Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

PR Kabinet Jokowi-Prabowo: Radikalisme

15 Juli 2019   18:03 Diperbarui: 15 Juli 2019   18:13 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Jokowi [Foto: BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN]

Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus menjadi saksi bersejarah pertemuan yang telah lama ditunggu-tunggu. Yakni antara dua rival, Jokowi dan Prabowo yang saling bertarung di kontestasi Pilpres 2019 memperebutkan posisi sebagai orang nomor wahid di Indonesia. Pertemuan yang terjadi pada hari Sabtu 13 Juli 2019 itu berlangsung hangat. Prabowo mengucapkan selamat kepada presiden terpilih Jokowi dan mengatakan siap membantu pemerintahannya. Prabowo juga menuturkan tidak ada lagi istilah cebong-cebong dan kampret-kampret. Bagi Prabowo semuanya merah putih.

Sikap kenegaraan Prabowo patut kita acungi jempol. Di situlah terlihat sosok asli Prabowo yang patriotis, tidak inginkan perpecahan bangsa terjadi berlarut-larut. Pertemuan itu seharusnya sudah cukup untuk menjadi tanda bagi Indonesia, bahwa kompetisi Pilpres telah usai. Saatnya kita bersatu kembali demi memajukan bangsa Indonesia.

Akan tetapi, ternyata sebagian dari pendukung Prabowo malah mempertanyakan maksud dari eks Danjen Kopassus menemui Jokowi. Seperti Anggota Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang dari awal menolak pertemuan antar keduanya. Ia pun mempertanyakan sikap Prabowo yang dinilainya tiba-tiba menyelonong.

Tak hanya mempertanyakan, ada juga pihak yang memilih berpaling meninggalkan Prabowo. Masih ingat dengan aksi 21-22 Mei serta demo saat persidangan MK? Kelompok yang bergerak pada aksi tersebut yakni PA 212 dan GNPF Ulama memilih meninggalkan Prabowo-Sandi.

"Kami PA 212 serta alumnus dan simpatisan 212 tidak tunduk apalagi patuh kepada Kertanegara. Kami hanya tunduk kepada imam besar Rizieq Shihab yang saat ini berada di kota suci Mekkah," kata Damai Hari Lubis, Kepala Divisi Hukum PA 212. Damai menilai Prabowo kurang paham hakekat sami'na wato'na yakni mendengarkan dan mengikuti apa yang disampaikan oleh para ulama. Oleh karena itu mereka menyampaikan selamat tinggal pada Prabowo. Jubir PA 212 Novel Bamukmin mengatakan pihaknya akan segera menggelar Ijtima Ulama IV dalam waktu dekat guna menyikapi keputusan Prabowo serta membahas sikap politik selanjutnya. Pihak GNPF Ulama juga menyatakan hal yang senada. Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak menyatakan sikap tidak lagi berada di barisan pendukung Prabowo-Sandi.

Bahkan ada pula kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Jaringan Pemuda Penyelamat Konstituen Prabowo-Sandi. Mereka menuntut pertanggungjawaban Prabowo atas meninggalnya sejumlah orang di kerusuhan 21-22 Mei. Kelompok ini menuntut Prabowo-Sandi meminta maaf pada pendukungnya karena dinilai telah menyakiti hati konstituen.

Seperti yang sudah kita semua duga, pertemuan Jokowi-Prabowo akan menimbulkan ketidakpuasan dari kelompok-kelompok atau ormas-ormas Islam pendukung Prabowo. Mereka yang tidak terima dengan merah-putihnya persatuan Indonesia seperti yang telah Prabowo ucapkan, kemungkinan akan mencari jalur lain dalam menyampaikan aspirasinya. Bisa lewat Parpol Islam oposisi seperti PKS atau lewat partai baru. Namun ada pula kemungkinan mereka bergerak di luar jalur mainstream, menjadi massa yang tak bertuan.

Kemunculan massa tak bertuan ini akan menjadi masalah tersendiri. Kekhawatirannya adalah, kelompok dengan massa tak bertuan ini tidak bisa terkontrol dan diawasi. Apabila Islam Kanan tidak terkontrol, maka besar pula peluangnya menjadi ekstrim kanan, atau radikalisme. Hal ini mengingatkan kita semua pada pertemuan Asean Defence Ministers Meeting (ADMM) ke-13 pada hari Kamis, 11 Juli di Bangkok.

Dalam kesempatan itu, Menteri Pertahanan Singapura mewanti-wanti negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Menurutnya, negara-negara ASEAN harus bersiap-siap menghadapi peningkatan ancaman terorisme, karena jumlah orang yang telah terpapar radikalisme serta jaringan teroris di kawasan Asean telah mengalami peningkatan.

Sehingga, kita bisa melihat ada kemungkinan munculnya massa tak bertuan pasca pertemuan Jokowi-Prabowo. Massa yang tidak terima akan persatuan Indonesia dan memilih melanjutkan perjuangan kepentingan mereka tentunya akan mudah sekali terpengaruh oleh bibit-bibit radikalisme. Apabila benar, tentu negara-negara ASEAN khususnya Indonesia harus bersiap dalam menghadapinya. Ini pula yang menjadi PR bagi Jokowi dan Prabowo demi masa depan Indonesia.

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun