Mohon tunggu...
Neli SyihatunFitriah
Neli SyihatunFitriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

chemistry education (GENWA 18')

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tips Menjaga Kesehatan Mental di Era Pandemi

20 November 2021   11:05 Diperbarui: 20 November 2021   11:14 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Indonesia telah menghadapi dua gelombang besar COVID-19 dan para pakar kesehatan di indonesia memprediksi bahwa indonesia akan mengalami gelombang virus corona yang ketiga sementara kita akan menghadapi liburan panjang di akhir desember ini (Hari Natal dan Tahun Baru 2022). Hal ini bergantung terhadap semua elemen yang ada di negara kita dimulai dari pemerintah pusat hingga perangkat desa dan masyarakat untuk tetap patuh terhadap aturan-aturan yang harus dijaga seperti menggalakan vaksin dosis ke-2 hingga 100%, memakai masker, dan menghindari kerumunan yang besar. Kesehatan mental adalah salah satu poin yang tak terpisahkan dengan adanya penyakit yang awalnya berasal dari Wuhan ini. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan akan kemunculan mental disorder sejak awal 2020 karena banyak batasan-batasan yang harus dijaga oleh masyarakat contohnya tidak bisa pergi ke luar rumah, sulit pergi liburan, dan isolasi di rumah maupun rumah sakit ketika terinfeksi virus corona. Hal tersebut menimbulkan rasa panik dan takut terutama pasien COVID-19 yang mana tidak hanya mengalami gejala covid pada umumnya seperti demam, batuk, dan kehilangan rasa atau bau akan tetapi menunjukkan gejala anxiety disorder, depresif, dan stres.

Tuntutan baru untuk perawatan kesehatan mental di negara-negara ini bersinggungan dengan sistem kesehatan yang rapuh, sumber daya yang langka dan kapasitas tenaga kerja, kerusuhan sosial dan kekerasan dalam menanggapi strategi penahanan COVID-19, dan akses yang langka dan tidak adil secara keseluruhan ke intervensi berbasis bukti. Dapat berspekulasi bahwa konsekuensi jangka panjang pada kesehatan mental akan sangat parah di wilayah dengan sumber daya terendah dan paling miskin di dunia, di mana hampir tidak ada akses ke layanan kesehatan mental sebelum pandemi. Dampak langsung yang muncul mengenai pandemi COVID-19 pada kesehatan mental terutama mendokumentasikan peningkatan gejala gangguan kesehatan mental, yang mungkin mencerminkan respons normatif terhadap ketidakpastian dan kesulitan luar biasa yang dialami oleh populasi.

Misalnya, laporan telah mendokumentasikan peningkatan prevalensi tekanan psikologis di antara staf layanan kesehatan, terkait dengan stigma dan ketakutan akan penyakit. Namun demikian, laporan-laporan ini juga dapat menyiratkan pergeseran distribusi populasi yang tertekan dan akibatnya meningkatkan prevalensi masalah kesehatan mental yang signifikan secara klinis. Teori ini sejalan dengan beberapa penelitian tentang prevalensi gangguan kesehatan mental yang telah teridentifikasi. Sebagai contoh, sebuah studi online nasional terhadap lebih dari 10.000 orang di Bangladesh melaporkan prevalensi 33% depresi dan 5% prevalensi ide bunuh diri. Dengan demikian, mengenali respons stres akut sangat penting untuk intervensi pencegahan untuk mengurangi kejadian kondisi yang signifikan secara klinis dan untuk membangun sistem yang mengatasi meningkatnya kebutuhan akan perawatan kesehatan mental.

Di seluruh dunia, penderitaan seluruh populasi dapat dikaitkan dengan ketidakpastian lanjutan tentang penyebaran penyakit, efektivitas strategi penahanan, dan kapan dan bagaimana kehidupan sehari-hari akan kembali ke beberapa kemiripan keakraban.

Pengalaman kesusahan ini diperburuk oleh tindakan yang ditujukan dalam memitigasi penyebaran COVID-19, di mana pemerintah di banyak negara berkembang telah menerapkan langkah-langkah ketat (misalnya, lockdown). Langkah-langkah ini dan keputusan kebijakan terkait memiliki efek yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sektor ekonomi dan sosial di negara-negara di mana sebagian besar orang bekerja di pasar tenaga kerja informal dan di mana ancaman terhadap mata pencaharian mereka sudah mengarah pada perlawanan publik dan, kadang-kadang, kekerasan. Misalnya, penggunaan kekuatan oleh penegak hukum dan pihak berwenang telah dilaporkan di beberapa negara.

Ada laporan kekerasan, penangkapan, dan penculikan jurnalis dan aktivis yang mendokumentasikan kebijakan pemerintah yang dipertanyakan, korupsi, dan salah urus dalam menanggapi COVID-19. Pandemi ini juga mengungkap fakta bahwa kelompok rentan tertentu, seperti tahanan, pasien di rumah sakit jiwa atau panti sosial, penyandang disabilitas, atau wanita yang mengalami kekerasan atau pelecehan dalam rumah tangga, mungkin berisiko lebih besar mengalami tekanan psikologis karena sudah ada sebelumnya. kegagalan dalam perlindungan hak asasi manusia diperparah, semakin memperumit konsekuensi kesehatan mental lainnya pertanyaan terkait COVID-19.

Hal yang terlihat dengan mata kita sendiri yaitu orang-orang disekitar kita banyak yang terkena PHK dan itulah fenomena yang terjadi dikala pandemi dan mencari kerja terbilang langka karena penyediaan lapangan pekerjaan pun terbatas sedangkan pesaingnya tidak sekedar ratusan bahkan ribuan orang berebut satu posisi pekerjaan di perusahaan. kondisi merupakan imbas dari penurunan pendapatan perusahaan dikarenakan kebijakan pembatasan yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PHK dan kesehatan mental adalah salah satu kepingan elemen yang saling berkaitan karena terkena PHK bisa membuat seseorang jadi depresi apalagi bila orang yang terkena PHK hanya bergantung terhadap penghasilan kantor lamanya. Oleh karena itu, kesehatan mental menjadi bagian dari concern utama di masa pandemi ini. Untuk memahami gangguan mental dengan mudah, kita mulai dari definisi yang menggambarkan apa itu mental disorder, Gangguan mental disebut juga dengan gangguan mental atau jiwa, adalah kondisi kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronis). Apa sih yang menyebabkan seseorang mengalami mental illness khususnya di masa pandemi ini ?

Gangguan Kesehatan mental pada saat pandemi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti ketakutan wabah, merasa terasing selama menjalani karantina, jauh dari keluarga, dan cemas mengenai finansial keluarga. Hal tersebut tidak hanya berpengaruh kepada orang yang memiliki latar belakang Kesehatan mental tetapi bisa mempengaruhi Kesehatan jiwa orang yang masih normal atau sehat. Beberapa kelompok yang rentan mengalami stress psikologis selama pandemi seperti pasien covid, orang tua, anak-anak sekolah, dan orang terkena PHK.

Dalam menghindari hal itu, ada beberapa tips yang harus diperhatikan khususnya dalam menjaga hubungan baik dengan keluarga karena itu merupakan sesuatu yang sangat penting. Dukungan dan perhatian dari keluarga sangat berarti untuk menjalani kehidupan, Namun, ada hal yang buruk ketika kita memiliki konflik dengan keluarga yang biasanya sangat mendalam sehingga rentan terhadap suatu gangguan mental. Selain itu, menjaga hubungan baik dengan orang-orang disekitar juga (tetangga, teman-teman, dan orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita) dibutuhkan untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa memicu permasalahan. Nilai tambah dari hubungan kita dengan keluarga dan orang-orang disekitar yaitu kita bisa mengungkapkan hati dengan mudah terutama kepada orang-orang yang dipercaya karena ketika kita memiliki masalah dan dipendam sendiri akan terasa berat dan hal tersebut akan menjadi berbagai gelembung masalah yang semakin besar sehingga membahayakan diri sendiri.

Tips selanjutnya yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan menjadi kunci yang krusial untuk menjaga ketenangan batin dan juga menikmati proses kehidupan yang sangat dinamis dan tidak pasti. Pada dasarnya, orang-orang yang mendekatkan diri dengan Tuhan biasanya memiliki pola hidup yang terjaga terutama dari perbuatan yang bisa membahayakan fisik dan mentalnya. Hal yang perlu digaris bawahi bahwa pendekatan diri kepada Tuhan bisa membantu juga dalam proses penyembuhan mental disorder ini, tapi penyakit ini tetap harus ditangani melalui proses medis (dokter atau psikiater).

Berpikir positif merupakan suatu hal keharusan untuk menghindari kecemasan yang berlebihan karena dengan pikiran yang baik, kita bisa lebih memahami berbagai informasi yang datang terhadap kita sehingga hal itu membuat kita tidak mudah panik dan tetap tenang ketika menerima suatu berita. Terlebih lagi informasi di masa pandemi cenderung ke arah-arah yang negatif dan menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun