Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Buku "150 Kompasianer Menulis Tjiptadina Effendi", Persahabatan dalam Keberagaman

2 Maret 2021   13:17 Diperbarui: 2 Maret 2021   13:37 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat (26/2/2021) siang itu, saya sedang mengetik di ruang tengah. Lalu terdengar suara lelaki dari luar rumah bersamaan dengan berhentinya deru mesin motor.

"Paketttt," ucap lelaki itu berulang kali. Karena saya sedang tidak pakai jilbab, saya pun meminta si mbak untuk menemuinya ke depan.

Paket yang bertuliskan nama saya pun diberikan kepada saya. Yang isinya buku "150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi". Saya sudah menduga buku saya terima pada Jumat karena sebelumnya Pak Ikhwanul Halim menginfokan buku sudah dikirim.

Tentu saja saya senang menerimanya mengingat ini pertama kalinya saya ikut berkolaborasi dalam buku ini. Saya senang juga membacanya. Bukan semata-mata karena ada tulisan saya di situ. Tapi lebih karena hangatnya ikatan persahabatan di antara para kompasianer. Yang tercermin dari judul buku itu. Padahal, saya masih "anak bawang".

Baru bergabung di Kompasiana selama 10 bulan terakhir ini saja sudah tercipta persahabatan lintas batas, lintas generasi, lintas agama, lintas profesi, lintas budaya. Bagaimana yang sudah bertahun-tahun?

Memiliki sahabat tentu saja menjadi hal yang menyenangkan. Biasanya persahabatan terjalin umumnya karena seumuran atau sebaya. Entah karena teman satu sekolah, kuliah atau pekerjaan.

Nah, bedanya di Kompasiana terdiri dari beragam usia, juga beragam pendidikan, pekerjaan, dan tentu saja gender. Yang juga beragam ide dan pemikiran, yang hebatnya, tidak menimbulkan perdebatan.

Jadi, saya senang menjalin pertemanan di sini. Belajar pada sosok Opa Tjiptadinata Efdendi dan Ibu Roseline yang memiliki jalinan persahabatan dengan beragam perbedaan, dan tetap terjalin hingga di usia yang beranjak sepuh.

Jika umumnya bersahabat dengan yang seumuran, terkadang diwarnai dengan drama, entah itu pertengkaran atau ketidakcocokan ide, maka persahabatan di sini tidak terjadi demikian. Begitulah yang saya amati dan saya dapati.

Nah, sepertinya persahabatan beda usia jarang terjadi drama. Setidaknya, itu yang saya dapati dari tulisan-tulisan opa Tjipta dan Ibu Roselina. Mungkin karena usia pasangan yang romantis ini sudah senior, jadi sarat dengan pengalaman hidup.

Dari pengalaman-pengalaman hidup yang dituangkan dengan bijak dalam tulisan oleh pasangan yang inspiratif ini, secara tidak langsung mengajarkan kita, atau setidaknya saya, bagaimana menyikapi dan menjalani kehidupan. Tenang tanpa kesan menggurui.

Dan, melalui tulisan para Kompasianer yang terdapat dalam buku ini, saya jadi dapat memperluas sudut pandang saya terhadap sesuatu atau memandang sesuatu dari perspektif yang berbeda.

Saya pun jadi lebih nyaman berbagi tentang pikiran atau pendapat atau pengalaman pribadi sehingga dapat meningkatkan energi diri sendiri, yang secara tidak langsung mempengaruhi saya untuk menjadi lebih dewasa.

Memiliki teman dari berbagai usia, dari awal 20-an hingga usia senior, bagi saya ini hal yang sangat menyenangkan. Saya pikir ini bagus karena itu berarti saya mendapatkan perspektif yang berbeda. Juga bisa saling mengeksplorasi hal-hal yang berbeda secara kultural.

Dari sini, saya pun mendapat banyak pelajaran hidup. Pengalaman mulai dari mengurus anak hingga mempersiapkan pensiun. Dari pengalaman-pengalaman sahabat yang lebih tua, saya bisa memetik banyak pelajaran sehingga ketika dihadapkan dalam situasi tersebut, saya sudah bisa mempersiapkan mental saya.

Saya juga bisa belajar dari pengalaman sahabat Kompasianer yang lebih muda dari saya. Yang sudah pasti pengalaman hidupnya tidak sama dengan saya. Belajar tentang budaya anak muda yang sedang terjadi dan bisa diterapkan kepada anak-anak saya kelak.

Dari segala perbedaan itu, intinya saya dan kamu tetap bisa bersahabat, selamanya. Yang bisa saling menghargai dan menyayangi. Keragaman tidak pernah menjadi masalah yang berarti dalam persahabatan. Perbedaan juga bukan menjadi masalah dalam persahabatan.

Bersama tak harus sama, namun berbeda juga tak harus berpisah. Jika dilandasi dengan ketulusan hati maka persahabatan bisa bertahan lama. Seperti yang sudah dibuktikan oleh Opa Tjipta dan Ibu Rose.

Karena itu, saya senang menjadi bagian dari persahabatan ini. Persahabatan yang tak lekang dimakan waktu. Seperti peribahasa tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.

Saya pun mengucapkan terima kasih kepada Opa Tjipta, Ibu Rose, Pak Ikhwanul Halim, Kompasiana, dan para Kompasianer yang sudah memberikan saya kesempatan dan menjadikan saya bagian dari keluarga besar Kompasiana.

Tak lupa buat Opa Tjipta dan Ibu Rose, saya ucapkan "happy 56th wedding anniversary".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun