Mohon tunggu...
Negara KITA
Negara KITA Mohon Tunggu... Penulis - Keterangan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bio

Selanjutnya

Tutup

Politik

Istana dan Purnawirawan TNI Rapatkan Barisan

31 Mei 2019   15:50 Diperbarui: 31 Mei 2019   15:54 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mayjen (Purn) Soenarko ditangkap tim gabungan POM TNI dan Mabes Polri pada Senin malam 20 Mei 2019 karena kepemilikan senjata api (senpi) ilegal. Menurut Menko Polhukam Wiranto senjata api tersebut diselundupkan dari Aceh. Diduga, penyelundupan senjata ilegal oleh Soenarko erat hubungannya dengan tertangkapnya kelompok lain yang berusaha menunggangi aksi damai 22 Mei. Kelompok itu ingin menjadikan 4 tokoh nasional dan seorang pemimpin lembaga survei sebagai target pembunuhan.

Uniknya, tak lama berselang setelah ditangkapnya Soenarko dan kelompok penembak, terjadilah pernyataan mengejutkan dari Muzakir Manaf (Mualem). Ia adalah Ketum DPA Partai Aceh yang dulunya bernama Partai Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mualem meminta referendum bagi Aceh seperti yang pernah Indonesia berikan ke Timor-Timur. Ia menyampaikannya saat memperingati Haul Wali Nanggroe, Alm. Tgk Muhammad Hasan Ditiro ke-9 sekaligus berbuka puasa bersama di Amel Convention Hall Senin 27 Mei 2019. Upaya meminta referendum bagi Aceh bahkan didukung secara terang-terangan oleh tiga senator Aceh, Fachrul Razi, Rafli Kande, dan Ghazali Abbas Adan.

Kita tak bisa memungkiri bahwa ada hubungan yang erat antara senjata selundupan dari Aceh kepemilikan Soenarko dengan wacana referendum Aceh yang diusung partai eks GAM. Seakan-akan referendum adalah rencana B karena rencana yang akan dilakukan oleh Soenarko dan kelompok pengincar 4 tokoh gagal.

Akan tetapi, harus kita garis bawahi bahwa rencana B yakni rencana referendum itu adalah bentuk makar dan provokasi yang inkonstitusional. Menurut Pakar Hukum Prof Indriyanto Seno Adji, aktualisasi politik dengan model referendum yg mengarahkan massa seperti yang disulkan Mualem adalah inkonstitusional dan melanggar per-UU-an. Terlebih ajakan referendum tentunya bermaksud untuk memisahkan diri dari wilayah hukum NKRI. Hasutan menggunakan referendum itu jelas melanggar Pasal 106 KUHP yakni makar dengan maksud memisahkan sebagian dari wilayah NKRI, serta melanggar pasal 160 KUHP yakni menghasut pihak lain untuk tidak mematuhi undang-undang.

Coba saja kita bayangkan bersama. Apabila lewat hasutan ini rakyat Aceh terdorong untuk berbuat makar, tak menutup kemungkinan penghasut makar dari daerah lain di Indonesia pun ikut-ikutan meminta referendum. Tidak perlu jauh-jauh, referendum berikutnya bisa saja terjadi di Riau yang sejak tahun 1950an memiliki Gerakan Riau Merdeka atau di Sumatera Barat yang dulu sempat bergejolak karena adanya PRRI.

Pertanyaan mendasar adalah mengapa Soenarko yang seorang purnawirawan menjadi pilihan sebagai pelaksana agenda dari pihak eks GAM?

Apabila kita melihat rekam jejak Soenarko yang berdiri di barisan kubu oposisi, maka dapat terlihat betapa tidaksukanya ia terhadap pemerintah. Ketidaksukaannya pada pemerintah mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat ataupun pendukung disekelilingnya. Sebagai Mayjen purnawirawan, tentunya Soenarko memiliki basis massa yang cukup kuat. Ketidaksukaan buta ini ciptakan peluang bagi pelaku separatisme dalam menunggangi para purnawirawan menjalankan agenda mereka. Lantas ketika agenda itu gagal, maka referendum lah jawabannya. Purnawirawan yang tak sukai pemerintah itu tidak menyadari bahwa mereka diperalat sebagai pemegang kunci pintu makar.

Tentunya negara tidak inginkan seluruh rakyat Indonesia termasuk para purnawirawan mengalami kejadian seperti ini. Oleh karena itu presiden Jokowi mengundang sejumlah purnawirawan TNI-Polri ke Istana Merdeka. Beliau akan bertemu dengan Bapak Wijoyo Siyono, Pak Wismoyo, Pak Sintong Pandjaitan, dan Pak Rais Abin beserta Ketua PP angkatan laut, darat, dan udara. Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dengan adanya pertemuan tersebut maka besar harapan akan ada komunikasi yang baik antara purnawirawan dan pemerintah.

Terlebih lagi ada beberapa purnawirawan yang dinilai berbeda pandangan dengan pemerintah setelah Pemilu 2019. Tapi banyak pula purnawirawan yang sepandangan dengan pemerintah. Lewat komunikasi dengan para purnawirawan tersebut, harapannya senior-senior yang diundang dari ke istana akan mampu menjembatani komunikasi dengan para purnawirawan lainnya karena mereka adalah senior-senior yang terhormat. Jangan sampai ada lagi purnawirawan yang telah berjuang demi NKRI malah dimanfaatkan untuk berbuat makar dan memecah belah Indonesia.

Sumber:

1. Tribunnews Aceh [Mualem: Sudah Panas, Saya tak Komen Lagi]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun