Sebagai kawan dan sahabat, jelas saya mensupportnya. Turut membantu mempromosikan produknya jika bertemu dengan relasi saya, kepada keluarga saya yang lain, kawan-kawan, tetangga, dan membeli untuk saya pribadi. Menulisnya di Kompasiana juga sebagai bentuk dukungan saya.
Sebagaimana kita ketahui rendang dan dendeng, menu khas Sumatera Barat, dan menjadi salah satu makanan favorit keluarga Indonesia. Penikmatnya tidak hanya dari daerah Sumatera Barat, tempat rendang berasal.Â
Siapapun pasti menyukai rendang. Termasuk saya dan keluarga, meski saya orang Sunda. Bahkan, rendang juga sudah mendapatkan pengakuan sebagai makan terlezat di dunia
Â
Baca juga:
Dewi Syafrianis, Sosok Inspiratif di Balik Produk "DenDang" yang Dimasak Secara Tradisional
Karena itu, kawan saya yang seorang ibu tiga anak ini merasa yakin produknya disukai banyak orang. Terlebih produknya dimasak secara tradisional dengan menggunakan kayu bakar. Hanya segelintir orang yang bisa memasak rendang secara tradisional. Rasa rendangnya juga akan berbeda dengan menggunakan gas.Â
Rendang, kata Dewi, dimasak di atas tungku kayu bakar selama kurang lebih 12 jam. Hasilnya rendang dengan dedak (bumbu) yang kering namun gurih (gurih alami, tanpa penyedap rasa). Rendang dan dendeng dikemas dalam plastik kedap udara (vacuum bag) yang jika disimpan di freezer bisa awet lebih 3 bulan.
Kini usaha rumahannya (UKM) berkembang dengan memanfaatkan jaringan sosial Instagram (@badendang_rendang), twitter, Facebook (sambal.dendang), WhatsApp. Produk olahannya juga bisa ditemui di sejumlah market place seperti Shopee, Lazada, Bukalapak, blibli.
Kalau ingin mengetahui lebih jauh tinggal ketik nama merek atau nama kawan saya saja. Pasti muncul. Atau bisa juga kontak kawan saya ini di nomor 081290851440.
Kini, peminat olahannya pun berkembang. Tidak hanya kaum urban di Jakarta dan sekitarnya, tapi permintaan juga mengalir dari berbagai daerah, bahkan hingga ke luar negeri.