Mohon tunggu...
Negri Salah Urus
Negri Salah Urus Mohon Tunggu... profesional -

Mantan wartawan, mantan LSM, mantan birokrat, mantan pejabat, mantan seniman, mantan artis, mantan pebisnis, mantan pelaku. Sekarang aku wong jadi pengamat meneh. Komentator murni, menjunjung semangat demokrasi dan kemerdekaan RI. Merdeka...!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dirgahayu HUT RI Ke-69

17 Agustus 2014   19:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:19 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pada momentum peringatan HUT RI ke-69 ini, mari kita jaga stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi demi kesejahteraan masyarakat.  Kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju masa depan yang lebih baik.  Selain meningkatkan dunia usaha, pembangunan dalam bidang-bidang tersebut juga bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan investor, sehingga investasi ikut meningkat.  Mari kita bekerja keras dan tidak mengenal kata menyerah sebagaimana Bung Karno dahulu.  69 tahun silam, para pendiri bangsa memproklamasikan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sehingga sejajar dengan bangsa lain di dunia.  Selama puluhan tahun kita dijajah, selama itu juga tetesan darah pejuang Bumi Pertiwi.   Dan para pahlawan bangkit.  Merdeka, tetap merdeka.  Akhirnya, saya mengajak seluruh masyarakat, mari kita isi kemerdekaan RI ke 68 dengan berbagai kegiatan bermanfaat, khidmat, dan semarak. Semoga Allah, senantiasa memberikan kesehatan lahir batin untuk kita. Dirgahayu Republik Indonesia.  MERDEKA...!!!"

Dikutip dari sambutan yang pernah disampaikan oleh Joko Widodo (Jokowi, Gubernur DKI Jakarta ketika itu), saat bertindak sebagai Inspektur Upacara dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-69 di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, tanggal 17 Agustus 2014.

Pesan yang sederhana namun cukup jelas kepada seluruh bangsa dari seorang sosok yang telah membuktikan dirinya sebagai pilihan rakyat berdasarkan keputusan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada pilpres 2014 silam.

Wacana rakyat yang pernah menjadi dasar pemikiran bersama para pendiri bangsa akan lahirnya sebuah tanah air yang dapat memberikan kesejahteraan bagi segenap rakyatnya.  Tiga hal yang kerap menjadi tantangan dari bangsa ini yaitu: permasalahan energi, pangan, dan lingkungan.  Sebagaimana diulas di beberapa media, hal serupa sempat diungkap oleh Jokowi.

Menurut Jokowi, solusinya sangatlah sederhana namun membutuhkan strategi serta program aksi yang seharusnya juga sederhana, bukan malah dijadikan rumit.  Yang membuat permasalahan menjadi kompleks adalah strategi dan program aksi yang tersandera oleh kepentingan-kepentingan para kelompok mafia BBM, mafia pangan, mafia hutan, mafia daging serta mafia-mafia lainnya.

Jokowi-JK muncul dan hadir dengan membangun koalisi berdasarkan sebuah konsep baru yang seakan-akan membawa misi keikhlasan, tanpa membagi-bagi kursi kabinet sehingga akan dapat diharapkan terbebas dari mafia-mafia tersebut.  Jokowi tampil bukan saja trengginas dan menguasai bahan tetapi sesaat juga terlihat mampu memaparkan program aksi yang tepat sasaran.

Salah satu ungkapan yang pernah beredar di kalangan komunitas tertentu yang mayoritas terdiri atas anak-anak pejuang yang melihat kondisi negara ini kemudian menjadin kian tidak menentu adalah "Merdeka tapi linglung."  Sebuah ungkapan sebagai bentuk ekspresi keputusasaan

Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai tujuan nasional dan cita-cita kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan para pendiri negara.

Pasca proklamasi kemerdekaan para pemimpin bangsa ini, berusaha keras untuk mencapai cita-cita tersebut melalui konsepsi pembangunan berencana yang bertahap-tahap.  Bangsa Indonesia berusaha dengan keras tegak dan berdiri secara mandiri setelah membebaskan diri dari sebuah sistem penjajahan, pengekangan, serta cengkeraman bangsa asing selama berabad-abad.

Ketika tahun 1998 reformasi berkumandang, muncul berbagi figur elit politik yang menyebut dirinya kaum reformis sekaligus menjadi komprador kekuatan asing atau sebagai perantara bangsa pribumi yang dipakai oleh perusahaan atau perwakilan asing dalam hubungannya dengan orang-orang pribumi untuk kembali menguasai sumber-sumber daya di negeri ini secara invisible dan total.

Dengan isu globalisasi, HAM, demokratisasi dan lingkungan hidup, kekuatan asing terutama negara adikuasa sebagai pemenang perang dingin, memulai proses neo-imperialisme, neokapitalisme, neo-liberalisme sebagai bentuk baru penjajahan di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun