Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi: Lembaga Sosial

14 Desember 2021   14:15 Diperbarui: 14 Desember 2021   14:31 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, kata 'lembaga' dan 'pranata' sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Sebagian orang menganggap istilah lembaga identik dengan pranata, sementara yang lainnya menganggap pranata adalah institusi (institution) yang merupakan sistem norma atau aktivitas masyarakat yang bersifat khusus dan lembaga adalah  institut (institute) yang merupakan organisasi atau asosiasi dalam menjalankan pranata, seperti  KUA, mesjid, sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Berikut dikemukakan pendapat dari beberapa ahli di bidang sosiologi dan antropologi, agar dapat lebih memahami persamaan dan perbedaan istilah 'lembaga sosial' dan 'pranata sosial'.

Menurut Koentjaraningrat (1990): "Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas sosial untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat." Pada kesempatan lain Koentjaraningrat menjelaskan lagi definisi lembaga sosial dengan mengatakan bahwa "lembaga sosial atau pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang terpusat pada aktivitas-aktivitas khusus dalam kehidupan masyarakat." Menurut Horton dan Hunt (1991): "Pranata sosial sebagai lembaga sosial, yaitu sistem norma untuk mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting." Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya istilah lembaga dan pranata memiliki arti yang sama, yakni himpunan norma yang menata serangkaian tindakan atau aktivitas yang dilakukan masyarakat, agar tindakan atau aktivitas yang dilakukan lebih teratur dengan menjadikan lembaga sosial sebagai pedoman.   

Lembaga sosial pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang kongkret. Artinya: tidak selalu hal-hal yang ada dalam suatu lembaga sosial dapat diamati, atau dapat dilihat secara nyata (kasat mata). Bahkan, lembaga sosial lebih bersifat konsepsional, artinya, keberadaan atau eksistensinya hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi yang ada di alam pikiran.  Hal yang dapat dilihat dan diamati adalah aktivitas individu-individu yang berada di bawah suatu lembaga/pranata sosial, yang mana aktivitas-aktivitasnya menunjukkan kesamaan tujuan, kesamaan pola, dan kesamaan nilai. Misalnya: Aktivitas orang-orang yang berada di bawah lembaga Pendidikan, menunjukkan kesamaan tujuan, yakni mencerdaskan bangsa, dan terdapat kesamaan pola serta struktur, yaitu adanya pendidik/pengajar dan peserta didik yang melakukan kegiatan pembelajaran, dan di dalam proses pendidikan, terdapat pula keseragaman tindakan serta aktivitas yang merefleksikan nilai-nilai dan norma-norma tertentu.

Proses pelembagaan/ institusionalisasi (institutionalization) norma berjalan melalui empat tahap, pertama cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan, atau cara bertingkah laku. Kedua, cara berperilaku berlanjut sehingga menjadi suatu perbuatan berulang atau kebiasaan (folkways). Ketiga, apabila kebiasaan tersebut diterima sebagai norma pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat unsur pengawasan, dengan pemberlakuan sanksi (mores). Keempat, tata kelakuan yang semakin kuat dan mengikat para anggotanya yang disebut adat istiadat (custom), dengan pemberlakuan sanksi yang lebih keras.

Dengan kata lain, pelembagaan adalah suatu proses terujinya sebuah kebiasaan dalam masyarakat untuk menjadi institusi/lembaga. Keberhasilan proses institusionalisasi dalam masyarakat akan terbentuk, jika norma-norma kemasyarakatan tidak hanya terlembaga dalam masyarakat, akan tetapi juga sudah terpatri dalam diri (internalized) mayoritas anggota masyarakat. 

Fungsi Lembaga Sosial


Secara umum, tujuan utama pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan lancar, sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Koentjaraningrat (1990) mengemukakan tentang fungsi pranata sosial dalam masyarakat, sebagai berikut:

  • Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, muatan-muatan yang ada di dalam pranata sosial, adalah aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat digunakan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
  • Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan (disintegrasi sosial). Perlu dipahami,  bahwa sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, jumlahnya terbatas, sedangkan kebutuhan manusia semakin lama justru semakin meningkat, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan akan sarana dan prasarana, memungkinkan timbulnya persaingan (kompetisi) atau pertentangan/pertikaian (konflik), maka sistem norma yang ada dalam suatu pranata sosial dapat difungsikan untuk menekan kemungkinan terjadinya konflik, dengan cara menata atau mengatur pengadaan dan pendistribusian sarana dan prasarana secara adil dan merata.
  • Memberikan pegangan dalam melakukan pengendalian sosial (social control). Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat konformis (menyesuaikan diri) terhadap norma-norma sosial itu, sehingga terwujud ketertiban sosial. Dengan demikian, sanksi yang melekat pada setiap norma itu merupakan pegangan dari warga masyarakat untuk melakukan pengendalian sosial. 

Ciri Lembaga Sosial

Menurut pandangan Gillin dan Gillin (1954: 207), ciri-ciri lembaga sosial adalah sebagai berikut.

  • Memiliki pola perilaku, yang bisa diartikan sebagai sekumpulan pola pemikiran yang terwujud berdasarkan aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa, di dalam lembaga sosial memiliki atau terdiri atas norma, adat, kebiasaan, dan juga tata kelakukan yang tergabung dalam kesatuan fungsi antara satu dengan yang lainnya.
  • Memiliki kekekalan. Lembaga sosial pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu, sehingga tidak cepat lenyap dari kehidupan masyarakat. Umur yang relatif lama itu disebabkan karena seperangkat norma yang merupakan isi suatu pranata sosial terbentuk dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, masyarakat berupaya menjaga dan memelihara pranata sosial dengan sebaik-baiknya, apalagi bila pranata tersebut berkaitan dengan nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi.
  • Memiliki tujuan. Lembaga sosial mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan, misalnya, mengatur hubungan sosial anggota masyarakat, dan sebagainya.
  • Memiliki perlengkapan. Lembaga sosial memiliki alat-alat perlengkapan, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (soft ware) untuk mencapai atau mewujudkan tujuan-tujuan dari lembaga sosial tersebut. Perangkat keras yang dimiliki lembaga sosial, misalnya bangunan mesjid, gereja, kuil, dan biara yang berada di bawah lembaga agama. Adapun perangkat lunaknya berupa aturan-aturan (norma), baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis..
  • Memiliki simbol. Setiap lembaga sosial pada umumnya memiliki simbol atau lambang tersendiri, yang memiliki makna representatif. Misalnya gambar timbangan dan palu digunakan sebagai simbol dari lembaga hukum, yang mana gambar timbangan melambangkan keadilan, dan palu melambangkan keadilan tak pandang bulu.  
  • Memiliki tradisi. Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Misalnya, izin kawin dan hukum perkawinan untuk lembaga perkawinan.

Tipe Lembaga Sosial

Tipe-tipe institusi sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Berdasarkan sudut perkembangan 

  • Cresive institution yaitu institusi yang lahir secara bertahap dalam kehidupan masyarakat. Contohnya: lembaga perkawinan, lembaga ekonomi, dan sebagainya.
  • Enacted institution yaitu institusi yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Misalnya, institusi pendidikan.

Berdasarkan sudut nilai yang diterima oleh masyarakat

  • Basic institutions yaitu institusi sosial yang dianggap penting untuk memelihara dan         mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Contohnya institusi keluarga, dan pendidikan.
  • Subsidiary institutions yaitu institusi sosial yang berkaitan dengan hal-hal yang dianggap kurang penting oleh masyarakat, misalnya institusi yang memberikan sarana refreshing.       

Berdasarkan sudut penerimaan masyarakat

  • Approved atau social sanctioned institutions yaitu institusi sosial yang diterima oleh masyarakat. Misalnya, adanya lembaga pengadilan, dan perdagangan.
  • Unsanctioned institutions yaitu institusi yang ditolak masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya. Misalnya, institusi mafia, teroris, dan sebagainya.

Berdasarkan sudut penyebarannya

  • General institutions yaitu institusi yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat.             Misalnya, institusi agama.
  • Restricted institutions. Institusi ini memiliki ciri khas yang menjunjung tinggi tradisi dan kearifan lokal setempat. Institusi ini hanya dikenal oleh warga setempat. Misalnya: institusi kesenian daerah.

Berdasarkan sudut fungsinya

  • Operative institutions yaitu institusi yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan dari masyarakat yang bersangkutan. Contoh institusi ekonomi, industri, dan pendidikan.
  • Regulative institutions yaitu institusi yang bertujuan mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan dalam masyarakat. Contoh: institusi kepolisian, pengadilan dan kejaksaan.

Jenis Lembaga Sosial

Lembaga Keluarga

Keluarga adalah unit sosial yang terkecil dalam masyarakat, memiliki struktur yang khas, dan  diikat oleh aturan-aturan yang ada di masyarakat, yang umumnya secara ideal dibentuk melalui perkawinan. Oleh karena itu, setiap orang tidak dapat seenaknya dalam menentukan pilihan (menikah atau tidak menikah). Pasangan hidup yang diperoleh melalui perkawinan merupakan pasangan resmi yang diakui masyarakat, sehingga setiap orang tidak dapat mengganti pasangannya hanya berdasarkan kebutuhan atau keinginan semata-mata. Adapun fungsi keluarga adalah sebagai berikut.

  1. Fungsi reproduksi, artinya dalam keluarga, anak-anak merupakan wujud dari cinta kasih dan tanggung jawab suami istri untuk meneruskan keturunannya.
  2. Fungsi sosialisasi, artinya bahwa keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakatnya. Keluarga sebagai wahana sosialisasi primer harus mampu menerapkan nilai dan norma masyarakat melalui keteladanan  orang tua.
  3. Fungsi afeksi, artinya didalam keluarga diperlukan kehangatan rasa kasih sayang  dan perhatian antar anggota keluarga, yang merupakan salah satu kebutuhan manusia sebagai makluk berpikir dan bermoral (kebutuhan integratif).
  4. Fungsi ekonomi, artinya bahwa keluarga, terutama orang tua mempunyai kewajiban ekonomi seluruh keluarganya . Ibu sebagai sekretaris suami didalam keluarga harus mampu mengolah keuangan sehingga kebutuhan dalam rumah tangganya dapat terpenuhi.
  5. Fungsi pengawasan sosial, artinya bahwa setiap anggota keluarga pada dasarnya saling melakukan kontrol atau pengawasan, karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga nama baik keluarga.
  6. Fungsi proteksi (perlindungan), artinya fungsi perlindungan sangat diperlukan keluarga terutama anak, sehingga anak merasa aman hidup ditengah-tengah keluarganya. Ia akan merasa terlindungi dari berbagai ancaman fisik maupun mental yang datang dari dalam keluarga maupun dari luar keluarganya.
  7. Fungsi pemberian status, artinya bahwa melalui perkawinan seseorang akan mendapatkan status atau kedudukan yang baru di masyarakat, yaitu suami atau istri. Secara otomatis mereka akan diperlakukan sebagai orang yang telah dewasa dan mampu bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, anak-anak dan masyarakatnya.

Lembaga Pendidikan

Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sehingga membutuhkan bantuan orang lain yang lebih dewasa, agar dapat menjalani proses kehidupannya. Bantuan utama yang perlu diberikan kepada setiap anak adalah berupa pendidikan.

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau sekelompok orang agar mencapai taraf kedewasaan sebagaimana yang diinginkan. Tolok ukur kedewasaan yang ingin dicapai dalam pendidikan, adalah keadaan dimana seseorang telah mampu mandiri, dan terlepas dari ketergantungan pada orang lain.

Jenis Lembaga Pendidikan

Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal, merupakan proses pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah, yang sifatnya resmi dan diselenggarakan pemerintah, misalnya: sekolah-sekolah, akademi, universitas, Sekolah Tinggi, institute, pesantren. Adapun ciri-ciri pendidikan formal adalah sebagai berikut.

  • Diselenggarakan secara rapi, terencana, teratur, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  • Materi pelajaran disiapkan sesuai dengan kurikulum atau silabus yang ada.
  • Proses pendidikan diselenggarakan secara tertib dan terstruktur dengan menggunakan teknik dan metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi materi pelajaran, kondisi para pelajar, ketersediaan media pembelajaran, lingkungan, dan sebagainya. Pada waktu-waktu yang telah ditetapkan, diselenggarakan evaluasi terhadap keberhasilan proses pendidikan dan termasuk di dalamnya penyusunan laporan-laporan kemajuan akademik yang telah dicapai oleh pelajar.
  • Proses pendidikan disesuaikan dengan jenjang pendidikan, kelompok umur, dan pengelompokan jurusan tertentu.
  • Proses pendidikan dipandu oleh seorang pendidik yang dikenal dengan istilah guru atau dosen terhadap para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa.
  • Terdapat sertifikat atau ijazah tertentu yang menyatakan bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.

Pendidikan Informal

Pendidikan informal atau pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga merupakan sejumlah pengalaman berharga yang ditimba oleh seseorang atau sekelompok orang, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, di tengah-tengah kehidupan keluarga. Adapun ciri pendidikan informal adalah sebagai berikut.

  • Proses pendidikan tidak diselenggarakan secara teratur, terencana, dan sistematis, bahkan sering terjadi proses peniruan secara tidak sadar dan tidak disengaja, sehingga tidak mengenal penyusunan tujuan tertentu, seperti, penyiapan materi pelajaran, penggunaan teknik dan metode pembelajaran, dan tidak mengenal adanya evaluasi seperti yang sering dijumpai pada lembaga-lembaga sekolah.
  • Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu, tempat, dan sekaligus tidak mengenal batasan usia.
  • Proses pendidikan terjadi secara otomatis di antara seluruh anggota keluarga sehingga tidak mengenal istilah guru dan murid, melainkan antara orang tua atau orang yang dianggap tua dengan anak-anak.

Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal, merupakan proses pendidikan yang terjadi di masyarakat. Biasanya pendidikan nonformal memberikan keterampilan-keterampilan praktis. Pada umumnya pendidikan nonformal diselenggarakan dalam bentuk kursus maupun pelatihan-pelatihan, seperti kursus mengemudi, kursus montir, kursus menjahit, dan lain sebagainya. Adapun beberapa ciri dari pendidikan nonformal antara lain adalah sebagai berikut:

  • Diselenggarakan secara teratur, terencana, dan sistematis dengan tujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang profesional.
  • Tidak mengenal batasan usia.
  • Tidak mengenal sistem penjenjangan dan sistem kelas yang ketat.
  • Diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan, bakat, dan minat warga masyarakat.
  • Proses pendidikan diselenggarakan secara singkat sehingga lebih efisien dan efektif.
  • Waktu dan tempat penyelenggaraan proses pendidikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan dan kesempatan para peserta didik.

Fungsi Lembaga Pendidikan

Fungsi dibentuknya lembaga pendidikan dibedakan atas dua macam, yakni fungsi manifest (dapat dilihat) dan fungsi laten (tersembunyi).

  • Fungsi manifest (nyata) pendidikan
    • Membantu orang mengembangkan potensinya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.
    • Melestarikan kebudayaan dengan cara sosialisasi, enkulturasi, transmisi, internalisasi.
    • Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran ketrampilan berbicara dan mengembangkan cara berpikir rasional.
    • Memperkaya kehidupan melalui pencerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
    • Meningkatkan kemampuan generasi penerus untuk menyesuaikan diri melalui bimbingan pribadi dan berbagai kursus.
  • Fungsi laten (tersembunyi) lembaga pendidikan.
    • Mempersiapkan SDM (sumber daya manusia) dengan pendidikan formal (sekolah) yang mampu mempersiapkan generasi penerus yang tangguh, cerdas, berakhlak mulia dan berilmu agar dapat bermanfaat bagi masyarakat dan negara.
    • Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat.

Lembaga Agama

Kajian tentang agama dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu teologis dan sosiologis. Kajian agama dalam dimensi teologis berangkat dari adanya klaim tentang kebenaran multlak ajaran suatu agama bagi para pengikut atau pemeluknya. Doktrin-doktrin agama yang diyakini berasal dari Tuhan, dan kebenarannya melampaui kemampuan akal atau pikiran manusia, sehingga hanya dapat diyakini dengan cara memiliki sesuatu dalam hati/diri manusia yang disebut iman. Sedangkan dalam dimensi sosiologis, agama dipandang sebagai salah satu institusi sosial.

Sosiologi memandang suatu agama bukan pada masalah kebenaran dari doktrin, keyakinan, atau ajaran-ajarannya, melainkan bagaimana doktrin, keyakinan atau ajaran-ajaran itu terwujud dalam perilaku para pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari. Definisi agama menurut pandangan sosiologi dapat dilihat antara lain pada definisi yang dikemukakan oleh Emile Durkheim (1956), yang mengatakan, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktik-praktik (tingkah laku) yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap suci atau sakral (sacred), dan mempersatukan semua penganutnya ke dalam satu komunitas moral yang disebut umat.

Agama diyakini oleh para penganutnya sebagai hal yang berpijak pada: (1) sesuatu yang dianggap sacred (suci), (2) bersifat supranatural, dan (3) ajaran bersumber dari Tuhan yang diturunkan melalui para Nabi atau Rasul.

Indonesia merupakan negara majemuk, yang memiliki penduduk dengan sejumlah perbedaan, termasuk perbedaan dalam hal agama. Oleh karena itu lembaga agama di Indonesia dibagi atas beberapa lembaga, yang mana setiap lembaga mewakili agama yang ada di Indonesia, antara lain:

  1. Islam                     : Majelis Ulama Indonesia (MUI)
  2. Kristen                 : Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)
  3. Katolik                 : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
  4. Hindu                   : Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
  5. Buddha                : Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi)
  6. Khonghucu        : Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin)

Pranata agama mempunyai fungsi utama dalam mengatur aktivitas warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan sesuatu yang dianggap suci atau sakral. Pranata agama berhubungan dengan segenap komponen yang berkaitan dengan kehidupan beragama, yaitu: (1) sistem keyakinan, (2) emosi keagamaan, (3) sistem ritual atau upacara keagamaan,          (4) alat-alat ritual, (5) umat, yakni satuan sosial yang terdiri atas orang-orang yang memiliki sistem keyakinan (agama) yang sama.

  • Fungsi nyata (manifest) lembaga agama
    • Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
    • Wadah silaturahmi yang menumbuhkan dan meningkatkan rasa persaudaraan.
    • Melayani kebutuhan bagian keagamaan secara matang dan mendalam.
    • Menjamin stabilitas dan kontinuitas kepentingan dasar yang berkenaan dengan keagamaan. Maksudnya untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan hakiki mengenai isi dan penerapannya dari waktu ke waktu.
    • Tempat untuk membahas dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keagamaan.
    • Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap saling menghormati serta kerjasama dengan umat beragama lain.
    • Menyalurkan aspirasi umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah kepada umat.
  • Fungsi laten lembaga agama
    • Menciptakan kerukunan antarumat beragama, dan menghindari konflik yang ditimbulkan oleh adanya diferensiasi agama.

Lembaga Politik

Istilah politik adalah kegiatan manusia yang berkenaan dengan pengambilan dan pelaksanaan keputusan. Politik merupakan suatu aspek kehidupan sosial yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap orang di dalam suatu negara. Politik pada umumnya disamakan dengan penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan, dan persaingan di antara individu dan kelompok atas nilai-nilai di dalam masyarakat. Politik juga mencakup proses pengendalian sosial, termasuk lingkungan dan pencapaian tujuan bersama.

Menurut Kamanto Soenarto (1993), lembaga politik merupakan suatu badan di lingkungan negara, yang mengkhususkan diri terhadap pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Sehingga lembaga politik di Indonesia mencakup lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, keamanan, pertahanan nasional dan partai politik. Dari pernyataan ini, dapat dimaknai bahwa lembaga politik adalah seperangkat norma yang berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan dan otoritas yang dibentuk berdasarkan konstitusi dokumen-dokumen dasar atau beberapa kebiasaan, sehingga terbentuk struktur dan proses formal legislatif, eksekutif, administratif, dan hukum.

Alat kelengkapan lembaga politik

  • Partai Politik, adalah sebuah kelompok dimana anggotanya memiliki tujuan, orientasi, cita-cita dan nilai yang sama. Tujuan utama dari partai politik adalah untuk dapat menduduki tampuk kekuasaan pemerintahan dengan cara-cara yang telah disetujui oleh undang-undang.
  • Organisasi Politik, merupakan komunitas yang memiliki kepentingan dan terlibat pada sistem politik itu sendiri.

Fungsi umum lembaga politik

  • Merumuskan norma-norma kenegaraan yang berupa undang-undang yang disahkan oleh pemerintah dan di susun oleh lembaga legislatif di pemerintahan.
  • Lembaga politik harus memberikan pelayanan pada khalayak masyarakat umum seperti dalam bidang kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan dll.
  • Membantu dalam mempertahankan kedaulatan negara dari serangan negara lain baik serangan fisik maupun ideologi.
  • Lembaga politik juga harus memiliki kesiapan, jika sewaktu-waktu terjadi gejolak di dalam negara.
  • Melakukan jalan diplomasi dengan negara lain untuk mempererat hubungan luar negeri sehingga tercipta harmonisasi yang kuat dalam hubungan internasional.
  • Lembaga politik harus menjaga dan membuat rasa keamanan di dalam masyarakat agar terhindar dari penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan.

Fungsi nyata (manifes) lembaga politik

Lembaga politik memiliki fungsi untuk memelihara ketertiban dalam negeri dan menjaga kelancaran hubungan luar negeri, mengusahakan kesejahteraan umum, dan mengatur proses politik. Lembaga politik bertujuan untuk menegakkan ketertiban dan keadilan dalam sebuah negara. Oleh karena itu, dalam menjalankan sebuah negara, diperlukan kekuasaan dari pemerintah yang dapat melindungi kepentingan rakyat dan kesejahteraan umum dari berbagai tekanan dan rongrongan pihak yang ingin mengacaukan kehidupan masyarakat. Rakyat perlu mendapatkan rasa aman dan tenteram agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur.

Fungsi laten lembaga politik

  • Menciptakan stratifikasi politik di dalam masyarakat. Mungkin saat ini dapat dilihat di  masyarakat jika ada orang yang memiliki kekuasaan tinggi di suatu daerah dan bisa melakukan berbagai hal. Inilah yang disebut dengan stratifikasi politik. Stratifikasi politik biasanya dapat dilihat dengan mudah pada sistem pemerintahan, baik di pemerintah daerah atau pemerintah pusat.
  • Sebagai saluran mobilitas, salah satu fungsi laten dari lembaga politik adalah sebagai saluran mobiitas bagi seseorang untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi terutama dalam tingkatan pemerintahan dan politik.

Lembaga Ekonomi

Menurut Dewey (1961), institusi ekonomi adalah suatu set gagasan yang berhubungan dengan barang dan pelayanan yang dihasilkan, dibagikan dan digunakan dalam masyarakat. Lembaga ekonomi pada dasarnya menangani masalah produksi, distribusi dan konsumsi baik berupa barang maupun jasa. Dengan demikian, lembaga ekonomi dapat diartikan, sebagai lembaga sosial yang menangani masalah pemenuhan kebutuhan material dengan cara mengatur pengadaan dan penyaluran barang atau jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat, sehingga semua lapisan masyarakat mendapatkan barang atau jasa yang diperlukan.

Struktur Lembaga Ekonomi

  • Sektor Agraris. Sektor agraris memfokuskan diri pada pengelolaan hasil alam atau sumber daya alam yang meliputi sektor pertanian, sektor perikanan, dan sektor peternakan.
  • Sektor Industri. Sektor industri ditandai dengan kegiatan produksi barang, dengan mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
  • Sektor Perdagangan. Sektor perdagangan berupa aktivitas penyaluran barang dari produsen ke konsumen, atau proses pembagian barang dan komoditas pada subsistem-subsistem lainnya.

Fungsi lembaga ekonomi

Pada hakekatnya, tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat. Dengan demikian, fungsi umum lembaga ekonomi adalah sebagai berikut.

  • Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan
  • Memberikan pedoman dalam sistem jual beli (harga, cara jual beli, ekspor-impor)
  • Memberi pedoman tentang hubungan kerja (cara perekrutan, cara pengupahan, cara pemutusan hubungan kerja)
  • Memberi identitas bagi masyarakat.

Karakteristik Lembaga Ekonomi

Sesuai dengan fungsinya, maka lembaga ekonomi dapat dikenali dari ciri-cirinya, yakni mengawasi jalannya ekonomi, bersifat kokoh, berasaskan gotong royong, dan menyelesaikan masalah di bidang ekonomi, sebagai berikut.

  • Mempunyai asas gotong royong, lembaga ekonomi di Indonesia harus berasas kekeluargaan dan kebersamaan antara pemerintah dengan masyarakat, agar pembangunan dan pengembangan ekonomi akan lebih mudah dijalankan.
  • Memberi pengawasan ekonomi. Pengawasan semua kegiatan ekonomi dilakukan dengan cara membentuk badan khusus. Di Indonesia, lembaga ekonomi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Perekonomian, dan lembaga lain.
  • Menyelesaikan permasalahan ekonomi, dengan memberikan kemampuan finansial dan jaminan tentang keteraturan sosial dalam masyarakat, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
  • Memiliki sifat kokoh untuk bisa maksimal dalam menjalankan tugas, kokoh yang dimaksud adalah memiliki payung hukum yang tetap tanpa bisa diganggu gugat.

Contoh Lembaga Ekonomi

  • Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). BUMS merupakan suatu badan usaha yang semua permodalannya berasal dari pihak swasta, yang dimiliki oleh satu orang atau beberapa orang, serta berada di bawah lembaga ekonomi. Jenis organisasi ini, antara lain: Firma (Fa), Perseroan komanditer yang biasa disebut Commanditaire Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT), dan koperasi. 
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya berasal dari negara. BUMN terdiri dari dua jenis, yaitu Persero dan Perum.
  • Badan Usaha Perseroan (Persero), berbentuk perseroan terbatas yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. Contoh: PT Pertamina, PT Kimia Farma, PT Kereta Api Indonesia, PT Bank BNI, PT Jamsostek, dan PT Garuda Indonesia.
  • Badan Usaha Umum (Perum) merupakan badan usaha milik negara, yang bertujuan untuk menyediakan barang dan/atau jasa bagi masyarakat, seperti: Perum Damri, Perum Bulog, Perum Pegadaian, dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
  • Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD merupakan organisasi yang memiliki status korporat yang independen, dipimpin oleh dewan direksi yang ditunjuk oleh pejabat pemerintah daerah. Contoh BUMD, antara lain: Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Bank Pembangunan Daerah (BPD), transportasi daerah seperti Trans Jakarta, dan sebagainya.
  • Kementrian keuangan adalah Kementerian Negara yang mengurus bidang keuangan negara. Kementerian Keuangan dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
  • Kementrian perdagangan (disingkat Kemendag) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan perdagangan.
  • Kementrian negara koperasi dan UKM. Salah satu kementrian yang dimiliki Indonesia ini adalah kementrian yang lebih berpusat atau fokus dengan urusan-urusan di bidang perkoperasian dan melakukan pembinaan dalam tata kelola usaha-usaha kecil dan menengah.

Referensi:

Dewey, J. 1961. Democracy and Education. New York. The Macmillan Company.

Gillin, J. Lewis and Gillin, J. Philip. 1954. Cultural Sociology a Revision of an Introduction to Sociology. New York. The Macmillan Company.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1991. Sosiology, Edisi 6 jilid I. Terj. Aminudin dan Tita. Jakarta: Gramedia.

Huitt http://chiron.valdosta.edu/whuitt/index.html

Kamanto, Soenarto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga Fakultas Ekonomi UI.

Koentjaraningrat, 1990. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta. Djambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun