah.

"Kalau untuk praktek tetap harus ke lab, tidak bisa secara online. Jadi, nanti diterapkan secara bergiliran," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun