Mohon tunggu...
Alvita Rosa
Alvita Rosa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya Alvita Rosa, Alvita Rosa, dan Alvita Rosa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Sapu Tangan

19 November 2013   18:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:56 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perempuan itu masih duduk diam di kursinya, ia tak menghiraukan suara yang keluar dari ruang informasi. Suara yang memberitahukan tentang jurusan kereta yang akan berangkat selanjutnya. Ia masih duduk membisu. Mencoba menyadari apa yang baru saja ia lihat. Tiba-tiba ia keluarkan diary dan pena dari dalam tasnya. Tak ada yang dapat membuatnya lebih tenang selain menulis. Ia menulis, dan menulis. Menumpahkan rasa terhadap pemandangan yang baru saja dilihatnya.

Namanya Hara, remaja kelas dua belas SMA. Semua orang mengenalnya sebagai seorang perempuan sapu tangan. Bukan karena ia menjual sapu tangan, tapi karena setiap saat, dimana pun itu, kapan pun itu, ia selalu membawa dan memegang sapu tangan. Banyak sekali orang yang bertanya mengapa ia selalu membawa sapu tangan. Dan biasanya Hara akan menjawab asal. Seperti “untuk mengelap ingus” atau “mengelap sisa makanan” dan lain-lain. Sebenarnya membawa sapu tangan adalah kebiasaanya dari kecil. Hingga ia merasakan sesuatu yang aneh jika tidak membawa sapu tangan. Jika ia lupa membawa sapu tangan saat pergi. Ia akan rela pulang demi mengambil sapu tangan. Itulah Hara dengan sapu tangannya.

Namun Hara sedikit kesal dengan setiap orang yang bertanya tentang sapu tangannya. Ia bosan dengan pertanyaan “mengapa ia selalu membawa sapu tangan ?”. Hara kesal seolah ada yang aneh dengan membawa sapu tangan. Ia terus dilempari pertanyaan tentang pertanyaan “sapu tangan”. Ada apa dengan sapu tangan~tanya hara dalam hati. Bukankah itu sama saja dengan pertanyaan kenapa setiap orang membawa ponsel dan tetap memakai jam tangan. Suatu kali Hara pernah ditanya seorang temannya, pertanyaan yang sama tentang sapu tangan. Lalu Hara balik bertanya.

“kamu sendiri, kenapa selalu menggunakan jam tangan ?”

“suka aja. Kayak ada yang aneh kalau ga pakai.” jawab temannya.

“jawabanku sama denganmu.” kata Hara singkat.

Hingga suatu hari ada seorang laki-laki berumur 27 tahun, dengan kulit putih, dan wajah tirus, serta hidung mancung bertanya padanya.

“Apa makna sapu tangan untuk kamu Ra?”tanyanya

Untuk pertama kali Hara terdiam mendengar pertanyaan itu. Dan untuk pertama kali ada seorang yang menanyakan makna sapu tangan untuknya. Hara bingung menjawab pertanyaan itu. Hara diam saja mendengar pertanyaan itu. Lalu semalam suntuk ia memikirkan itu. Memikirkan makna dari sapu tangan. Hingga ia lupa besok ia ada PR. Keterlaluan memang.

Namanya Salih. Laki-laki yang membuat Hara terdiam dengan pertanyaan “sapu tangan”. Salih adalah guru biologi dimana Hara mengikuti bimbingan belajar. Salih terkenal sebagai seorang guru yang sabar, santun, dan menyenangkan. Kebanyakan siswa senang belajar dengannya. Dan siswa itu termasuk Hara. Hara sangat senang ketika pelajaran Biologi. Padahal ia tidak begitu menyukai biologi. Tapi ketika Salih yang mengajar, tiba-tiba Hara menjadi bersemangat dan bergairah. Entah biologi atau Salih yang membuatnya semangat. Hara pun tak tahu, ia hanya melihat tiba-tiba biologi begitu menarik dan menyenangkan ketika Salih yang mengajar. Tanpa pernah absen, Hara selalu setia hadir ketika pelajaran biologi. Hara selalu mendengarkan dengan serius ketika pelajaran Biologi. Hingga akhrinya, ia merasakan konsentrasinya buyar, ia tak lagi mendengarkan Salih. Ia hanya terus-menerus menatap Salih. Menatap Salih dengan kuping tak bekerja sesuai fungsi.

Hara sangat gemar menulis. Tak ada teman katanya. Hanya pensil dan notes yang setia. Hara bukan tipe remaja yang hobi curhat. Ia tak bisa meluapkan perasaanya pada orang lain. Namun ketika menulis, ia seolah mampu menari dan menuangkan apa yang ada di hati dan otaknya. Tapi tak setiap nama akan masuk daftar notesnya. Tak setiap orang ia tulis dalam notesnya. Hingga akhirnya, ia menuliskan nama itu. Laki-laki 27 tahun. Laki-laki yang membuatnya terdiam dengan pertanyaan “sapu tangan”. Hara mulai sadar bahwa ada perasaan yang aneh ketika ia di dekat Salih. Entah apa, ia merasa seolah hatinya bergetar. Hatinya berbicara tanpa suara. Hanya bahasa rasa yang keluar. Bahasa tanpa kata-kata, bahasa sangat halus. Tak terdengar, tak terlihat. Bahkan benang sutra kalah halus.

Hara teringat, ketika Salih menggambar larva dicatatan biologinya. Hari itu mereka sedang mengerjakan soal biologi. Soal tersebut memiliki gambar untuk diamati. Hara dengan segala imajinasi dalam otaknya, mengingat-ingat struktur gambar itu. Lalu dia berkata. Ini larva katanya. Salih dan beberapa teman-temannya pun tertawa mendengar Hara mengatakan bahwa itu larva. Salih kemudian mengambil catatan biologi Hara. Lalu ia mengambarkan larva di sana. Tak ada yang istimewa memang dalam gambar itu. Tapi Hara merasakan bahwa hatinya berteriak riang gembira. Hara selalu ingat setiap detail peristiwa yang terjadi ketika ada Salih di dekatnya. Bahkan ia masih menyimpan gambar itu hingga sekarang.

Entah hal istimewa apa yang Salih punya, tapi memang hampir semua siswanya menyukainya. Pada suatu kali ada seorang anak perempuan, kelas lima SD bernama Fanny. Anak ini sangat lucu juga cerdas. Salih sangat senang padanya. Begitu juga dengan Fanny. Fanny sangat senang jika belajar dengan Salih. Ia pernah membuntuti Salih sampai keluar kelas. Fanny seolah mencari-cari perhatian Salih dengan wajah polosnya yang lucu.

Hara melihat kejadian itu. Dan Hara semakin yakin, Salih memang guru favorit banyak siswa.

Ia menemukan sesuatu pada diri Salih yang membuatnya percaya bahwa belajar itu menyenangkan.Meski ia belum mengerti apa yang sebenarnya ia cintai. Salih atau biologi. Apa yang sebenarnya ia cari, Perhatian Salih atau ilmu biologi. Apa yang ia harapkan. Bertemu Salih atau memang belajar biologi. Ia masih mencari. Ia hanya terus merasa. Ia terus bertanya kedalam. Apakah boleh kutaksir guruku ? apakah beradab jika impianku menjadikan guruku kekasih, atau memasukkannya kedalam daftar suami ? Apakah tak berdosa jika kukatakan ini padanya ? Ahh ini terlalu gila.~Hara terus saja berdialog dengan dirinya sendiri.

Hara tak tahu apa yang harus ia lakukan. Sudah berbulan-bulan ia pendam perasaannya. Setiap malam Hara mengingat lak-laki 27 tahun itu. Tak ada yang salah memang dengan cinta terpendam, tapi pedihnya kadang tak kira-kira menyakiti. Jika sudah seperti ini, apakah masih pantas prinsip cinta tak harus memliki dipegang. Sedang hati dan otak tak mampu lagi menahannya. Bulshit.Hati selalu berusaha untuk memilki, ada perasaan posesif disana, perasaan ingin terbalaskan, ada cemburu yang tak berbicara, ada sakit yang menyayat. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh orang yang jatuh cinta diam-diam. Hanya sakit yang tak punya lidah yang ia punya. Tak tahu ingin diberitahukan pada siapa. Tapi mata tetap tak bisa berbohong. Sekeras apapun usaha Hara memendamnya, teman-temannya tetap saja dapat merasakan perasaan yang Hara rasakan.

“akui saja Ra. Kamu menyukai Kak Salih kan ?” paksa salah satu temannya, yang langsung disambut anggukan oleh teman-temannya yang lain.

“ai sotoynya kalian nih.” jawab Hara.

“bagaimana klinikmu dengan Kak Salih kemarin ?” tanya temannya lagi.

Klinik merupakan suatu bentuk interaksi yang dibuat di tempat bimbingan belajar Hara. Dalam Klinik, para siswa dapat mengutarakan segala keluh kesah mereka pada kakak-kakak pengajar. Dan setiap kelas selalu memilki satu kakak pendamping klinik.

“begitu saja. Biasa kok. Ada Nita juga kemarin. Iyakan Nit ?” Hara melirik Nita. Lalu Nita mengangguk, tak tahu harus berkata apa karena memang begitu kenyataanya.

Teman-teman mereka pun langsung beralih mewawancari Nita. “Hara sama Kak Salih ngomongin apa kemarin ?”

Nita melirik Hara dengan pandangan nakal. Lalu senyum-senyum tidak jelas. “hhmmm… gimana yah ? kasih tauk ga yah ? ahhaha.. Mereka bercerita tentang jurusan yang akan Hara pilih dalam SNMPTN nanti. Banyak deh cerita mereka. Gue disana cuma dengerin mereka ngobrol aja. Gue bisa liat ada sesuatu yang aneh di mata Hara. Ada harapan di sana. Ada kata menunggu di dalam mata itu. Juga di mata Kak salih, gue melihat ada perhatian di sana. Ada rasa peduli disana. Entah bener atau ga, gue cuma yakin mata gue ga salah liat, dan gue ga salah mengartikan.” jawab Nita dengan sangat jelas, sehingga membuat teman-teman mereka sedikit bengong. Lalu mereka langsung melirik Hara. Hara yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian, langsung mengalihkan pendangannya pada ponselnya.

Sudah tinggal beberapa hari lagi menjelang Ujian Nasional. Hara semakin rajin belajar dan mengerjakan soal-soal untuk Ujian Nasional. Ia juga semakin bersemangat pergi ke tempat kursus. Ada kesedihan di mata Hara. Jika Ujian Nasional telah tiba, jika Ujian Nasional terlah berakhir. Haruskah berakhir pula cintanya. Hingga ada satu kalimat yang membuatnya begitu bahagia, yakni ajakan Salih yang tak terkira.

Salih adalah salah satu alumni Universitar Indonesia. Ia salah seorang anggota pencinta alam di kampusnya. Ia bertualang dari satu tempat ke tempat lain. Pada suatu kesempatan, Salih tak sengaja melihat sebuah coretan dalam buku catatan Hara. Disana Hara menulis edelwis, kan gupai sendiri. Tak kupetik, hanya kupandangi. Sebaris kalimat yang membuat Salih sedikit tersentak. Lalu ia bertanya apakah Hara bermimpi akan mendaki gunung. Lalu Hara menganggukkan kepalanya. Kemudian Salih berkata pada Hara, bahwa ia akan mengajak Hara jika nanti mendaki lagi. Sebab sudah hampir dua tahun ia tak lagi bertualang. Bukan lelah katanya, tapi karena tak sempat sebab ia mengajar terus selama dua tahun ini. Mendengar Salih berkata seperti itu, Hara kembali menganggukkan kepalanya dengan wajah berseri-seri. Dalam hatinya menyimpan harapan yang ternyata hanya ilusi belakang. Karena hingga sekarang ajakan itu tak pernah ada.

Hara masih sangat ingat, itu adalah hari terakhir di mana ia belajar di bimbingan belajar yang ia ikuti. Hari itu Salih mempimpin doa dengan sangat khidmat. Hara dan sahabat-sahabatnya membentuk sebuah lingkaran. Kemudian mereka berangkulan. Salih memimpin doa, yang disambut dengan kata amin oleh mereka. Hara dan sahabat-sahabatnya kemudian bersalaman dengan kakak-kakak pengajar. Hingga tiba saat dimana Hara bersalaman dengan Salih. Kedua mata itu bertemu. Seperti menyampaikan sesuatu namun tak tersampaikan. Semua hanya rasa yg hanya dapat ditangkap oleh hati. Hara merasakan ada batasan yang sangat jauh disana. Lalu Hara mendengar Salih berkata "selamat berjuang perempuan sapu tangan" katanya sambil tersenyum. Lalu Hara mengucapakan terima kasih, begitu lirih suaranya, bahkan seperti berbisik. Hampir tak terdengar. Kerongkongannya seolah tersumbat.

Dan hari itu adalah hari terakhir ia berjumpa dengan Salih, hingga akhirnya stasiun kereta mempertemukan mereka. Namun dalam pertemuan ini, Hara medapatkan sesuatu yang membuat sesak hatinya. Ia sudah tak ingin menengok lagi. Ia ingin cepat-cepat kabur dari situ. Dan dalam hati Hara sangat berharap Salih tak melihatnya. Ia memfokuskan pandangannya pada tulisan yang ia tulis begitu cepat. Secepat kilat. Aku melihatnya, melihat wajahnya, aku tersenyum, ia begitu tampan, begitu memesona. Tapi sekujur tubuhku kaku ketika kulihat ternyata tangannya menggandeng pergelangan tangan yang mungil. Aku melihat ada seorang perempuan disebelahnya, perempuan itu beringian langkah dengannya. Hatiku mengamuk, kemudian hancur berkeping-keping, berceceran, berserakan, dan tak lagi berdaya. Apa yang harus kulakukan ?

Namun tiba-tiba suara yang tidak diharapkan itu memanggil namanya. Tanpa bisa mengelak lagi. Ia pun menoleh. Dengan sedikit salah tingkah, ia bertanya.

“ehh.. Kak Salih. Apa kabar kak ? lama tak bersua.” Kata Hara sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

“baik kok baik. Kamu sendirian ? mau kemana ?” tanya Salih santai

“ga kak berdua sama tas hehe.” jawab Hara sambil menepuk tas punggunggnya.

“dasar kamu. Ehh iya kenalin nih tunangan kakak. Cantikakan ?”

Mendengar Salih berkata seperti itu, Hara benar-benar merasakan ada asap keluar dari kepalanya. Ia seolah tak mampu lagi bernafas. Ia ingin pergi, tapi kaki bagai dilikat ke lantai. Tak mampu bergerak.

Lalu perempuan disebelah Salih menjulurkan tangannya.

“saya Rindi. Tunangan Salih. Kamu muridnya Salih yah ? Pasti yang suka bawa sapu tangan ?” kata perempuan itu.

“lho kok kakak tahu ?” tanya Hara heran.

“iya waktu itu Salih pernah cerita tentang muridnya yang suka bawa sapu tangan. Dan ini kakak lihat kamu bawa sapu tangan. Pasti kamu orang yang diceritain Salih.”jawab Rindi.

Hara sedikit tersentak mendengar jawaban Rindi. Jadi Kak Salih bercerita tentang aku pada KakRindi. Apa yang Kak Salih ceritakan ? tanya Hara dalam hatinya. Namun Hara tak ingin bertanya lagi. Ia ingin percakapan ini cepat selesai. Lalu ia mendengar deru kereta. Ia naik ke dalam kereta itu. Entah kemana arah kereta itu menuju. Ia hanya ingin segera melarikan diri dan pergi jauh-jauh dari Salih dan Rindi.

Lalu Hara pun pergi tanpa menoleh lagi kebelakang. Meninggalkan jejak-jejak cinta yang terpendam. Lewat sapu tangan ia hapus bulir air yg mengalir di pipinya. Kini ia tahu makna sapu tangan. Mungkin ia diciptakan untuk menemani mereka yang tak punya kekasih untuk menghapus air mata mereka. Mengelap keringat. Atau mungkin mengelap sisa makanan yg tertinggal di pinggir bibir. Sapu tangan itu Hara genggam erat. Sapu tangan yg telah membantunya untuk menghapus kesedihan yg ditinggalkan oleh cinta terpendam.

The End

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun