Ia pun meminta bantuan semua pihak, termasuk saya, untuk mengungkap kasus kematian anaknya. Setidaknya untuk terus menggaungkan agar orang-orang tidak lupa atas peristiwa tragis itu.
"Dari awal, saya dan keluarga merasa berjuang sendiri agar kasus anak saya segera diungkap dan selesai," tutur Marsekal Pertama TNI Mardoto yang masih menyisakan duka atas peristiwa ini.
Ia melanjutkan, ketika jenazah Ace pertama kali ditemukan, pihak kampus dan kepolisian tidak langsung mengontak dirinya sebagai orangtua.Â
"Perasaan sayalah yang membawa saya ke Depok, hanya untuk lihat putra yang saya banggakan terbaring dingin karena tenggelam berhari-hari," urainya.
Ketika ditemukan, di ransel Ace ada bata 14 kg. Ditemukan juga 'surat wasiat', makanya ia awalnya dibilang bunuh diri. Tapi, setelah dicek, 'surat' itu bukan tulisan Ace.Â
Hasil otopsi juga menunjukkan Ace sudah tidak sadarkan diri ketika dia tenggelam di Danau UI. Sebab, pada paru-paru Akseyna terdapat air dan pasir. Hal itu tidak akan ditemukan bila korban sudah tidak bisa bernapas.
Dari penyelidikan, kasus Ace sudah ditegaskan sebagai kasus pembunuhan. Tapi, enam tahun berlalu, kasusnya masih tetap tak jelas.
"Kami sudah minta tolong ke UI, Tety. Minta bantuan hukum, bentuk tim investigasi, dan beri sanksi dosen penggiring opini negatif tentang Ace. Tapi UI menolak. Katanya, mereka mau menyerahkan ini seluruhnya kepada kepolisian," urainya.
Kepolisian sudah bilang ini utang yang harus mereka bayarkan. Ya... tapi kami harus menunggu berapa lama lagi?
Ia pun membuat petisi "Sudah 6 Tahun, Segera Ungkap Pembunuh Putra Kami Akseyna!"
Petisi ini dibuat supaya Kepolisian Daerah Metro Jaya segera menyelesaikan dan mengungkap kasus Ace. Ia juga minta UI agar lebih aktif dan transparan dalam penyelesaian kasus ini.Â