Mohon tunggu...
Nelda Lawolo
Nelda Lawolo Mohon Tunggu... Mahasiswa

Aku menulis bukan karena tahu segalanya, tapi karena aku sedang mencari, bertanya, dan kadang terdiam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Era Digital : Belajar atau Sekadar Menyalin?

15 Juli 2025   08:32 Diperbarui: 15 Juli 2025   08:31 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa yang sedang belajar dengan bantuan internet (Sumber: Pixabay/Cherylt23))

Suatu hari di sebuah ruangan kelas, seorang guru meminta murid untuk membuat tugas tentang pahlawan nasional favorit mereka. Dalam hitungan menit, suara ketikan laptop mulai memenuhi seluruh ruangan. Sebagian besar ada yang serius mengerjakan, ada juga yang duduk santai dan ada juga yang menggeser layar ponsel mereka dengan senyuman kecil. Ketika sudah tiba waktunya untuk mengumpulkan, semua sudah selesai jawabannya bisa dikatakan sempurna semua bahkan disertai dengan berbagai kutipan-kutipan sejarah. Sekilas terlihat pekerjaan yang cepat dan bagus, tetapi guru itu tahu bahwa semua itu hanya hasil salinan dari internet.

Fenomena ini bukanlah hal yang baru. Seiring kemudahan untuk mengakses informasi di era digital, membuat pembelajaran lebih cepat, praktis, dan lebih luas. Kalau dilihat dulu untuk menulis atau mencari tugas, murid harus meminjam buku di perpustakaan. Sekarang, dengan satu ketikan di Geogle, puluhan artikel muncul dan berbagai tulisan-tulisan lain yang dapat membantu untuk menjawab. Tinggal salin,tempel,paraphase,selesai. Belajar tidak lagi memberikan ruang bagi pelajar untuk berpikir panjang. 

Kasus yang paling viral pernah terjadi di sebuah sekolah menengah atas di Jakarta. Seorang siswa diminta untuk presentasi dan dengan percaya diri di depan ia membaca slide yang berisi kata-kata ilmiah. Namun, ketika sang guru bertanya sedikit terkait istilah tersebut, siswa itu terdiam. Ia tidak tahu artinya. Ternyata seluruh hasil presentasinya itu adalah hasil salinan dari internet. Kasus ini menjadi perbincangan di sekolah. Bukan karena siswa tersebut telah ketahuan, melainkan kasus tersebut adalah yang dialami banyak pelajar. 

Era digital memang memberi banyak keuntungan. Murid bisa belajar dengan ketersediaan sumber yang tepat. Semua itu anugrah yang tidak dimiliki oleh generasi sebelumnya. Namun, di sisi lain, kemudahan ini menciptakan jebakan. Lama-kelamaan, yang terpenting bukan memahami tugas tersebut dengan baik tetapi sebatas menyelesaikan tugas. Proses belajar yang sesungguhnya yaitu : membaca, merenung, bertanya dan mencari jawaban yang tumpul.

Tak jarang pula fenomena pembelajaran instan ini membuat murid lebih tertarik menonton video ringkasan materi di media sosial dibanding membaca buku. Bahkan saat ujian, semua jawaban diambil dari internet bukan hasil kerja keras mereka sendiri. Akhirnya, pendidikan hanya formalitas semata. Nilai bisa tinggi tetapi pemahaman rendah, mereka hanya bisa menghafal tanpa mengerti artinya. 

Bukan berarti teknologi adalah hal yang harus dijauhkan. Justru sebaliknya, teknologi adalah alat yang luar biasa jika digunakan dengan tepat. Banyak guru memanfaatkan platform digital dengan membuat pembelajaran lebih unik. Di sekolah tertentu, banyak pembelajaran online yang dapat mengasah kemampuan kritis mereka. Di sinilah letak perbedaannya, bukan pada ketersediaannya teknologi tetapi bagaimana cara kita menggunakannya.

Sebagai siswa, sebagai guru, bahkan sebagai orangtua kita perlu mengingat bahwa belajar bukan hanya soal menyelesaikan tugas. Belajar adalah bagaimana cara kita berpikir kritis dan memahami dunia. Tidak apa-apa jika prosesnya lama, bahkan dengan berbagai kesalahan karena justru dari situlah nilai belajar lahir.

Di akhir kelas itu, guru yang tadi memeriksa tugas tentang pahlawan nasional memberi nasihat sederhana : "kalian bisa menemukan jawaban apapun di internet. Tetapi, yang tidak kalian temukan adalah bagaimana pikiran kalian merangkai jawaban tersebut. Murid-murid terdiam. Beberapa ada yang menundukkan kepala dan ada yang tersenyum malu. Di antara mereka mungkin ada yang mengerti bahwa pendidikan bukan sekadar hasil akhirnya, tetapi juga proses yang di tempuh untuk sampai ke sana.

Inilah tantangan terbesar pendidikan di era digital ini. Bukan lagi kekurangan informasi melainkan melawan kebusukkan otak. Bukan lagi soal siapa yang cepat mendapat jawaban, tetapi siapa yang paling memahami. Karena pada akhirnya, belajar sejati bukan hanya sekedar menyalin tetapi bagaimana cara menjadi diri yang lebih baik dari kemarin dengan pemahaman bukan hanya sekadar hafalan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun